Share

Bab 8

Author: Amih Lilis
last update Huling Na-update: 2021-06-14 19:00:00

Nice. Oke, saya ambil yang ini.”

Pemilik butik itu langsung tersenyum lebar sambil menerima sodoran kartu hitam yang Ammar serahkan, sebelum kemudian  bergegas pergi menyelesaikan pembayaran satu set gamis yang sedang aku kenakan ini.

Bener-bener ya si Ammar ini. Aku rasa, dia ini salah satu anak sultan yang kebanyakan duit, sampai melihat baju kotor bukannya dibersihkan, tapi malah di buang dan beli lagi. Boros banget, sumpah!

“Pak, saya rasa ini terlalu berlebihan. Gamis saya itu cuma kotor kena muntahan. Dicuci dikit juga bisa. Jadi nggak harus beli baru kayak gini. Serius, deh. Saya nggak enak nerimanya.” Aku pun berusaha menyuarakan uneg-unegku pada Ammar.

Sayangnya, pria itu seperti tak perduli dengan ucapanku, malah lebih tertarik dengan gamis yang aku kenakan saat ini. Jangan bilang dia mau pake gamis ini juga. Aduh ... ingat, Mas. Situ lanang.

“Sepertinya warnanya terlalu pucat di kulit kamu. Mau ganti yang lain nggak?”

Dih, nggak nyambung! Orang ngomong apa, disahutinya apa. Dia dengerin aku nggak, sih?

“Bapak, saya ngomong serius lho. Bisa dengar nggak?” geramku kemudian dengan kesal.

“Saya dengerin kok.”

“Ya, terus? Kenapa jawabannya beda jauh dari ucapan saya. Bapak beneran dengerin atau cuma pura-pura dengerin, sih?” Aku pun semakin murka, setelah mendengar jawaban Ammar yang kelewat santai menurutku.

“Memang kamu bilang apa?”

Nah, kan? Nih cowok emang minta diempos ginjalnya.

“Saya bilang nggak usah beli gamis baru. Gamis saya yang lama masih bisa dipakai” jelasku lagi.

“Tapi kotor.”

“Ya, terus? Kan, cuma kotor. Bisa dicuci. Nggak harus kayak gini jugalah. Buang-buang uang aja tahu nggak?” 

Ammar pun lalu menatapku semakin intens. Membuat jantung norakku kembali jumpalitan. Ampun deh nih jantung. Emang minta digetok kayaknya. Bikin malu aja.

“Tapi saya suka beliin baju buat kamu.”

Hah?! Apa?! Suka katanya? Ish, aneh banget. Siapa, sih, dia? Kenal juga kagak, masa udah suka beli-beliin baju buat orang aja. Kebiasaan piara ayam kampus nih kayaknya.

“Kenapa?” Tak ayal aku pun jadi kepo karena jawaban aneh Ammar ini.

“Nggak tahu, suka aja.” Lah, semakin aneh.

“Ya, tapi—”

“Permisi.”

Baru saja aku ingin mendebat Ammar lagi, pemilik butik itu pun muncul kembali. Membawa kartu dan tagihan untuk Ammar. Dia pun segera menanda tanganinya, setelah itu menerima kartunya kembali. 

“Terima kasih sudah berkunjung, Pak. Dan ini ....” pemilik butik itu memperlihatkan sebuah paper bag ke hadapan kami. “Baju yang sebelumnya mau di bawa atau—”

“Buang aja.”

Eh? Aku pun melotot horor mendengar jawaban Ammar dan langsung meraih paper bag itu sebelum benar-benar dibuang sang pemilik butik.

“Sembarangan aja kalau ngomong!” Aku mendekap paper bag itu dengan erat. “Enak aja mau dibuang. Belum lunas nih! Aku bisa dimutilasi sama Emak Kanjeng kalau ketahuan menyia-nyikan pemberiannya. Maaf, ya? Masih sayang nyawa soalnya,” terangku dengan nada kesal luar biasa.

“Tapi itu kotor.” Namun, si Ammar ternyata masih tidak mau   mengalah, membuat aku langsung mendelik garang ke arahnya.

“Kan, saya udah bilang. Kotor itu bisa dicuci. Nggak harus dibuang! Ngerti nggak, sih! Dasar anak sultan!”

Ammar pun lalu menaikan bahunya acuh, sebelum melangkah begitu saja meninggalkan aku keluar butik ini.

Ish, dasar cowok nggak jelas. Udah tadi maksa orang ke sini seenaknya, nyuruh butik yang udah tutup buka lagi, beliin baju orang tanpa minta pendapat. Sekarang dia malah ninggalin aku gitu aja. Nih cowok maunya apa coba?

“Hey, kenapa masih di sana? Ayo pulang! Atau ... ada yang ingin kamu beli lagi?” tanya Ammar saat menyadari aku belum mengikutinya.

Aku menggeleng cepat, sebelum bergegas mengekorinya agar tidak di tinggalkan. Duh, ya Ampun. Mimpi apa aku ketemu cowok pemaksa kayak gini. Setelah memastikan aku sudah duduk dengan nyaman di mobilnya, Ammar pun langsung menjalankan mobilnya menjauh dari butik tersebut.

“Beri tahu alamatmu,” katanya kemudian, saat mobil sudah di jalan raya.

“Ngapain nanya-nanya alamat? Mau ngapel?” sahutku galak. Masih sangat kesal dengan sikap pemaksa anak sultan ini.

“Tentu saja mau antar kamu pulang. Mau apa lagi? Ini sudah malam, dan tidak baik seorang wanita pulang sendirian.”

Oh, itu toh maksudnya. Lah, aku udah kepedean aja mau di apelin nih bule sultan. Eh, tapi ....

“Lha? Si Nur, kan, masih di kelab, Pak. Gimana, dong? Saya nggak mungkin ninggalin dia,” ungkapku saat ingat keberadaan si Nur.

Lah, iya. Kok aku bisa lupa alasan aku keluar kayak maling malam ini, ya? Duh, parah banget. Semua gara-gara pesona pria sebelahku yang semakin mengkhawatirkan, Pemirsa!

“Kamu tenang saja, Tylor sudah mengantar teman kamu itu ke apartemennya.”

Eh, kok?

“Lho, emang Tylor-Tylor itu tahu alamat tema saya?” kepoku kemudian.

“Tahu dari KTP yang ditinggalkan temanmu sebelum masuk kelab.”

Maksudnya?

“Sudahlah, kamu nggak akan ngerti meski saya jelasin juga. Karena itu memang bukan dunia kamu, kan? Jadi, tidak usah ingin tahu lagi. Sekarang lebih baik kamu sebutkan alamatmu, supaya saya bisa mengantar kamu secepatnya,” lanjut Ammar seperti tahu apa yang aku pikirkan saat ini.

Ih, kok dari tadi dia kayak cenayang, ya? Namun, aku pun tak berkomentar lagi, memilih diam dan menimbang alamat mana yang akan kuberikan pada Ammar. Akan tetapi, sepertinya jam segini aku nggak mungkin balik ke rumah Emak Kanjeng lagi deh. Bisa-bisa leherku digorok kalau ketahuan udah kelayaban malam-malm. Iya, kan? Jadi, mending cari jalan aman aja.

“Saya balik ke apartemen Nur aja, deh. Saya takut dia kenapa-napa.” 

Aku pun mencoba mencari alasan logis pada Ammar, agar dia tidak curiga dan bertanya kenapa aku nggak pulang ke rumahku saja.

“Alamatnya?”

“Lha? Katanya tadi tahu.”

“Yang tahu itu Tylor, bukan saya.”

Eh? Benar juga, sih. Kenapa aku semakin lemot kalau bicara sama Ammar, ya? Aku pun segera memberitahu alamat si Nurhayati padanya, agar pertemuan ini segera berakhir.

Bukannya aku nggak suka bertemu makhluk ganteng seperti Ammar. Ck, munafik kalau aku bilang seperti itu. Aku suka, kok. Senang malah punya kenalan bule kayak dia. Ganteng pula, kan? Siapa coba yang nggak bangga? Cocok banget pokoknya buat di pamerin ke mana-mana, khususnya pas kondangan ke tempatnya mantan.

Ugh ... aku yakin si mantan auto kesal kalau kita dapat yang lebih wow dari dia. Percaya deh! Ya, itu penampakan luarnya. Tapi di balik semua itu ... Anehnya aku merasa Ammar ini sedikit menakutkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kanjeng Ratu Minta Mantu   Last Extra part

    *Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya

  • Kanjeng Ratu Minta Mantu   Extra part 2

    Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka

  • Kanjeng Ratu Minta Mantu   Extra part

    *Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro

  • Kanjeng Ratu Minta Mantu   Bab 57

    *Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?

  • Kanjeng Ratu Minta Mantu   Bab 56

    *Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan

  • Kanjeng Ratu Minta Mantu   Bab 55

    *Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status