Beranda / Fantasi / Kanuragan Jati / Kecepatan Angin

Share

Kecepatan Angin

last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-11 16:19:47

Hari kedua Wira bermeditasi, auranya semakin pekat dan kuat. Gerakan tangan semakin selaras dengan aliran energi dalam tubuhnya.

Sesekali muncul fluktuasi energi keluar tubuh dan membentuk pusaran-pusaran angin kecil. Dalam beberapa nafas, pusaran itu menghilang lagi.

Di luar goa, pepohonan bergoyang hebat. Menari dan mengikuti irama. Senada dengan gerakan angin di dalam goa.

Ki Santarja memperhatikan dengan seksama dan mengangguk beberapa kali.

'Sungguh anak yang berbakat. Tidak salah aku menerimanya sebagai murid.'

Lonbur terbang mendekat dan memberikan sekantung bunga senggani pada Ki Santarja. Melihat sekilas pada sahabatnya, lalu dia keluar dari goa lagi.

“Sepertinya kamu akan segera naik ke alam Adhikara Madhyama. Stabilkan terus dan padatkan energimu. Misteri kekuatan angin mulai kau kuasai.“ Ki Santarja berkata dengan suara dalam membimbing meditasi Wira.

Di hari ketiga, pusaran angin di sekitar Wira semakin kuat dan cepat. Hingga seluruh ruangan dalam goa terpengaruh.

Rambut dan pakaian Wira berkibar hebat karena angin yang berputar seirama gerakan tangannya.

Saat mencapai titik kritis, keringat mengucur deras di dahi dan langsung kering seketika karena angin.

Dalam periode beberapa tarikan nafas, perlahan gerakan Wira melambat dan semua fluktuasi angin seolah meresap ke dalam tubuhnya.

“Selamat, kau telah mencapai kanuragan Adhikara Madhyama yang sesungguhnya. Bukalah matamu!“ ucap Ki Santarja.

Saat ini Wira baru saja benar-benar menerobos ke alam Adhikara Madhyama, setelah beberapa waktu lalu dalam emosinya yang memuncak, kekuatannya telah mendekati alam kanuragan itu. Setelah penerobosan, dia harus menstabilkan dulu kekuatannya.

Mengikuti bimbingan dari gurunya, Wira perlahan membuka mata dan menghaturkan hormat.

“Terima kasih, Guru. Atas bantuan dan bimbinganmu.“

“Bejana airku sudah kosong lagi. Ayo segera penuhi lagi. Gunakan kakimu sendiri jangan mengandalkan bantuan orang lain. Dan jangan terlalu lama!“

“Sendika dawuh, Guru!“

Berpikir sejenak, Wira mencari kantung kulit yang sebelumnya untuk memgambil air, ternyata tidak ditemukan di sekitar goa. Dia segera mencari ke luar dan hanya menemukan 2 saja.

“Kemarin bawa 5 kantung saja bisa 20 kali bolak-balik ditambah 1 kali sudah dibawa sebelumnya. Kalo cuma 2 kantung, berapa lama lagi? Nanti bisa-bisa guru marah lagi.“ Wira mulai berpikir keras dan terdiam.

“JANGAN BANYAK MIKIR! AYO CEPAT!“ terdengar teriakan keras menggema dari dalam goa.

Dengan kaget, Wira segera berlari ke arah sumber air hanya berbekal 2 kantung air saja. Larinya lebih kencang dari sebelumnya, karena energinya saat ini memang masih berlimpah.

Saat sampai di sumber air yang sebelumnya. Ternyata alirannya tidak sederas biasanya.

Mengisi satu kantung saja butuh waktu cukup lama. Sampai sempat untuk bermeditasi di pinggiran sumber itu.

Dalam meditasinya, Wira mendengar suara aliran air lebih deras di kejauhan. Dia memfokuskan indra spiritualnya, dan menemukan sumber air lain di sisi lain lereng itu.

Wira membuka mata saat kantung pertama terisi penuh, lalu mengganti dengan kantung lainnya dan kemudian bermeditasi lagi. Dan setelah kedua kantung penuh, dia segera kembali ke goa dan menuang airnya ke dalam bejana.

Saat keluar lagi, dia menuju arah yang dia lihat dalam meditasi. Walau jaraknya lebih jauh, tapi dengan debit air yang lebih besar, dia yakin lebih cepat menyelesaikan tugasnya.

Wira segera berlari dengan lebih cepat. Kali ini energi spiritualnya juga membantu dalam berlari. Di jalan menurun, hanya butuh waktu setengah ghatika dia sudah sampai di lokasi yang lebih jauh. Dan saat kembali pun sama, walau jalannya menanjak.

Seiring waktu, setelah lebih dari sepuluh kali Wira turun dan naik di lereng itu, kecepatannya semakin meningkat. Yang awalnya setengah ghatika untuk sekali jalan, akhirnya bisa satu ghatika untuk turun, mengisi air lalu kembali lagi.

“Ayo cepat, jangan kelamaan!“ Ki Santarja kembali membentak Wira.

“Hampir penuh, Guru! Sekali jalan lagi selesai!“

Wira langsung pergi dan kembali lagi untuk menyelesaikan tugasnya.

Setelah selesai Wira segera melapor pada gurunya, Ki Santarja mengangguk.

“Bagus, kecepatan larimu semakin meningkat.“

“Maaf, Guru. Kantung air saya hilang 3, jadi saya harus lebih bekerja keras dalam memenuhi bejananya.“

“Kantung itu tidak hilang, hanya saya yang menyimpan. Agar kamu lebih berlatih berlari lagi.“

“Karena elemen yang terkandung gunung ini adalah udara atau angin. Begitu juga yang orang tua ini kuasai, maka kamu juga harus menguasainya. Setiap tugas yang saya berikan, merupakan langkah-langkah awal dalam menguatkan dasar kanuraganmu. Sekarang, kamu sudah di alam kanuragan Adhikara Madyama atau tingkat menengah dan kekuatan fisik serta vitalitasmu telah ditingkatkan, sudah saatnya kamu mempelajari ajian ini.“ Ki Santarja menyerahkan sebuah slip lontar pada Wira.

“Dengan ini, kamu bisa berjalan sangat cepat seperti aliran angin. Segera pelajari dan sempurnakan!“

“Sendika dawuh, Guru.“

Wira segera duduk bersila dan membaca slip lontar yang baru diterimanya. Dalam lembaran lontar itu, terdapat beberapa mantra ajian yang bernama 'Aji Saipi Angin'. Dalam waktu hanya dua ghatika, Wira sudah menghafal betul bacaan mantranya.

Sambil merapalkan mantra dalam hati, Wira memejamkan mata dan memulai periode meditasi lagi. Dengan posisi awal duduk bersila dan tangan diletakkan di atas paha denga jari tengah ditempelkan dengan ibu jari. Fluktuasi angin mulai bergerak disekitar tubuh Wira.

Perlahan, tangannya bergerak mengikuti aliran energi dalam tubuh. Tarikan nafas semakin dalam dan teratur. Suasana goa menjadi begitu hening dan sepi.

Tanpa disadari, dalam 5 ghatika saja, tubuh Wira sedikit terangkat dari atas tanah tempatnya duduk. Walau tidak terlalu tinggi, itu adalah perkembangan yang pasti.

Sementara di tempat lain, Lonbur telah mendapat tugas untuk pergi mencari sarang rayap. Dia pergi menelusuri hutan belantara bermodal sebuah kantung kain milik Wira.

Sarang rayap atau biasa disebut 'unur' bukanlah sesuatu yang mudah dicari di dalam hutan. Itu tersembunyi dan tampak seperti gundukan tanah biasa.

Entah sudah berapa jauh, Lonbur telah terbang juga berlari. Membuka beberapa gundukan dedaunan yang ternyata kadang-kadang hanya tumpukan daun kering saja atau malah sarang binatang buas.

Suatu ketika, Lonbur dikejar 'blacan', kadang ia juga bertemu dengan ular.

Berkat kekuatan mimikrinya, dia bisa terhindar dari bencana beberapa kali.

Belum juga mendapatkan apa yang dia cari, tiba-tiba turun hujan cukup deras. Lonbur berhenti dan istirahat di atas dahan pohon besar yang cukup tinggi dan aman.

Dia menempel di ketiak pohon besar, lalu merubah warna kulitnya hingga menyatu dengan warna pohonnya.

Walaupun Lonbur adalah bangsa bunglon dan masih satu jenis dengan 'tlerep' atau cicak pohon dan juga tokek. Dia tetap berhati-hati saat bertemu mereka.

Hujan reda saat hari mulai gelap. Menghela nafas, Lonbur mulai bergerak. “Syukurlah, hujannya tidak sampai malam.“

Mata seekor bunglon adalah salah satu keistimewaan lain. Selain bisa melihat ke arah yang berbeda, itu juga cukup mampu melihat dalam gelap.

Dalam remang-remang penglihatan mata Lonbur, dia melihat beberapa makhluk kecil terbang mengejar arah cahaya. Makhluk ini biasanya keluar setelah hujan. Lonbur langsung berbinar senang. “Ah itu dia! Akan ku ikuti arah datang mereka saja, pasti kan ku temukan sarangnya!“

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kanuragan Jati   Gadis di Pasar

    “Kalian tidak akan bisa meninggalkan tempat ini!” Seorang pemimpin penjaga berteriak sambil mengacungkan pedang panjangnya ke arah pria dan wanita muda di mulut gua.“Tangkap mereka!” lanjutnya.Tiga orang penjaga lain menyiapkan senjata mereka dan segera menyerang ke arah pria dan wanita muda yang tidak lain adalah Wira Soma dan Ratih. Seorang pendekar pemanah dan seorang wanita yang tampak biasa.Lonbur, seekor bunglon bersayap yang luput dari perhatian para penjaga segera terbang ke sisi gua.Dalam pertarungan jarak dekat, Wira mengandalkan sebilah pedang kecil dan juga batang busur panahnya sebagai tongkat. Dia bersiap pada setiap serangan para musuhnya.Sementara Ratih, dia berbalik memunggungi Wira untuk berjaga dari serangan menjepit dari arah belakang dengan bibir seperti merapalkan sesuatu.Tiga orang penjaga yang menyerang dari depan langsung berhadapan dengan Wira Soma dan pedang pendeknya. Serangan pedang dan golok sesekali menghampirinya, tapi dengan busur di tangan, peda

  • Kanuragan Jati   Penyergapan di Pintu Keluar

    Mengikuti arah getaran pada pusaka Pring Petuk, Wira Soma dan kawan-kawan ternyata telah berbelok dari arah pusat kota kerajaan. Mereka menuju ke kaki gunung. Melewati ngarai yang dalam dan tebing terjal di sepanjang jalan.Alam di sekitar area ini seperti tak pernah dijamah manusia. Tebing berbatu dipenuhi lumut yang tebal, semak-semak tinggi menutupi jalan setapak.“Ke arah mana sebenarnya kita ini, Kang? Bukannya kamu bilang mau ke kota kerajaan?” Ratih mulai tak sabar untuk bertanya.“Aku hanya mengikuti arah yang ditunjukkan oleh pusaka ini. Sepertinya dia mendeteksi tempat persembunyian Ratu Angin Hitam atau pengikutnya.” Wira menggenggam Pring Petuk di tangan kanannya dan menggerakkan ke menghadap beberapa arah, potongan bambu itu akan terus bergetar dengan kekuatan yang lebih lemah saat Wira mengarah ke dalam ngarai yang lebih gelap.Memasuki lembah terdalam, aura mistis semakin terasa. Lonbur yang sebelumnya bersantai di pundak Wira, dia melompat ke pundak Ratih. “Nyai! Apaka

  • Kanuragan Jati   Pring Petuk Mulai Menunjukkan kekuatan

    Wira tetap teguh. "Kekuatan dan kehormatan tidak bisa dibeli dengan uang," katanya. "Pring Petuk ini adalah anugerah dari alam dan hasil dari kerja keras. Aku tidak akan pernah menjualnya."Para pendekar lain mengangguk setuju, menghargai prinsip dan integritas Wira. Pria kaya itu akhirnya pergi dengan rasa malu, meninggalkan Wira, Ratih, dan Lonbur dengan kebanggaan yang semakin kuat.Semua yang hadir tahu, bahwa mereka memang tidak cocok untuk mendapatkan pusaka sakti itu. Banyak dari mereka telah mencoba tapi tak sedikit yang gagal. Bahkan ada yang terluka parah sampai ada juga yang tewas. Hingga akhirnya hanya pendekar pemanah yang datang terakhir ini yang berhasil memenangkan pertarungan.Dengan Pring Petuk yang kini ada di tangan mereka, Wira dan Ratih melanjutkan perjalanan mereka. Mereka tahu bahwa tantangan yang lebih besar masih menanti di depan. Namun, dengan tekad dan semangat yang tidak pernah pudar, mereka siap menghadapi apapun yang datang.Mengingat tujuan awal Wira So

  • Kanuragan Jati   Tuan Yang Sombong

    Sejak tiba, karena masih ada beberapa orang lain yang sedang berusaha mendapat Pring Petuk, Wira Soma langsung duduk di dekat lokasi rumpun bambu gading dan mulai bermeditasi.Di dalam kedalaman meditasinya, dia mendapatkan petunjuk spiritual yang mengejutkan bahwa sosok penjaga Pring Petuk sebenarnya adalah makhluk yang sangat sakti dan independen. Makhluk itu tidak hanya menjaga pring petuk dengan kekuatan fisiknya, tetapi juga dengan kekuatan spiritual yang mengikat pada batang bambu tersebut.Tentu saja Wira tidak mendengar informasi tentang beberapa kejadian yang telah terjadi sebelumnya dari diskusi di sekitar.Saat Wira terbangun dari meditasinya dia mendapat pemahaman yang baru.Ratih segera melaporkan hasil penyelidikan pada makhluk mistis di sekitar area pada Wira Soma, sehingga Wira semakin paham situasinya.Dia menemukan seekor ular yang tampak menempel di batang bambu gading di dekat ruas yang terjadi petuk. Dalam pandangan sekilas ular itu tampak samar, bisa dianggap han

  • Kanuragan Jati   Kemunculan Bambu Bertuah

    “Terima kasih, Ki!“ Wira Soma menagkupkan tangannya mengangguk pada Ki Mantep.Ki Mantep mengangguk dan juga tersenyum lalu perlahan menghilang kembali.Suasana di desa kembali damai sekali lagi. Penduduk desa bersukacita dan berterima kasih kepada Wira, Ratih, dan Lonbur atas kepahlawanan mereka. Tanpa disadari, sosok legenda yang telah membantu sebelumnya telah menghilang seolah tak pernah muncul.Namun, di balik kegembiraan, perasaan yang berbeda mulai tumbuh di antara Wira dan Ratih.Ratih, gadis desa yang memiliki kemampuan khusus dalam berkomunikasi dengan makhluk-makhluk mistis, merasakan getaran aneh saat bersama Wira. Dia mulai merasa tertarik pada pemuda itu, tetapi Wira masih ragu-ragu.Wira masih terbayang akan Dewi Meru, teman masa kecilnya yang selalu ada di sisinya. Meskipun ia merasakan getaran rasa spesial dari Ratih, namun ia merasa tidak pantas untuk melupakan Dewi Meru begitu saja.Mencoba mengingat sesuatu yang terlupakan, Wira akhirnya bertanya sambil berjalan, “

  • Kanuragan Jati   Ki Mantep Sang Legenda

    Setelah kemenangan mereka atas Ratu Angin Hitam, suasana di desa kembali tenang. Penduduk desa bersukacita dan mengucapkan terima kasih kepada Wira, Ratih, dan Lonbur atas pertolongan mereka. Penduduk mengadakan perayaan sebagai bentuk rasa syukur dengan mengadakan jamuan di halaman rumah sesepuh kampung.“Nikmatilah jamuan sekedarnya ini, Pendekar. Sebagai wujud ucapan terimakasih kami karena telah menyelamatkan warga kami dari kekejaman Ratu Angin Hitam.“ Sesepuh kampung tersenyum ramah mempersilakan untuk makan.“Terima kasih, Sesepuh! Kebetulan kami juga tengah menelusuri jejak pengaruh kekuatan kegelapan itu.“ Wira menceritakan tentang tugas perjalanan dari gurunya di kerajaan Toya Legi ini. Sejak ia mendapat tugas di Puser Bhumi, dilanjutkan menuju kerjaan ini. Misinya masih sama, membasmi kekuatan kegelapan khususnya para pengikut Dewa Gempurana. Namun di kerajaan Toya Legi ini, Wira Soma harus mencari petunjuk dan langkahnya sendiri.Di balik kegembiraan kemenangan yang sementa

  • Kanuragan Jati   Pertemuan dengan Ratu Angin Hitam

    Malam itu, di tepi hutan yang gelap, suasana menjadi semakin tenang, Wira dan Ratih merencanakan langkah mereka selanjutnya. Mereka duduk di sekitar api unggun kecil, sementara Lonbur, yang masih dalam wujud bunglon, bergelayutan di ranting pohon di dekat mereka."Kita harus mencari lebih banyak informasi tentang Ratu Angin Hitam dan sihir yang digunakannya," ujar Ratih dengan penuh tekad. "Mungkin ada petunjuk lain saat kita memasuki desa."Wira mengangguk setuju. "Kita harus siap untuk berhadapan dengan segala macam rintangan dan musuh yang mungkin kita temui di desa. Tidak boleh lengah."Kemretek suara kayu terbakar api unggun, menjadikan suasana lebih tenang malam itu.Saat mereka mengatur rencana, tiba-tiba Lonbur memperlihatkan sayapnya yang mengesankan. "Tidak perlu khawatir, saya pasti membantu," kata Lonbur dengan suara cemprengnya yang khas.Ratih terkesima melihat perubahan mendadak Lonbur. "Kamu benar-benar bisa berubah seperti itu?" Ratih heran.Lonbur mengangguk mantap.

  • Kanuragan Jati   Rekan Perjuangan Baru

    Hari mulai gelap di dekat gerbang perbatasan kerajaan Toya Legi. Lampu-lampu kecil dari potongan kayu damar telah dinyalakan. Dan sebuah api unggun menyala terang di dekat gerbang menghasilkan suara kemretek dari pembakaran kayu.“Malam ini kita akan makan sate rusa muda, Slur! Pasti mantap!“ Seorang penjaga gerbang memanggul rusa kecil yang masih sekarat, dia bersiap untuk memotong rusa itu.“Ah! Rusa sekecil itu! Mana cukup dagingnya buat kita semua, Kang!“ Penjaga yang lain malah protes. “Kenapa tak kamu ambil rusa besar itu saja? Walau kurus, pasti dagingnya lebih banyak daripada anak rusa ini!““Kalau mau, ayo bantu aku persiapkan buat sate saja! Tidak perlu protes! Yang tidak membantu, tidak kebagian!“ Penjaga yang memanggul rusa kecil menyiapkan golok untuk menyembelih rusa yang masih sekarat itu. Dia meletakkannya di tanah dan menghunus goloknya.…“Semoga mereka tidak berniat benar-benar memakan Lonbur yang kecil dan kurus itu,” gumam Wira pada diri sendiri di dekat api unggu

  • Kanuragan Jati   Nenek Renta Kesepian

    Di dalam goa yang luas, tiga orang terlihat duduk saling berhadapan. Dua diantaranya duduk di lantai yang lebih rendah, menghadap ke arah satunya.Goa itu cukup gelap, hanya sedikit cahaya remang-remang yang menerobos dari arah pintu masuk yang menjadi penerang suasana di dalam goa. Di sudut goa, terlihat ada sebuah bejana air yang cukup besar. Juga ada beberapa kantung kulit yang tergeletak.Sosok tua yang duduk di pelataran tinggi memulai berbicara.“Setelah ini, kalian pergilah ke arah barat daya. Masuklah ke negeri Toya Legi, di sana kalian akan mendapat petunjuk lainnya.“ Ki Santarja menampilkan gambaran samar melayang di udara. Gambaran bercahaya emas itu memperlihatkan sebuah peta menuju kerajaan di sisi barat daya.“Lonbur, kamu gunakanlah wujud besar sehingga Wira bisa naik di atas punggungmu. Supaya perjalanan kalian menjadi lebih cepat. Namun janganlah kalian terbang seperti itu di dalam wilayah kerajaan Toya Legi kalau Kanuraganmu belum bisa untuk terbang sendiri tanpa say

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status