Flashback 1"Nit, bisakah mulai saat ini Nita tinggal bersamamu?" ucap Mbak Linda saat acara kirim doa tiga puluh hari meninggalnya Bude Tutik."Tentu saja boleh, Mbak. Rumahku dan kampusnya Nita kan nggak terlalu jauh, dari pada berangkat dari sini," jawabku sambil tersenyum. Saat itu, aku tengah membantunya menyiapkan makanan untuk para tamu yang sedang mengaji."Terima kasih banyak ya, Nit. Jujur, aku tuh nggak kuat ngebiayain kuliahnya si Lisa, kamu tahu sendiri 'kan, suamiku hanya buruh pabrik biasa. Gajinya tiap bulan hanya cukup untuk beli susunya Rehan dan makan saja. Itupun di tanggal tua, aku kadang harus berhutang di warung tetangga," seloroh Mbak Linda seraya menaburi sepiring nasi soto yang sudah tertata, dengan irisan bawang goreng.Semua yang baru diucapkan oleh Mbak Linda itu, memang benar adanya. Menikah selama tiga tahun dengan Mas Rama, sepertinya tak pernah membuat hati Mbak Linda puas, karena mereka selalu hidup kekurangan, dan hanya tinggal di pondok indah mertu
Flashback 2"Dengar ucapan ibu, Nit. Jangan bawa dia masuk ke rumahmu, jika tak ingin menyesal dikemudian hari!" ucap Ibu tegas."Menyesal apaan sih, Bu? Aku nggak ngerti deh," sungutku lirih."Pokoknya, kamu harus mendengar ucapan ibu ini. Jangan bawa dia ke rumahmu, jika memang kamu ingin membiayainya, lebih baik kirimkan saja uangnya. Biar dia tetap tinggal bersama Linda, atau kalau tidak biarkan dia ngekost!" Ibu masih terus menatap tajam padaku."Tapi 'kan, dengan kedatangan Lisa, aku jadi punya teman gitu. Mas Budi 'kan sering keluar kota, kadang bisa sampai berminggu-minggu loh. Dia juga nanti pasti mau bantu-bantu aku nyelesaiin pekerjaan rumah, Bu," gerutuku karena menurutku, keputusan mengajak Lisa adalah benar."Kamu itu kalau dibilangin ibu nggak pernah mau dengar. Pokoknya, jangan pernah masukkan ular ke rumah kita, jika nanti tak ingin di gigit. Percaya pada Ibu, Nit. Ibu nggak ingin kamu menyesal nantinya. Jika kamu memang benar ingin menolong, lebih baik kirim ajaa uan
Flashback 3"Mas...mulai besok Lisa akan tinggal di rumah kita," ucapku saat kami dalam perjalanan pulang.Aku dari tadi, memang belum memberitahu Mas Budi tentang rencana mengajak Lisa itu. Karena kupikir, suamiku itu pasti tak akan menolak apapun keinginannku, toh rumah itu juga sudah atas namaku."Loh...kok tiba-tiba banget sih, Dek?" Mas Budi menoleh kepadaku, seakan dia tak suka dengan perkataanku barusan."Ya memang semua serba mendadak, Mas. Mbak Linda juga baru bilang pas acara kirim doa tadi, kalau dia tak lagi kuat membiayai kuliahnya Lisa. Dulu kan memang yang membiayai semuanya Bude Tutik, jadi kini saat beliau meninggal, tak ada lagi biaya untuk Lisa," ucapku sembari menoleh kepadanya.Sesaat suamiku itu hanya terdiam tanpa komentar, pandangan matanya lurus ke depan, sepertinya dia sedang berpikir, sembari memilin jenggotnya yang hanya seumprit itu."Memangnya kenapa sih, Mas? Kamu nggak suka jika sepupuku itu ikut tinggal bersama kita?" tanyaku lirih sambil terus menghad
***********************************Dia Masih Ingin KembaliTernyata aku menghabiskan waktu yang lumayan lama di kamar Lisa tadi, hingga kini kulihat jam dinding di kamarku menunjukkan pukul tujuh pagi. Gegas ku pesan taksi di sebuah aplikasi online untuk mengantar barang-barang milik Lisa dan Mas Budi. Agar aku tak lagi melihat barang yang membuat mataku kembali teringat dengan kelakuan pemiliknya saja.Sebenarnya, aku juga masih tak bisa berdiam di kamar ini, karena teringat saat semalam melihat pertempuran yang mereka lakukan tadi malam. Tapi, harus bagaimana lagi, ini rumahku, jadi rencananya aku akan mengubah kamar ini dengan suasana baru.Hari ini rencananya, aku akan langsung menggugat cerai Mas Budi, tak perlu lagi rasanya membuang waktu dengan percuma. Meski dia tak mau, aku akan tetap melakukannya, toh aku juga punya banyak bukti, yang bis membuat mejelis hakim bisa mengabulkan permintaanku.Setelah memesan aplikasi online, aku pun mulai mengecek kotak masuk di wa ku, ternya
Status Wa Berisi FitnahKutinggalkan chat dengan Mas Budi, tapi dia terus saja mengirimkan pesan. Namun tentu saja tak lagi kutanggapi, karena pasti isinya juga sama saja. Minta maaf, khilaf, tak mau berpisah, dan ujung-ujungnya hanya menyalahkan Lisa. Padahal sejatinya, mereka berdua itu kan sama saja, sama-sama mau, dan tentunya sama-sama murahan.Kali ini aku akan menghubungi ibu, mengatakan kalau nanti aku akan berkunjung kepada beliau, karena jika tak berkabar lebih dulu, biasanya ibu akan mengomel.Sebelum memghubungi ibu, hatiku lebih tertarik untuk melihat status wa terlebih dahulu. Biasanya suamiku itu amat rajin upload status, ntah itu tentang apapun, yang pasti setiap hari, update status seperti menjadi sebuah keharusan baginya.Benar kan dugaanku, Mas Budi ternyata memiliki banyak update-an status. Ada enam status yang dipasangnya, dan yang terbaru adalah dua menit yang lalu.'Jangan buat aku menderita seperti ini!''Ini hanya khilaf, tak akan pernah kuulangi lagi.''Beri
Bimbang Setelah Menggugat CeraiTerserahlah, apa nanti yang teman-teman di WAG katakan mengenai video yang kukirimkan. Kusenyapkan pemberitahuan dari grup ini selama satu hari, karena kurasa, pasti nanti akan ramai. Aku tak mau terganggu dengan pemberitahuan yang membuat handphoneku nantinya terus berbunyi.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh, kuletakkan handohone di nakas, dan aku pun segera membersihkan diri, dan bersiap menuju pengadilan agama.Entahlah, kali ini pikiranku hanya berisi, bagaimana caranya agar aku bisa lepas secepatnya dari laki-laki penghianat itu. Aku sungguh sudah tak bisa lagi memaafkannya. Jijik rasanya, jika mengingat perbuatanya dengan Lisa.Kini semua sudah siap, berkas untuk menggugat cerai, sudah kumasukkan ke dalam tas tangan. Sementara itu, seluruh tabungan, perhiasan dan surat berharga pun tak lupa kubawa. Dan temuan berharga dari kamar Lisa pun kubawa serta.Rencananya, semua barang berharga ini akan kubawa ke rumah ibu. Semuanya akan kuletakk
Harus Tetap WarasAku jadi bingung, apa yang kini harus kulakukan? Ucapan ibu barusan ada benaarnya juga, Mbak Linda dan Lisa memang patut diberi pelajaran. Namun, bisakah aku kembali hidup dengan Mas Budi, setelah penghianatan yang dia lakukan itu?"Maaf, Bu. Tapi bagiku, seorang lelaki yang dengan sadar berselingkuh dengan wanita lain, yang bahkan masih saudaranya sendiri itu rasanya tak pantas untuk dimanfaatkan," jawabku sambil menatap ke depan.Meskipun beliau adalah ibuku, namun jika pendapatnya tak sama dengan pendapaatku, maka tetap wajib bagiku untuk protes. Apalagi ini ada hubungannnya dengan hati, tak bisa main-main.Semua tak bisa dipaksakan, tak mungkin aku bisa kembali hidup dengan orang yang telah dengan tega menghianatiku. Membayangkan lagi pergumulan mereka di atas ranjangku saja, aku sudah jijik. Apalagi jika harus terus hidup berumah tangga, tak akan pernah bisa semua itu hilang dengan mudah dan sekejap mata dari pikiranku."Memang benar apa yang kamu katakan, Nit.
Stres Atau Hanya Akting Saja? (Ada Giveaway)Terlihat Mbak Linda saat ini sedang mengetik, pasti dia tak akan terima dengan isi dari chatku tadi. Padahal sesungguhnya itulah yang benar-benar terjadi. Tetapi mana ada sih maling yang mau mengakui perbuatannya? Jika pun sudah tertangkap basah, mereka pasti akan ber-alibi, seolah semua perbuatannya itu benar.Tak lagi kupedulikan chat dari Mbak Linda itu, karena aku ingin melihat dulu chat lainnya. Ada satu yang membuatku bingung dan penasaran, kemana perginya kontak.Lisa yang biasanya selalu update itu? Kenapa dia juga tak ingin memarahiku tentang kejadian semalam?Mungkin saja, gadis kecil itu kini telah memblokirku, benar-benar pengecut, jika memang itu terjadi. Sudah memantik api, tapi malah lari terlebih dahulu.Berikutnya, aku membuka chat dari Mas Budi, tetap saja dia terus merengek ingin kembali.[Dik, tolong kembalilah, aku benar-benar tak bisa hidup tanpamu. Aku janji semua akan lebih baik ke depannya. Aku akan membelikanmu sebu