Share

Takut Terluka Lagi

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-07-21 22:11:13

“Bu, matahari paginya bagus … kita jemur Aryana dan Rembulan sekarang aja ya?” Ima berujar dari ambang pintu.

“Oh boleh ….” Amara menggendong Rembulan lalu Ima menggendong Aryana dari box bayi.

Dua bayi mungil itu sudah wangi setelah tadi Amara memandikannya secara bergantian.

“Ibu mana?” Amara bertanya ketika berjalan di lorong dengan Ima setengah langkah di depannya.

“Ibu sudah di depan, Bu ….”

“Ooo ….” Amara bergumam.

Di halaman yang luas itu, bu Sumiati duduk di kursi roda bermandikan sinar matahari yang hangat.

Beliau tersenyum begitu melihat dua cucunya dibawa mendekat.

Amara dan Ima duduk di kursi kayu lalu membuka pakaian bayi-bayi itu agar sinar matahari langsung mengenai kulit mereka.

“Cucu Nenek … tampan dan cantik ….” Ibu Sumiati mencoba berkomunikasi.

Rembulan tersenyum sembari menendang-nendang kakinya sedangkan Aryana memejamkan matanya sembari menggeliat dalam pelukan Ima.

“Kayanya Aryana kekenyangan menyusu, Bu ….”

Amara mengangguk. “Iya … sampai kempes i
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
May_maya🌸
lagi thorrrrr ...
goodnovel comment avatar
MKA GAMING
syuka kl happy ending ..
goodnovel comment avatar
Adilah Ismail
tambahin babnya thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Takut Terluka Lagi

    “Bu, matahari paginya bagus … kita jemur Aryana dan Rembulan sekarang aja ya?” Ima berujar dari ambang pintu.“Oh boleh ….” Amara menggendong Rembulan lalu Ima menggendong Aryana dari box bayi.Dua bayi mungil itu sudah wangi setelah tadi Amara memandikannya secara bergantian.“Ibu mana?” Amara bertanya ketika berjalan di lorong dengan Ima setengah langkah di depannya.“Ibu sudah di depan, Bu ….” “Ooo ….” Amara bergumam.Di halaman yang luas itu, bu Sumiati duduk di kursi roda bermandikan sinar matahari yang hangat.Beliau tersenyum begitu melihat dua cucunya dibawa mendekat.Amara dan Ima duduk di kursi kayu lalu membuka pakaian bayi-bayi itu agar sinar matahari langsung mengenai kulit mereka.“Cucu Nenek … tampan dan cantik ….” Ibu Sumiati mencoba berkomunikasi.Rembulan tersenyum sembari menendang-nendang kakinya sedangkan Aryana memejamkan matanya sembari menggeliat dalam pelukan Ima.“Kayanya Aryana kekenyangan menyusu, Bu ….”Amara mengangguk. “Iya … sampai kempes i

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Mulai Membenahi

    Langit dataran tinggi mulai memerah, menandakan sore yang sebentar lagi tumbang menjadi senja. Udara yang sebelumnya hangat mulai menggigit, mengirimkan aroma kayu lembap dan embun ke dalam sela-sela jendela villa.Arga berdiri di teras samping, menatap bentangan hijau yang tak asing baginya padahal baru sehari singgah. Di dalam pelukannya, rasa haru bertemu Rembulan masih menggantung. Tapi ia tahu waktunya sudah habis. Ia harus pulang.Ia melangkah masuk, mendekati Ima yang sedang membersihkan ruang tamu.“Ima, bisakah kamu… panggilkan Amara? Aku mau pamit,” ucap Arga pelan namun tegas.Ima menatapnya sejenak, membaca ketulusan itu, lalu mengangguk. “Saya panggilkan dulu, Pak.”Tak lama kemudian, suara langkah pelan terdengar dari koridor kamar. Amara muncul dengan wajah tenang tapi dingin. Rambutnya disanggul seadanya, matanya letih namun masih menyimpan bara yang tak padam. Ia duduk di ujung sofa panjang, menjaga jarak aman dari Arga.“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanyanya

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Akhirnya Bertemu Kembali

    Mobil hitam itu berhenti perlahan di depan sebuah villa kecil di dataran tinggi—bangunan sederhana tapi hangat, dikelilingi pohon-pohon cemara yang menjulang seolah menjaga ketenangan penghuninya.Amara turun lebih dulu sambil menggendong bayi laki-laki yang masih tertidur pulas. Arga menyusul, sedikit kikuk, membenarkan kerah bajunya meski udara tak terlalu dingin. Matanya menatap villa yang tak asing lagi, meski baru sekali ia lihat.Pintu terbuka sebelum mereka sempat mengetuk. Ima, sang perawat, berdiri di ambang dengan ekspresi terkejut. “Bu Amara?” serunya pelan, kemudian matanya melebar saat melihat siapa yang berdiri di belakang wanita itu. “Pak Arga…?”Amara hanya mengangguk pelan. “Apa Rembulan sudah bangun?”“Belum, Bu … masih tidur nyenyak. Tadi malam agak rewel, tapi sekarang tenang,” jawab Ima sambil membuka pintu lebih lebar. “Masuk Bu … saya sudah masak makan siang.” “Makasih ya Ima ….”Amara melangkah duluan, sementara Arga berhenti sejenak di ambang pintu.“P

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Dua Kali Kecewa

    Keluar dari ruang laboratorium, mereka tak bicara sepatah kata pun. Hanya suara langkah kaki yang menggema di koridor dan sesekali isak tangis samar dari ruang NICU di sebelah menemani diam yang terlalu berat untuk dipecah.Arga sesekali melirik Amara yang mendekap bayi laki-laki di gendongannya. Wajah Amara terlihat pucat, tetapi tatapannya kuat—diam-diam membangun benteng agar tidak runtuh lagi. Arga tahu, kebisuan ini bukan bentuk damai, melainkan sisa luka yang belum siap disembuhkan.Langkah mereka sampai di lobi rumah sakit.Dan di sanalah mereka melihatnya.Sebuah televisi 60 inci tergantung di dinding, memutar siaran langsung berita siang. Di layar terpampang headline merah menyala dengan tulisan besar:“Putri Keluarga Wibisono Terlibat Jual Beli Bayi—Resmi Ditahan Bersama Sindikat Braga!”Gambar beralih. Alena, mengenakan baju tahanan oranye dengan tulisan Tahanan Polda Metro, berjalan tertunduk diapit dua polisi wanita. Di sebelahnya, Br

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Pembalasan

    Langkah kaki Amara dan Arga bergema lembut saat mereka berjalan berdampingan di lorong rumah sakit, masing-masing menggendong beban yang berbeda.Amara dengan bayi di pelukannya, Arga dengan rasa bersalah dan harapannya.Di depan ruang Laboratorium Genetik, seorang suster muda menyambut mereka.“Selamat pagi, Bapak dan Ibu. Silakan masuk. Dokter sudah menunggu,” katanya ramah.Mereka masuk ke dalam ruangan bernuansa putih dengan alat-alat medis canggih dan suasana yang hening. Seorang pria paruh baya berkacamata, mengenakan jas laboratorium putih, berdiri menyambut mereka.“Dokter Darwan,” Arga memperkenalkan, “Ini Amara, dan… bayi yang ingin kami pastikan identitasnya.”Dokter Darwan tersenyum sopan. “Baik. Kami akan melakukan tes DNA standar dengan metode PCR. Kami butuh sampel darah dari bayi dan dari Ayah biologis—dalam hal ini, Anda, Pak Arga. Jika nanti bayi ini adalah anak kandung Anda, maka kemiripan genetik akan muncul secara signifikan. Jika tidak, maka kami juga akan

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Luar Biasa

    Aroma sedap dari dapur menguar ke seluruh rumah.Amara terbangun pelan, tubuhnya terasa sedikit pegal, tapi perasaannya jauh lebih ringan daripada malam sebelumnya. I menoleh ke samping. Bayi lelaki itu masih tertidur, napasnya pelan dan tenang, seolah rumah ini benar-benar memberinya rasa aman.Perlahan, Amara bangkit dan pergi ke dapur untuk mencari air hangat. Tapi sebelum ia sempat sampai, suara yang sangat ia kenal menggema dari balik meja dapur.“Ya Tuhan … ini mimpi bukan sih? Bu Amara?!” seru Bi Eti sambil memegang piring berisi salah satu menu sarapan pagi. Amara menghentikan langkahnya. “Bi Eti .…”Perempuan paruh baya itu langsung meletakkan piringnya dan memeluk Amara dengan air mata mengalir di pipinya. “Bu … saya pikir Ibu enggak akan pernah balik lagi ke rumah ini.”Pelukan itu hangat dan tanpa syarat. Amara sempat tercekat, tapi ia membalas pelukan itu dengan hati yang tak bisa ia bendung.“Saya cuma semalam, Bi. Enggak tahu akan balik ke sini lagi atau engga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status