"Arghhhh!!! Panas, sakit. Kamu jangan diam aja dong, mas!" Jerit Marni, merasakan panas yang luar biasa seperti terbakar di area sensitif membuat perempuan itu menangis histeris bukan main.
Faiz pun segera berlari setelah menggunakan pakaian lengkap mencari keberadaan sang istri. Entah apa yang akan di lakukan pria itu mencari Aluna. "MAS FAIIZ CEPAT!!" rancu Marni meninggikan suaranya. Faiz segera datang menghampiri sang pujaan hati yang masih dalam keadaan b e r t e l a n j a n g tanpa menggunakan apapun. Dia baru saja membujuk sang istri meminta bantuan nya untuk membawa Marni ke klinik terdekat. Rasa khawatir padanya begitu kentara terlihat dari wajah tampan Faiz. "Gimana, mas? Kamu mau 'kan bawa aku ke klinik?" Marni menatap mata lelaki di depan nya. Memohon agar dirinya segera mendapatkan pertolongan. "M-maaf, Mar. Aluna tidak memberikan kita akses keluar dari rumah ini," sesal Faiz. Lelaki itu menundukkan wajahnya tidak berani menatap sang kekasih. Deg. Pandangan Marni mulai kabur seiring dengan cairan bening menguap di pelupuk mata. Merasakan sakit di sekujur tubuh membuat Marni reflek memegang kuat pada lengan Faiz. Buliran buliran bening terasa menetes pada kulit Faiz seiring dengan cengkramannya. Walaupun gadis itu tidak lagi histeris seperti tadi, namun Faiz bisa merasakan betapa menyakitkan rasa perih juga panas menjalar di sekujur tubuh Marni. "Jangan menangis,.. Aku gendong, kita ke klinik," Faiz mengusap air mata Marni yang terus mengalir tanpa berhenti. Perempuan itu menatap manik mata Faiz dengan lekat seolah menyalurkan rasa sakit yang luar biasa dia rasakan. Cup. Faiz m e n g e c u p singkat pelipis Marni, menguatkan gadis itu agar menahan sebentar saja rasa sakitnya. Setelah menutup t u b u h polos Marni menggunakan selimut Faiz membawanya keluar dari kamar. Mengingat Aluna berada di ruang keluarga ia pun berjalan ke arah pintu samping rumah yang kebetulan tidak di kunci. "Tunggu disini dulu, ya. Aku pesan taksi," kata Faiz menurunkan Marni dalam gendongan lalu menududukkan nya di bangku panjang. Beberapa menit berlalu sebuah taksi datang tepat di samping rumah tetangganya, ia tidak mau jika sang istri mengetahui jika dia membawa Marni diam-diam. Klinik Permata "Makasih ya, mas.. Kamu uda bawa aku berobat," Marni menatap sang kekasih penuh cinta. Perempuan itu merasa jika dia benar-benar sepenuhnya mendapatkan Faiz. Tidak hanya soal r@nj a n g saja dia bisa menguasai pria di sampingnya itu. Namun, kini hatinya bisa sedikit Marni kuasai. Ting. Terdengar notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel Faiz membuat pria itu menatap tajam. [Berani juga kamu bawa dia berobat, mas? Apa kamu tidak takut jika video kalian aku kirim ke group kelurga ~ Istriku] "Sialan!" umpat Faiz. Menutup ponselnya. "Kamu mau kemana, mas?" melihat Faiz panik membuat Marni bertanya-tanya. "Kamu di sini dulu, ya. Aku ada urusan," jawab Faiz. Dia sangat buru-buru keluar dari klinik. ** "Mau kamu apa sih, Lun? Kamu ngancam suami kamu sendiri?" Ya, tebakan Aluna benar hanya dalam hitungan menit saja Faiz langsung datang menemui dirinya. Payah sekali pikir nya, hanya baru di gertak begitu saja Faiz merasa di ancam. "Kamu merasa terancam, mas? Masa sih... Tapi, kalau emang iya kenapa?" Aluna mencondongkan tubuh menatap manik mata Faiz sinis. "Sayang, aku mohon. Jangan kamu kirim video itu ke group keluarga, ya? Gini, kamu mau apa dari aku biar aku belikan," Faiz mencoba bernegosiasi. "Aku gak butuh apa-apa, mas. Lagian kalau pun kamu membeli sesuatu sudah pasti uang aku, 'kan?" Deg. "Sayang, dengerkan.. Aku hanya kasian saja sama Marni, sambal cabe yang kamu oleskan itu bisa membuat dia terluka parah," "Oh, jadi kamu menyalahkan aku, begitu?" "Bukan.. Bu-," belum sempat Faiz menjelaskan kembali Aluna memotong ucapan nya lagi. "Aku gak peduli!" jawab Aluna dengan tegas. Dia berdiri membelakangi suaminya lalu menunjukkan video syur itu hanya dalam hitungan detik rekaman akan segera terkirim pada group keluarga membuat Faiz melotot tak percaya. "J-jangan sayang, aku mohon," Faiz terus saja memohon namun Aluna peduli apa ia menekan tombol dan terkirim. Ting. Ting. Ting. Deretan pesan terdengar masuk ke dalam ponsel masing-masing. [Apa yang kamu kirim Aluna? Memalukan!] [Wihhh jago juga si Faiz, main nya] [Wah... Gak bener ini! Masa kalah sama Marni, sih] [Faiz! Keterlaluan kamu, hah! Masa sama si Marni, sih.] Berbagai pesan di tunjukkan untuk sang suami membuat hati Aluna merasa sedikit lega, akhirnya ada juga yang berpihak pada dirinya. Ia berpikir jika ibu mertua serta ipar-ipar nya akan mendukung perselingkuhan anaknya itu. "Sudah p U @ s kamu, Aluna?!" Faiz menatap nyalang.Beberapa tahun kemudian Faiz pun sembuh dari penyakitnya pria itu benar-benar menjaga dan juga mengkonsumsi obat herbal dan non herbal di rekomendasikan oleh dokter. Ia dan keluarganya pindah ke sebuah perkampungan dimana daerah tersebut masih asri dan juga banyak pondok pesantren. Faiz pun mulai mengikuti semua kegiatan di pondok pesantren guna mendamaikan hatinya yang belum bisa move on sepenuhnya dari Aluna. Bahkan pria itu ketika mereka masih berada di jakarta masih suka bulak balik ke klub malam demi mengusir rasa suntuk. Ayu menggiring anak serta cucunya untuk keluar dari kota tersebut demi kesembuhan keduanya. Terbukti setelah Faiz melakukan kegiatan postif ia akhirnya bisa benar-benar sembuh. "Assalamualaikum, Bang Faiz." ia menoleh melihat siapa yang datang. Pria itu pun menghentikan aktivitasnya sejenak. "Waalaikumsalam, iya dek. Ada apa?" jawab Faiz pada santri itu. "Abang di panggil pak Kiayi katanya suruh kesana." Deg. 'Ada apa ya?' batin Faiz. "Oh
Perkataan Ayu membuat pria berusia hampir memasuki kepala empat itu terdiam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini hingga membuat Faiz menunduk dalam-dalam.Isak tangis terdengar oleh Ayu membuatnya paham jika putranya tengah menyesali perbuatannya selama ini. Bahkan tidak hanya isak tangis berganti menjadi rancuan kalimat kalimat menyakitkan keluar dari mulut Faiz."Ampuni aku ya allah....," lirih Faiz dalam sujudnya.Setelah beberapa menit Faiz keluar dengan mata yang memerah bengkak karena menangis. "Bu, apa aku bisa bertemu dengan Aluna?" tanyanya."Aluna? Ibu gak tau kabar dia sekarang Iz.. Mungkin aja dia sudah menikah lagi. Tapi, kenapa kamu tiba-tiba ingin bertemu dengannya lagi?" Ayu penasaran."Aku hanya ingin meminta maaf. Itu saja bu gak ada mksud yang lain," "Papa, nangis?" suara Putra mengalihkan semuanya. Faiz pun segera memeluk anaknya menumpahkan segala rasa yang ada di dalam dirinya.Tidak peduli dengan apa yang dokter katakan dia hanya ingin meminta orang-ora
Ayu tidak tahu memberi tahu seperti apa pada putranya. Apa dia lebih baik tidak memberi tahu akan hal itu? Batin Ayu bertanya-tanya, namun jika dia tidak memberi tahu Faiz sudah pasti dirinya akan semakin merasakan sakit oleh penyakit yang di deritanya.Kebimbangan yang di rasakan oleh Ayu terlihat oleh Fani yang kini tengah memperhatikan dari dalam kamar."Bu." tegur Fani."Eh, iya Fan?" Ayu menoleh, perempuan paruh baya itu menoleh lalu menghampiri Fani dan cucunya."Ada masalah?" tanya Fani lagi, namun Ayu menggelengkan kepala tersenyum pada putrinya.Biarlah ini menjadi rahasia dirinya semoga apa yang di takutkan tidak terjadi. Ayu menyembunyikan hasil lab milik Faiz dia tidak mau jika Faiz semakin terpuruk dengan keadaannya."Ibu jangan bohong. Pasti terjadi sesuatu kan sama aa?" Fani menatap manik mata Ayu. Raffa dalam gendongan Fani hanya bisa meyimak saja obrolan orang dewasa itu.Ekspresinya begitu menggemaskan seperti orang yang mengerti saja mereka membicarakan apa."Enggak
Satu minggu berlalu Faiz di kabarkan jika hasil uji lab pemeriksaan dirinya sudah keluar. Ia diminta untuk datang ke klinik tersebut bersama pendampingnya."Baik, saya akan segera kesana," saat ini Faiz tengah bekerja di sebuah proyek pembangunan gedung bertingkat di jakarta.Faiz menatap satu persatu rekan kerja nya ia bingung harus meminta izin seperti apa. Dia baru saja keterima bekerja di proyek ini beberapa hari yang lalu jika harus meminta izin tentu saja tidak enak pada atasannya.Tapi, dia sendiri merasa penasaran dengan hasil uji lab apakah penyakitnya tidak separah itu hingga dia masih bisa bebas beraktivitas dengan orang-orang di sekitarnya.Sementara Ayu wanita paruh baya itu tengah mengurusi sang cucu yang baru lahir karena Fani belum bisa beraktivitas seperti biasa."Nenek, dedek bayinya kok tidur terus sih. Aku kan mau main," celoteh Putra membuat Ayu semakin gemas."Adik Raffa masih bayi, sayang. Jadi belum bisa di ajak main sama Putra," jelas Ayu. Pria kecil di sampi
Ayu menunggu Faiz keluar ia berada di sebuah tuang tunggu salah satu klinik di jakarta."Lama banget,Iz." gerutu Ayu menggu Faiz hampir 2jam."Maaf, bu. Ada beberapa pemeriksaan lagi. Hasilnya tidak langsung juga," jawab Faiz. Keduanya berjalan menuju apoteker untuk menebus obat."Semoga gak ada yang serius lagi ya,Iz.. Kita tidak punya banyak uang." keluh Ayu."Ibu doakan saja ya," Ayu menganggukkan kepala tersenyum pada putranya."Atas nama Faiz," suara lantang apoteker tersebut memanggil satu persatu pasien yang tengah menunggu antrian obat.Faiz menghampiri apoteker tersebut lalu menjelaskan rangakaian obat yang di berikan. Ada beberapa jenis yang harus di minum oleh pria dewasa itu."Em, maaf sebelumnya pak. Untuk saat ini bapak harus pisah alat-alat makan dengan keluarga. Jadi bapak punya khusus untuk makan dan minum serta sabun dan juga pasta gigi ya, pak. ujar apoteker tersebut menjelaskan.Deg."Separah itu?" tanya Faiz."Ini hanya dugaan ya, pak. Karena kami sudah memberika
Setelah pertemuannya dengan Marni, Putra sama sekali tidak merasa bahagia. Mungkinkah lelaki kecil itu memiliki trauma yang sangat mendalam? Pikir Fiaz."Put?" panggil Ayu."Iya, nek." bocah itu menoleh. Lalu memainkan mainan mobil-mobil yang sudah tidak berbentuk itu."Mainan itu sudah rusak nak, kenapa gak kamu mainin aja yang baru dari bunda kamu." bujuk Ayu agar Putra menerima semua pemberian dari Marni."Ini juga masih bagus, nek. Jalan nya juga gak macet-macet, aku suka ini aja." jawabnya penuh tanpa dosa.Ayu dan Faiz hanya bisa menghela napas kasar biarlah biarkan Putra bermain dengan mainan lamanya hingga merasa bosan.Faiz pun menyimpan kembali mainan baru dan juga barang lainnya pemberian dari mantan istrinya itu.Aws," keluh Faiz merasa sakit."Kenapa iz?" "Gak tau bu, tiba-tiba saja aku merasa tidak enak,""Ya sudah kamu istirahat saja." Faiz pun menganggukkan kepala kemudian merebahkan tububnya di atas tempat tidur.** "Mami, Papi kemana kok gak pulang?" tanya Angle. A