"Kamu bilang aku p u a s, mas?!" Aluna menatap sendu Faiz, perempuan itu mengulang pertanyaan suaminya.
"Tidak! Aku belum pu@s sampai kalian benar-benar merasa menyesal." jawab Aluna tegas. "Apa lagi yang akan kamu lakukan, Aluna?" "Itu urusanku!" Aluna m3mb4nt1ng pintu kamar setelah menjawab pertanyaan sang suami. Brak! ** "Faiz, jadi benar selama ini kamu ada main sama Marni?" Ayu kini sudah berada di rumah putranya kembali, perempuan paruh baya itu bertanya. Faiz menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Em.. E-enggak, bu," jawabnya. "Gak usah ngelak kamu, Faiz. Ibu dan yang lain sudah liat video syur kalian, memalukan sekali. Kenapa juga harus di kirim ke group sih?" "Maaf bu, Aluna yang kirim video itu," jawab Faiz menghela napas berat. Ia sudah yakin pasti ibunya akan marah. "Jadi perempuan mandul, itu?" Faiz mengerutkan kening tidak mengerti dengan pertanyaan sang ibu. "Istrimu yang mandul 'kan, Faiz? Sudahlah, gak apa-apa ibu dukung kamu sama Marni, dimana dia sekarang?" melihat perubahan ekspresi Faiz membuat wanita itu senang bukan main. Terlebih sudah lama sekali Ayu ingin mendepak Aluna menjadi menantunya karena perempuan itu tidak bisa memberikan Faiz keterunan, dan kini harapan nya tentu saja pada Marni. Deg. Satu tetes air mata keluar dari pelupuk mata indah Aluna, perempuan itu tengah berdiri di balik tembok penghubung antara dapur dan juga ruang keluarga. Ternyata dugaan nya selama ini salah, selama ini sikap baik sang mertua hanyalah topeng belaka, pikir Aluna. Ia pun menyimpan kembali sebuah nampan berisi minuman juga camilan yang sudah disiapkan. 'Aku harus bagaimana?' batin nya. Aluna duduk termenung memikirkan cara agar dia tidak terlihat lemah di depan keluarga suaminya, walaupun perasaan nya saat ini kembali sakit. "Aluna!" teriak Ayu, membuatnya kaget bukan main. Baru kali ini ibu mertuanya memanggil dirinya seperti itu, segera Aluna pun menghampiri ibu dan juga suaminya membawa nampan. "I-iya, bu? Ada apa?" Aluna menyimpan nampan tersebut, kemudian bertanya ragu-ragu. "Kenapa rumah berdebu begini sih, Aluna. Apa kamu tidak becus mengurus rumah?" Ayu menatap Aluna nyalang. "B-berdebu?" tanya Aluna gugup. "Lihat ini, apa kamu tidak suka membersihkan rumah?" Ayu memperlihatkan jari yang kotor akibat tumpukan debu di atas meja. Selama Marni di klinik memang perempuan itu tidak mengurus rumah dengan baik, hanya menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri saja tanpa menawarkan nya pada sang suami. Ia pikir untuk apa, toh dia sudah tidak di perlukan lagi di kehidupan Faiz. "T-tapi, bu..." jawab Aluna gugup. "Bersihkan sekarang juga! Kamu tau 'kan, ibu baru saja kembali dari rumah sakit. Semua nya harus bersih tanpa terkecuali." perintahnya membuat Aluna hanya bisa menganggukkan kepala. Perempuan paruh baya itu berdiri di bantu oleh sang suami memapahnya menuju kamar sang ibu. Flashback. "Lun... Tolong ibu," lirih Ayu, perempuan itu tengah merasa sakit di dalam kamarnya. Aluna segera menghampiri ibu mertuanya yang terlihat kesakitan, "Ibu kenapa? Apa yang sakit?" tanya Aluna panik. "Gak tau, Lun.. Bisa bawa ibu berobat?" wanita paruh baya itu menatap sendu pada menantunya berharap membawanya ke klinik kesehatan. "Ibu, tunggu sebentar ya. Aluna siap-siap dan pesan taksi dulu," kata nya seraya berlalu. Beberapa menit berlalu Aluna membawa ibu mertuanya ke rumah sakit untuk memastikan perempuan itu tidak ada penyakit yang serius. Setelah melakukan pendaftaran Aluna pun duduk bersama Ayu menunggu antrian pada poli dalam. "Aluna, apa kamu tidak bisa program hamil?" tanya nya, seraya menatap wanita hamil menunggu antrian di poli kandungan bersebrangan. "Aku sama mas Faiz sudah berusaha, bu. Mungkin Allah belum kasih aku rezeki anak." Aluna menggenggam tangan mertuanya, namun tiba-tiba saja wanita itu melepas begitu saja membuat Aluna merasa kaget. Terdengar dari suara mikropon nama mertua nya di panggil segera Aluna menuntun Ayu untuk masuk ke dalam ruangan sang dokter. Setelah melakukan pemeriksaan Ayu harus segera di rawat inap tentu saja membuat Aluna merasa sedih. Beberapa perawat telah memberi intruksi agar pasien segera mendapatkan kamar. Aluna pun merawat sang ibu mertua dengan ketulusan hatinya. Tak terasa tetesan air mata Aluna kembali membasahi pipi mulusnya, ia teringat bagaimana dirinya merawat sang ibu mertua hingga kini wanita itu sehat kembali. "Ibu sama mas Faiz, mau kemana?" secepat kilat Aluna menghapus jejak air matanya, ia mendengar derap langkah menuruni undakan tangga, menatap nya dan bertanya. "Kita akan menjenguk, Marni," jawab Ayu santai. Deg. 'Apa mas Faiz sudah memberi tahu kabar kehamilannya?' batin Aluna bertanya-tanya.Beberapa tahun kemudian Faiz pun sembuh dari penyakitnya pria itu benar-benar menjaga dan juga mengkonsumsi obat herbal dan non herbal di rekomendasikan oleh dokter. Ia dan keluarganya pindah ke sebuah perkampungan dimana daerah tersebut masih asri dan juga banyak pondok pesantren. Faiz pun mulai mengikuti semua kegiatan di pondok pesantren guna mendamaikan hatinya yang belum bisa move on sepenuhnya dari Aluna. Bahkan pria itu ketika mereka masih berada di jakarta masih suka bulak balik ke klub malam demi mengusir rasa suntuk. Ayu menggiring anak serta cucunya untuk keluar dari kota tersebut demi kesembuhan keduanya. Terbukti setelah Faiz melakukan kegiatan postif ia akhirnya bisa benar-benar sembuh. "Assalamualaikum, Bang Faiz." ia menoleh melihat siapa yang datang. Pria itu pun menghentikan aktivitasnya sejenak. "Waalaikumsalam, iya dek. Ada apa?" jawab Faiz pada santri itu. "Abang di panggil pak Kiayi katanya suruh kesana." Deg. 'Ada apa ya?' batin Faiz. "Oh
Perkataan Ayu membuat pria berusia hampir memasuki kepala empat itu terdiam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini hingga membuat Faiz menunduk dalam-dalam.Isak tangis terdengar oleh Ayu membuatnya paham jika putranya tengah menyesali perbuatannya selama ini. Bahkan tidak hanya isak tangis berganti menjadi rancuan kalimat kalimat menyakitkan keluar dari mulut Faiz."Ampuni aku ya allah....," lirih Faiz dalam sujudnya.Setelah beberapa menit Faiz keluar dengan mata yang memerah bengkak karena menangis. "Bu, apa aku bisa bertemu dengan Aluna?" tanyanya."Aluna? Ibu gak tau kabar dia sekarang Iz.. Mungkin aja dia sudah menikah lagi. Tapi, kenapa kamu tiba-tiba ingin bertemu dengannya lagi?" Ayu penasaran."Aku hanya ingin meminta maaf. Itu saja bu gak ada mksud yang lain," "Papa, nangis?" suara Putra mengalihkan semuanya. Faiz pun segera memeluk anaknya menumpahkan segala rasa yang ada di dalam dirinya.Tidak peduli dengan apa yang dokter katakan dia hanya ingin meminta orang-ora
Ayu tidak tahu memberi tahu seperti apa pada putranya. Apa dia lebih baik tidak memberi tahu akan hal itu? Batin Ayu bertanya-tanya, namun jika dia tidak memberi tahu Faiz sudah pasti dirinya akan semakin merasakan sakit oleh penyakit yang di deritanya.Kebimbangan yang di rasakan oleh Ayu terlihat oleh Fani yang kini tengah memperhatikan dari dalam kamar."Bu." tegur Fani."Eh, iya Fan?" Ayu menoleh, perempuan paruh baya itu menoleh lalu menghampiri Fani dan cucunya."Ada masalah?" tanya Fani lagi, namun Ayu menggelengkan kepala tersenyum pada putrinya.Biarlah ini menjadi rahasia dirinya semoga apa yang di takutkan tidak terjadi. Ayu menyembunyikan hasil lab milik Faiz dia tidak mau jika Faiz semakin terpuruk dengan keadaannya."Ibu jangan bohong. Pasti terjadi sesuatu kan sama aa?" Fani menatap manik mata Ayu. Raffa dalam gendongan Fani hanya bisa meyimak saja obrolan orang dewasa itu.Ekspresinya begitu menggemaskan seperti orang yang mengerti saja mereka membicarakan apa."Enggak
Satu minggu berlalu Faiz di kabarkan jika hasil uji lab pemeriksaan dirinya sudah keluar. Ia diminta untuk datang ke klinik tersebut bersama pendampingnya."Baik, saya akan segera kesana," saat ini Faiz tengah bekerja di sebuah proyek pembangunan gedung bertingkat di jakarta.Faiz menatap satu persatu rekan kerja nya ia bingung harus meminta izin seperti apa. Dia baru saja keterima bekerja di proyek ini beberapa hari yang lalu jika harus meminta izin tentu saja tidak enak pada atasannya.Tapi, dia sendiri merasa penasaran dengan hasil uji lab apakah penyakitnya tidak separah itu hingga dia masih bisa bebas beraktivitas dengan orang-orang di sekitarnya.Sementara Ayu wanita paruh baya itu tengah mengurusi sang cucu yang baru lahir karena Fani belum bisa beraktivitas seperti biasa."Nenek, dedek bayinya kok tidur terus sih. Aku kan mau main," celoteh Putra membuat Ayu semakin gemas."Adik Raffa masih bayi, sayang. Jadi belum bisa di ajak main sama Putra," jelas Ayu. Pria kecil di sampi
Ayu menunggu Faiz keluar ia berada di sebuah tuang tunggu salah satu klinik di jakarta."Lama banget,Iz." gerutu Ayu menggu Faiz hampir 2jam."Maaf, bu. Ada beberapa pemeriksaan lagi. Hasilnya tidak langsung juga," jawab Faiz. Keduanya berjalan menuju apoteker untuk menebus obat."Semoga gak ada yang serius lagi ya,Iz.. Kita tidak punya banyak uang." keluh Ayu."Ibu doakan saja ya," Ayu menganggukkan kepala tersenyum pada putranya."Atas nama Faiz," suara lantang apoteker tersebut memanggil satu persatu pasien yang tengah menunggu antrian obat.Faiz menghampiri apoteker tersebut lalu menjelaskan rangakaian obat yang di berikan. Ada beberapa jenis yang harus di minum oleh pria dewasa itu."Em, maaf sebelumnya pak. Untuk saat ini bapak harus pisah alat-alat makan dengan keluarga. Jadi bapak punya khusus untuk makan dan minum serta sabun dan juga pasta gigi ya, pak. ujar apoteker tersebut menjelaskan.Deg."Separah itu?" tanya Faiz."Ini hanya dugaan ya, pak. Karena kami sudah memberika
Setelah pertemuannya dengan Marni, Putra sama sekali tidak merasa bahagia. Mungkinkah lelaki kecil itu memiliki trauma yang sangat mendalam? Pikir Fiaz."Put?" panggil Ayu."Iya, nek." bocah itu menoleh. Lalu memainkan mainan mobil-mobil yang sudah tidak berbentuk itu."Mainan itu sudah rusak nak, kenapa gak kamu mainin aja yang baru dari bunda kamu." bujuk Ayu agar Putra menerima semua pemberian dari Marni."Ini juga masih bagus, nek. Jalan nya juga gak macet-macet, aku suka ini aja." jawabnya penuh tanpa dosa.Ayu dan Faiz hanya bisa menghela napas kasar biarlah biarkan Putra bermain dengan mainan lamanya hingga merasa bosan.Faiz pun menyimpan kembali mainan baru dan juga barang lainnya pemberian dari mantan istrinya itu.Aws," keluh Faiz merasa sakit."Kenapa iz?" "Gak tau bu, tiba-tiba saja aku merasa tidak enak,""Ya sudah kamu istirahat saja." Faiz pun menganggukkan kepala kemudian merebahkan tububnya di atas tempat tidur.** "Mami, Papi kemana kok gak pulang?" tanya Angle. A