Share

Cerita ibu

last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-04 18:23:25

Matahari sudah sangat tinggi, tak seperti biasa, kulihat Rumah mbah Sum masih tertutup rapat.

Padahal biasanya jam segini mbah Sum berjemur didepan rumah sambil menunggu orang lewat.

Bahkan tadi, ketika pembantu anaknya mengantarkan makanan pun tak terdengar suara keluh kesah mbah Sum seperti biasa, orang itupun langsung pulang.

Sebenarnya, orang kepercayaan anaknya yang selalu disuruh mengurus makan dan kebutuhan mbah Sum lainnya itu, memang tak pernah berlama-lama dirumah mbah Sum, setelah menaruh makanan, pasti langsung pulang, tanpa perduli dengan kondisi dan juga keluh kesah yang terdengar. Entah mungkin karena jijik melihat kondisi mbah Sum yang terkadang bau pesing karena pipis yang berceceran sebelum berhasil mencapai kamar mandi, atau karena jengah mendengar keluh kesah wanita tua itu.

Semua dilakukan sekedarnya, mungkin merasa tak ada ikatan, tak punya kewajiban, atau hanya menghindari gunjingan tetangga karena tuduhan menelantarkan.

Semakin ku fikirkan, semakin aku kawatir.

“Pak, mbah Sum kok gak kelihatan ya?”

Tanyaku pada bapak

“Iya ya nduk, coba kamu lihat dulu sana, jangan-jangan jatuh gak ada yang tau”

Jawab bapak dengan raut kawatir.

Aku pun bergegas ke rumah mbah Sum.

Tok tok tokkk ...

“Mbahhh, mbah Sum..”

Kupanggil-panggil , namun tak ada sahutan dari dalam. Kutunggu beberapa saat, mungikin masih dikamar mandi pikirku. Ku ketuk pintu belakang yang terhubung dengan kamar mandi, namun masih tidak ada jawaban dari mbah Sum.

Karena kawatir, langsung kubuka pintunya tanpa berlama-lama menunggu respon dari mbah Sum.

Hatiku sedikit lega, ketika kulihat mbah Sum yang terbaring ditempat tidur. Namun setelah ku pikir lagi, tidak mungkin jam segini mbah Sum masih tidur. Walau bagaimanapun mbah Sum termasuk orang yang rajin meski dalam keterbatasan fisik. Disaat aktifitasnya hanya sebatas dikursi roda pun mbah Sum masih mencuci bajunya dengan tangannya sendiri. Aku mulai berjalan mendekat kearahnya untuk memastikan kondisinya.

“Mbahhh, istirahat to?”

Panggilku sambil duduk di sampingnya,namun tak ada jawaban, hanya matanya yang terbuka sebentar lalu kembali tertutup

Aku semakin kawatir, kuraba badanya, panas.

“Masyallah mbah, sampean badanya panas sekali, sudah makan mbah?”

Hanya gelengan kepala sebagai jawaban.

Kulihat tempat makan yang tergeletak di meja. Nasi goreng.

Hari ini jatah makan mbah Sum hanyalah nasi goreng tanpa lauk apapun. Dan itu berarti menu yang sama untuk siang dan sore.

Nyesss, sesak didada rasanya melihat nasib malang yang harus dijalani mbah Sum dihari tuanya.

Bagaimana mbah Sum mau hidup dengan sehat, jika gizinya saja tidak terpenuhi. Bagaimana mungkin seseorang tega memberi makan kepada orangtua seperti ini? Aku yakin, disana anaknya memiliki makanan yang jauh lebih layak dari pada ini. Dan aku juga sangat yakin bahwa makanan yang diberikan kepada mbah Sum adalah nasi sisa kemaren yang kemudian digoreng dan diberikan untuk jatah makan mbah Sum selama sehari. Tanpa sayur, apalagi lauk.

Aku berjalan terburu pulang sambil menahan kesal bercampur kawatir, untuk mengambil obat dan makanan yang lebih sehat untuk orang sakit.

“Gimana nduk mbah Sum?”

Tanya bapak saat melihatku jalan dengan terburu.

“Sakit pak, badanya panas, ini mau tak ambilin makan sama obat. “

Jawabku sambil berlalu.

Lalu kulihat bapakpun segera bergegas kerumah mbah Sum, mungkin khawatir dengan wanita sebatang kara itu.

“Kenapa mbah Sum? Sakit? Wong ya punya anak aja , dia itu bukan kewajiban kita.”

Ujar ibu yang terdengar sinis.

Ah ibu, mungkin mulutnya memang sinis, tapi hatinya tetap manis,

Mulutnya memang bisa berkata seperti itu, tapi hatinya menolak untuk abai.

Buktinya saat ini, melihatku sedang menyiapkan makanan untuk mbah Sum, ibu juga ikut sibuk menyiapkan obat dan air untuk kompres sambil menggendong nella yang hampir terlelap.

Aku tahu ibu seperti ini hanya karena gengsi, karena mbah Sum selalu saja berusaha untuk mengusik ibu, sejak dahulu. Namun sebenarnya diantara kami, ibulah yang justru lebih perduli kepada mbah Sum. Selalu ada jatah lebih ketika ibu membeli sesuatu untuk kami, yang sengaja disisihkan agar aku atau bapak memberikannya kepada mbah Sum.

Saat tiba dirumah mbah Sum, kulihat bapak membantu mbah Sum untuk duduk,

Aku suapi perlahan, kebetulan sekali hari ini aku masak sayur sop, ibu menyiapkan teh panas yang sudah dibawanya dari rumah, dengan raut yang sama seperti kami, terlihat begitu kawatir.

Setelah meminumkan obat , memasangkan kompress dan memastikan mbah Sum sudah terlelap, kita pulang.

“Buk, kasian ya mbah Sum itu, sudah tua, sakit tapi dibiarkan sendiri, apa mbah Sum tidak punya keluarga yang lain buk?”

Tanya ku kepada ibu setelah menidurkan nella dikamarnya.

“Mbah Sum itu asal usulnya aja nggak jelas nduk, dia dulu datang ke desa ini dengan ibunya. Bapaknya siapa, asalnya dari mana, tidak ada yang tau.

Tidak jelas. Beda yang bertanya, beda lagi jawabanya.

Orang-orang sini dulu enggan dekat-dekat dengan keluarga itu, kecuali mbah Nik. Mbah Nik itu walaupun sudah banyak yang mengingatkan untuk tidak dekat-dekat dengan mbah Sum, tapi masih ngengkel, masih bisa berkata bahwa tidak semua yang terlihat buruk itu buruk, semua orang memiliki kesempatan yang sama. Ibu masih sangat ingat dengan ucapan mbah Nik itu, karena yang mengingatkan itu Emaknya ibu sendiri.

Namun sayangnya, semua kebaikan itu berujung perih, semua malah berujung petaka, berujuk celaka untuk mbah Nik.”

Ujar ibu dengan mata yang menerawang.

“Alin mau denger dong buk, ceritanya”

Pintaku penuh harap.

Ibu menatapku begitu dalam seoalah sedang berfikir.

“Baiklah nduk,akan ibu ceritakan semoga ini bisa menjadi pelajaran untukmu kedepanya.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Karma pahit seorang pelakor   Akhir tragis yang dia mau

    Mursiyem sebenarnya bukanlah orang jahat, dia tidak pernah menyakiti oranglain. Mursiyem hanya membatasi diri dari orang sekitar, dia memang tidak pandai bergaul sejak dulu, namun para tetangganya menyebut dirinya sombong, angkuh, dan tidak tahu diri. Mereka mencibirnya dengan pikiran mereka masing-masing. Mursiyem bukanlah orang jahat, dia hanya korban. Korban dari keegoisan dan juga ketidak adilan. Korban dari keserakahan, dan juga korban dari perasaan dendam yang tak berkesudahan. Dia adalah korban dari perasaannya sendiri. Kini apa yang dia mau sudah berhasil dia dapatkan, Sumini sudah berhasil menghancurkan kebahagiaan keluarga Menik, adik tiri yang tidak pernah Sumini sadari. Misinya sudah berhasil, Mursiyem sudah berhasil membuat Menik menangis setiap malam seperti yang dia rasakan dulu. Suami yang selama ini dia banggakan, kini dengan perlahan mulai membagi perasaanya dengan Sumini, kini cinta lelaki itu tak lagi utuh. Pernah sekali Mursiyem berfikir untuk mengakiri saja se

  • Karma pahit seorang pelakor   Dendam yang terbalaskan

    Mursiyem setengah mati berusaha untuk tidak tertawa puas untuk pagi ini, pagi yang begitu indah dengan udara yang begitu sejuk yang dia rasakan setelah puluhan tahun. Sesak didadanya yang dia rasakan selama ini serasa terobati melihat pemandangan ini. Lelaki lugu itu tampak gemetar ketakutan, dia begitu tampak marah, lelah dan juga putus asa, ketika semua orang yang berada diruangan ini tampak menyudutkannya. Semua tetua datang untuk mengutuk perbuatannya, perbuatan yang sebenarnya tidak pernah dia lakukan. Mursiyem ingin bertepuk tangan untuk semua yang ada diruangan ini, betapa hebat ekting mereka. Saminah yang terlihat marah namun masih berusaha menenangkan suaminya, Raharjo yang terlihat begitu terpukul, padahal mungkin saja Raharjo tahu bahwa istrinya sedikit banyak ikut andil dalam hal ini, Raharjo tentu tahu bahwa keponakan tersayangnya itu tidak mungkin melakukan hal sekeji ini. Dan lihat Sumini, Mursiyem ingin memberikan penghargaan tertingginya untuk anak itu, Sumini memang

  • Karma pahit seorang pelakor   Mursiyem menagih janji

    Pesta itu berlangsung selama tiga hari tiga malam dengan sangat meriah, semua hiburan rakyat ditampilkan di acara tersebut, makanan yang tersaji juga tak kalah melimpah. Warga yang hadir maupun para undangan orang-orang penting begitu terkagum-kagum, semua memuji atas kebaikan Raharjo dalam memperlakukan anak angkatnya dengan begitu baik lakyaknya anak kandungnya sendiri.Kedua mempelai juga terlihat sangat bahagia, senyum tak pernah lepas dari bibir keduanya, si perempuan pipinya bersemu merah jambu manakala sang pengantin pria membisikkan sesuatu ditelinganya lalu menatapnya dengan jail."Beruntung ya yu, Menik di asuh oleh Ki Harjo, walaupun mereka tidak ada ikatan darah, tapi ki Harjo memperlakukan Menik dengan sangat baik" Terdengar obrolan segerombolan ibu-ibu yang baru saja menghadiri acara tersebut. "Iya ya yu, bahkan ki Harjo mau menikahkan Menik yang sudah yatim piatu itu dengan keponakannya sendiri.""Ya pantes to yu, lawoh Tukiman kan juga sudah yatim piatu sejak kecil. C

  • Karma pahit seorang pelakor   Memulai hidup baru

    Kini semua sudah mulai berjalan dengan semestinya, menjalani hidup dengan porsi masing-masing. Menik sudah mulai bisa menerima kenyataan akan kepergian orangtuanya. Dia hidup layaknya anak seusianya, bermain, belajar, walau tanpa bermanja seperti dahulu. Tapi dia hidup dengan sangat layak disini, segala kebutuhannya tetap terpenuhi, dia tidak dibedakan dengan anak ataupun keponakan dari ki Raharjo, lelaki yang kini menjadi orang yang paling dihormati dan paling berpengaruh karena harta dan pengaruhnya di desa ini. Ya, kini Menik mulai memiliki teman baru, teman untuk membagi kesedihan dan juga kebahagiaanya. Mereka senasib, sama-sama seorang anak yang ditinggal mati kedua orangtuanya dan ditampung keluarga ini. Walaupun begitu, kebersamaan mereka cukup dibatasi, tak baik katanya, seorang anak perempuan terlalu dekat bersama seorang anak lelaki, namun sesekali mereka masih sering terlihat bersama. Sama halnya Menik yang sudah mulai berdamai dengan keadaan, Mursiyem juga menjalani hid

  • Karma pahit seorang pelakor   Dibalik sebuah ketulusan

    Menik membereskan barang-barangnya dengan diam, satu persatu benda-benda penuh sejarah itu masuk kedalam kopernya. Menik membereskan semua itu dibantu oleh seorang pembantu yang sudah menganggapnya layaknya anaknya cucunya sendiri, mereka sama-sama diam, sama-sama berulangkali yang mengusap matanya yang terus berair. Bukan hanya Menik, wanita itu juga begitu berat meninggalkan rumah ini, sudah begitu lama dia menggantungkan hidupnya dirumah ini, bahkan sejak Admodjo masih didalam perut. Namun sayang, rumah ini akan segera dikosongkan, majikan sudah tiada, putri semata wayangnya pun kini hidup sebatang kara dan dirawat orang lain yang dirasa mampu. Wanita itu memandang Menik yang terus menangis dalam diam, mendekap erat baju terakhir yang akan dimasukkan kedalam sebuah koper besar itu, nafasnya tersengal, bahunya terlihat naik turun, namun gadis itu masih diam. Tak tahan melihat semua itu, wanita tua itupun tanpa sungkan menarik Menik kedalam pelukaanya, lalu mereka sama-sama terisak b

  • Karma pahit seorang pelakor   Tragedi

    Didalam riuhnya pesta, Menik kebingungan mencari orangtuanya kesana kemari namun tak kunjung ketemu, seorang lelaki yang dia kenal sebagai sahabat bapaknya oun mendekat, berkata bahwa bapaknya ada sedikit keperluan, lelaki itu akan menemaninya menemui tamu-tamu sebagai wakil dari bapaknya. Namun, meskipun sudah dijelaskan, Menik masih merasa bingung dengan apa yang terjadi, kecewa menyusup didadanya. Bagaimana mungkin orangtuanya tiba-tiba menghilang ketika tamu undangan sudah mulai ramai berdatangan, urusan apa yang begitu penting hingga mereka sampai hati meninggalkannya seorang diri? Jam pun akhirnya berganti, seluruh tamu sudah seluruhnya datang, namun acara tak kunjung dimulai, sang tuan rumahpun tak kunjung terlihat. Kini mereka mulai resah dan berbisik. Menik terlihat begitu panik hingga beberapa kali sang paman itu menenangkan bahwa semuanya baik-baik saja, mereka akan menunggu orangtuanya datang sebentat lagi, atau jika mereka tak kunjung datang, acara itu bisa dimulai denga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status