Share

Flasback

Flasback.

Sumber bening adalah sebuah desa yang masih sangat asri, sumber airnya tak pernah kering walau dimusim kemarau. Mungkin karena itu desa ini diberi nama Sumber bening. Desa yang tenang dan nyaman, serta sumber alamnya yang melimpah.

Masyarakat disini sebagian besar bekerja sebagai buruh diperkebunan kopi milik ki dhemang Raharjo, atau biasa juga dipanggil ki Harjo.

Saking luasnya perkebunan tersebut, membuat kampung ini dijuluki sebagai kampung kopi.

Masyarakatnya ramah-ramah, hidup dengan rukun dan saling gotong royong.

Ki Harjo adalah sosok lelaki yang tegas, namun baik, terlihat keras namun berhati lembut. Pekerjakeras dan memiliki disiplin yang tinggi.

Namun demikian, ki Harjo dikelilingi orang-orang yang tamak.

Ki harjo memiliki keponakan sekaligus orang kepercayaan untuk membantu menjalankan perkebunan kopi tersebut, namanya Tukiman, lelaki lugu namun cerdas.

Kerjanya bagus, cekatan, dan juga selalu tepat. Makanya ki Harjo sangat menyukai pekerjaanya dan mempercayakan semua urusan perkebunan kepadanya, selain karena Tukiman adalah keponakan yang sudah dia besarkan layaknya seorang anak sendiri.

Tukiman beruntung memiliki seorang istri yang cantik dan berhati lembut, bernama Menik.

Dengan badan tinggi semampai, kulit yang halus, juga rambut yang hitam legam.

Sehingga tidak heran, jika kedua anak merekapun sangat cantik dan tampan.

Yang bernama Astutik dan Wijaya.

Kehidupan mereka, nyaris sempurna.

“Man”

Panggil ki Harjo dengan suara yang terdengar berat.

“Enggeh ki, dhalem”

Jawab Tukiman sambil tertunduk tanpa berani menatap langsung kepada ki Harjo.

“Aku minta tolong ya, nanti tolong anter bulekmu keperbatasan desa, ada tamu. Temen lama bulekmu,katanya mau kesini sama anaknya.”

“Enggeh ki, baik.

Jawab Tukiman.

Dia memang laki-laki yang pendiam, namun ringan tangan dalam bekerja, tidak pernah perhitungan dalam melakukan pekerjaan ataupun membantu siapapun. Tidak juga menunjukkan bahwa dia adalah keponakan dari pemilik perkebunan, tidak juga semenang-menang dengan para buruh.

Setelah ki harjo berlalupun, dia segera kembali menyelesaikan pekerjaanya yang tertunda.

Seperti janjinya, ketika hari sudah hampir senja, Tukiman pergi kerumah utama ki Harjo untuk mengantarkan sang buleknya menjemput tamunya. Kenapa diaebut rumah utama, karena dibelakang rumah besar tersebut, ki Harjo juga membangun beberapa rumah-rumah kecil lainnya untuk para pekerjanya.

“Asallamualaikum bulek”

“Walaikumsallam”

Jawab wanita paruh baya dengan sanggul besarnya.

“Tadi saya diutus pak lek, buat nganterin bulek keperbatasan.”

Ucap Tukiman dengan kepala tertunduk.

“Iya, ayo berangkat, saya sudah siyap, kamu siyapkan andongnya. Oh iya Man, lain kali kalau ngomong sama saya, jangan menunduk begitu, kayak jongos saja! Tegakkan kepala kamu! Kamu itu anggota keluarga Raharjo, jangan bermental jongos!”

Perintahnya dengan ketus.

Namanya Saminah, istri dari ki Harjo, sikapnya angkuh dan sombong.

Mungkin karena keluarganya adalah orang terkaya dikampung ini, jadi sifatnya sudah mendarah daging.

Menganggap diri paling tinggi. Wanita terhormat yang terbiasa dihormati dan dilayani.

Usianya mungkin sudah hampir 50tahun, tapi wajahnya masih cantik terawat.

“Man, hari ini kita mau jemput temenku, namanya Mursiyem. Dia akan bekerja dirumahku.

Dan juga anak perawanya, namanya Sumini, rencananya akan bekerja diperkebunan.

Jadi tolong nanti kamu bimbing dan arahkan dia ya.”

Jelas nyi Saminah

“Iya bulek”

“Tolong perlakukan anaknya dengan baik diperkebunan nanti, bulek punya banyak hutang budi kepada ibunya.”

Tukiman hanya mengangguk patuh, tidak bertanya atau bahkan membantah.

Semua berjalan lancar, hingga akhirnya mereka bertemu diperbatasan desa.

Entah kenapa tidak menjemputnya langsung kerumah sang teman lama.

Mungkin karena rumah yang terlalu jauh, atau ada hal lain yang mungkin disembunyikan?

Sumini, wanita berkulit gelap, dan rambut disanggul sederhana.

Selalu terlihat malu-malu jika berbicara. Dia selalu menundukkan kepalanya, dengan pipi bersemu merah.

Dari penampilanya, Sumini terlihat seperti gadis desa pada umumnya, pakaianya cukup sederhana, dengan kain jarit panjang dan kebaya encim warna salem. Sangat pas dia kenakan. Sumini ini sebenarnya sangat untuk orang yang pertama kali berjumpa dengannya. Badannya sangat bagus, lebih dari rata-rata gadis seusianya.

Namun sayangnya Sumuni ini orangnya sangat pendiam, bicara hanya seperlunya saat diajak bicara nyi Saminah.

Sangat berbeda dengan ibunya , yang sejak tadi tak berhenti berbicara, melepas rindu katanya.

Namun sejak Dimulainya perjalanan ini, Sumini yang duduk di samping Tukiman, seringkali mencuri pandang kearah lelaki itu, dengan tatapan ingin tahu, ataupun pandangan menilai.

Semua berjalan biasa saja hingga sampai dengan selamat ketempat tujuan, Namun tak ada yang menyadari bahwa ada sebuah hati yang sudah tertawan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status