Share

7. Menolak Panggilan

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2022-11-01 16:52:23

Kupandangi ponsel yang terus menyala. Mas Riko beberapa kali menghubungiku. Tapi aku masih enggan berkomunikasi dengan pria yang baru saja ingin ku hindari itu. Untuk apa juga dia menghubungiku, toh sudah ada Alin yang cantik di sampingnya.

Setelah beberapa panggilan tidak aku hiraukan sebuah pesan masuk ke dalam ponselku.

[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah!]

Ya ampun, rupanya dia menanyakan perihal kunci itu, sontak saja bibirku mengembang. Teringat waktu aku hendak pergi tadi, semua kamar yang berjumlah tiga itu sengaja aku kunci. Jadi jika Alin ingin tinggal di sana terpaksa mereka harus tidur di sofa. Kamu boleh membawa wanita itu, Mas. Tapi tidak bisa dengan gampang masuk ke kamar kita. Rumah itu memang dibeli dari hasil keringatmu. Tapi kamu jangan lupa, Mas, cicilan rumah itu bisa dilunasi karena ada wanita yang rela untuk berhemat, rela untuk tidak menggunakan jasa pembantu. Padahal dia kerepotan mengurus seisi rumah juga seorang balita. Ada wanita yang rela tidak diajak jalan-jalan, tidak pernah belanja di mall, tidak pernah makan di restoran, supaya kamu bisa membayar cicilan rumah itu setiap bulan.

Aku merogoh saku kecil yang terdapat di dalam tas lalu mengeluarkan tiga buah kunci dan mengangkatnya di depan wajahku sambil tersenyum puas. Selamat tidur di sofa Mas, atau di atas karpet di depan televisi. Jika Mas Riko mau mengganti kunci itu, minimal ada waktu untuk memanggil tukang dan untuk mengerjakannya. Yah, aku perkirakan dua atau tiga malam kalian akan berbulan madu di luar kamar.

Aku baru teringat, ini 'kan siang hari, tapi kenapa Mas Riko menanyakan perihal kunci itu. Apa dia sedang di rumah. Jangan-jangan Mas Riko membawa wanita itu siang-siang begini ke rumah. Mau apa lagi kalau bukan ..... Ah, sudahlah, toh mereka sudah suami istri.

Aku tak berniat membalas pesan Mas Riko, biarkan saja pria itu mencari-cari kunci kamar sendirian. Supaya bisa merasakan bagaimana nikmatnya hidup tanpa istri buluknya ini. Miris sekali, dia selalu menyebutku sebagai istri buluk.  Padahal salah sendiri kenapa aku tidak dimodali untuk pergi perawatan ke salon atau memanjakan diri di tempat-tempat perbelanjaan.

Sebenarnya bisa saja aku menggunakan uangku untuk merawat diri, tapi sudah pasti dia akan mempertanyakan dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Kalaupun aku berterus terang, tidak akan membuat semuanya menjadi baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Mas Riko akan marah atau sebaliknya dia akan menguras uangku untuk berfoya-foya dengan wanita itu. Maaf saja, Mas, lebih baik aku hidup berdua dengan Kayla.

Selesai mengisi perut bersama Kayla, aku pergi ke butik yang jaraknya hanya beberapa ratus meter saja dari kamar yang kusewa. Beruntung selama ini Kayla sangat dekat denganku dan nyaris seluruh waktunya hanya berdua bersamaku di rumah. Jadi meskipun sekarang jauh dari Mas Riko, anak ini tidak akan rewel dan kehilangan Ayahnya.

Sesampainya di butik aku berbincang dengan Gina, orang yang selama ini dipercaya mengurus butik oleh Mbak Tika. Gadis yang umurnya tidak begitu jauh dariku ini memang kelihatan cekatan dalam bekerja, selain cantik juga ramah. Banyak yang aku tanyakan pada Gina mengenai butik ini, sebab selama lima tahun terakhir aku benar-benar tidak pernah ke sini. Semuanya aku percayakan pada Mbak Tika. Aku tahunya hanya uang yang ditransfer oleh Mbak Tika setiap bulannya.

Akan tetapi, aku kaget melihat pembukuan di butik ini yang penghasilan perbulannya cukup besar. Uang yang masuk ke rekeningku bahkan tidak sampai setengahnya dari pendapatan selama satu bulan. Lalu ke mana sisanya? Aku memang meminta Mbak Tika untuk mengambil bagiannya. Setengah dari penghasilannya untuk Mbak Tika dan setengah lagi untukku. Sebab meskipun ini butik milikku tapi selama ini Mbak Tika lah yang mengelolanya. Menurutku cukup adil kalau aku membagi rata penghasilan.

Salahku juga tidak pernah meminta Mbak Tika untuk memberikan rincian pendapatan. Aku percaya saja pada beliau lantaran beliau bukan orang lain. Tapi ternyata selama ini Mbak Tika tidak jujur. Apa karena alasannya itu kakak sepupuku ini menolak menampungku di rumahnya.

Ya Tuhan, ternyata sepolos itu aku selama ini. Percaya pada orang-orang yang sangat dekat denganku hingga aku tidak menaruh curiga sama sekali. Dan aku dengan mudahnya dikhianati oleh orang-orang yang justru aku percayainya sepenuh hati.

"Penghasilan bersihnya mencapai kurang lebih segini, Bu." Gina menunjuk angka yang membuat mataku terbelalak, pasalnya jumlah yang dikirim Mbak Tika tidak sesuai.

"Loh, berarti sebagian besar uangnya ke mana." Kutatap wajah Gina penuh selidik. Tidak menutup kemungkinan jika gadis ini juga ikut berperan dalam penggelapan uang butik.

"Saya tidak tahu, Bu. Tiap hari Bu Tika datang ke sini dan saya setor sesuai dengan jumlah penghasilan hari ini," jawab Gina dengan tenang, meyakinkan bahwa dia memang tidak bersalah.

"Aku pegang kata-katamu, ya, Gin. Kamu tidak usah takut kalau memang tidak bersalah." Aku tersenyum sambil menatapnya. 

"Iya, Bu. Saya memang khawatir Ibu tidak percaya kepada saya, soalnya saya yang bertanggung jawab di toko ini. Tapi soal keuangan, satu hari pun saya tidak pernah telat menyetor pada Bu Tika sebab Bu Tika sendiri yang datang ke sini setiap hari sore."

Karena penasaran dan ingin mendapat kejelasan secepatnya, akhirnya aku menghubungi ponsel Mbak Tika. Dua kali panggilan tidak juga diangkat, hingga panggilan ketiga   Mbak Tika malah merijeknya.

[Maaf Lis, Mbak tidak sedang tidak bisa menerima telepon. Nanti Mbak hubungi lagi, ya.]

Menit berikutnya Mbak Tika mengirim pesan. Sesibuk itukah dia, hingga tidak bisa menerima telepon. Padahal sewaktu aku masih di rumah Mas Riko, Mbak Tika tidak pernah menolak panggilanku.

Apa ini ada kaitannya dengan uang yang tidak jelas itu?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Hazreh Mandiri
yg bikin malas bacanya ceritanya diulang2, hhhh
goodnovel comment avatar
Wati Yusra
malas lagi baca novel ini sdg seru2nya harus pakai koin
goodnovel comment avatar
Yulianis Rosail
Ndak seru karena hrs bayarrrr
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karma untuk Suami Pelit   231. Menata Hidup

    Aku turun dari ojek tepat di depan rumah Pak Narto. Benar saja, di sini sedang ada pesta hajatan. Tapi pesta apa? Bukankah anak Pak Narto hanya Yesi yang belum menikah. Atau ... jangan-jangan yang dikhawatirkan Ibu benar. Yesi menikah dengan orang lain karena tidak ada kejelasan dariku. Pantas saja gadis itu tidak membalas pesanku apalagi mengangkat teleponku.Lututku lemas seketika. Tubuhku terasa ringan, kaki seakan tidak berpijak di bumi. Ingin bertanya pada orang yang berlalu lalang tapi aku tak sanggup mendengar jawaban mereka. "Gimana, Mas, mau balik lagi atau tidak?" tanya tukang ojek yang tadi kusuruh menunggu."Ya Mas, kita balik saja ke terminal." Aku bersiap untuk naik kembali ke atas motor."Bener, nih, gak jadi kondangan?" Entah ingin memastikan atau sekedarnya kepo, Mas tukang ojek bertanya lagi sebelum aku duduk di belakangnya."Iya, bener, Mas. Ayo!"Hilang sudah harapanku untuk mendapatkan Yesi. Ternyata Ibu benar, masalah itu jangan dibiarkan terlalu-larut. Buktinya

  • Karma untuk Suami Pelit   230. Pesta

    RikoPonsel kuletakkan di atas meja di ruang tamu. Baru saja Reka menelponku sambil sesekali terisak. Adik perempuanku itu ternyata sudah mengetahui tentang masa lalu Joan juga perasaan pria itu pada Lisa. "Kenapa Mas Riko tidak bilang sama aku kalau Mas Joan itu mantan pacarnya Mbak Lisa?"Aku tak bisa berkata-kata ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir adikku dengan lembut tapi penuh penekanan."Mas!? Mas Riko tahu 'kan kalau Mas Joan itu mantan pacar Mbak Lisa?" Reka mengulang pertanyaannya karena aku tidak menjawab."Bukan. Mereka tidak pernah berhubungan. Tapi Joan memang cinta sama Lisa.""Jadi Mas tahu tentang itu? Dan cintanya masih ada sampai sekarang. Itulah yang membuat aku tidak enak sebagai istri. Kenapa tidak bilang sama aku?""Mas tidak mau mematahkan kebahagiaan kalian. Melihat ibu begitu berbinar, Mas sangat senang.""Tapi pada akhirnya aku sakit hati, Mas! Mengetahui masih ada nama wanita lain di hati suamiku. Itu yang membuat aku jadi istri yang tak berguna.""

  • Karma untuk Suami Pelit   229. Wanita di Masa Lalu

    Timbul pertanyaan, jika Mas Joan tidak mengundangnya karena tahu dia mantan kakak iparku, berarti ada kemungkinan Mas Joan saling kenal dengan Mas Riko. Teringat saat lamaran tempo hari, Mas Joan pergi berdua dengan Mas Riko dengan alasan ingin berbicara secara pribadi.Aku Jadi curiga, apa di antara mereka ada urusan yang tidak aku ketahui."Tidak apa-apa, Bu. Meskipun saya tidak diundang, yang penting sekarang saya tahu kalau Reka sudah menjadi menantu Ibu. Saya ikut senang, karena Reka mendapatkan keluarga yang pasti menyayanginya." Mbak Lisa tersenyum sambil mengusap perutnya. Meskipun ada kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi wanita yang super sabar itu menutupinya dengan senyuman."Oh ya, kalian kenal di mana?" Mama Anita memberikan pertanyaan yang membuat aku bingung untuk menjawabnya.Aku saling pandang dengan Mbak Lisa. Ragu untuk menjawab karena khawatir Mbak Lisa tidak mau membuka masa lalunya."Reka ini ... mantan adik ipar saya." Akhirnya Mbak Lisa yang memberikan jawaba

  • Karma untuk Suami Pelit   228. Dirahasiakan

    Seminggu sudah aku menjadi istrinya Mas Joan. Tapi kebahagiaan sebagai pengantin baru yang sesungguhnya tidak aku dapatkan. Mas Joan ternyata tidak menyentuhku di malam pengantin kami. Begitupun malam-malam selanjutnya, bahkan tidur pun memunggungi. Ketika kami pulang dari hotel tempat resepsi diadakan saat itu. Kami baru saja memasuki kamar ketika Mas Joan mengajakku berbicara serius."Kamu tahu 'kan, pernikahan ini terjadi atas keinginan Mama. Jadi aku harap kamu juga mengerti kalau aku belum bisa menjadi suami seperti yang diinginkan," ucapnya datar tanpa menatapku.Aku terperanjat mendengar pernyataan pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu. Kupikir karena Mas Joan sudah menyetujui rencana Mama Anita, maka pria ini akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya."Kalau Mas Joan tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa Mas menyetujui rencana Mama? Padahal aku lebih baik ditolak daripada dinikahi tapi tidak dianggap.""Kamu jangan salah paham, Ka. Aku bukan tidak mengingink

  • Karma untuk Suami Pelit   227. Dingin

    RekaEntah apa yang dibicarakan oleh Mas Joan dan Mas Riko hingga mereka perlu mencari tempat untuk bicara secara privat. Mungkin Mas Joan ingin memintaku secara pribadi pada Mas Riko, secara mereka juga baru pertama kali bertemu. Sewaktu Mas Joan berkunjung tempo hari, kakakku memang belum ada di rumah Ibu.Sambil menunggu dua laki-laki itu kembali, aku berbincang dan menemani Ibu Anita dan Pak Adi. Mereka bertanya banyak hal tentang keadaan kampung ini. Dengan senang hati aku pun menjawab setiap pertanyaan mereka.Aku juga sempat berbincang dengan Ibu. Bertanya mengenai Mas Riko, karena aku belum sempat mengobrol dengan kakakku itu.Kata Ibu, kemarin Mas Riko datang bersama seorang wanita dan keluarganya. Mereka adalah orang yang selama ini membantu dan menemukan Mas Riko saat terlantar dulu. Rupanya kakakku itu punya hubungan khusus dengan gadis bernama Yesi itu. Sayangnya, Mas Riko tidak jujur tentang masa lalunya. Tentang dua kali pernikahannya, tentang Kayla, dan tentang penjara

  • Karma untuk Suami Pelit   226. Bukan Perjanjian

    JoanHari ini aku benar-benar mendapatkan kejutan besar. Setelah satu bulan yang lalu aku menyetujui keinginan Mama agar menikah dengan Reka, hari ini aku mendapatkan fakta bahwa Reka adalah adiknya Riko. Pria yang sudah mengambil Lisa dariku, tapi kemudian mencampakkannya.Pantas saja selama ini aku familiar melihat wajah gadis itu. Aku seperti mengenalinya, tapi tak tahu di mana. Rupanya karena memang Reka dan Riko itu mirip. Jelas saja, karena mereka adik kakak. Akan tetapi, karakter keduanya berbeda. Setahuku Riko adalah pria bejat. Itu saja, tak perlu aku merincikan seberapa brengseknya pria itu. Dengan menghianati Lisa saja sudah cukup bagiku melihat sisi buruk pria itu. Reka sebaliknya, gadis yang kukenali karena kecelakaan itu punya prinsip yang sangat kuat dalam hidupnya. Zaman sekarang, menemukan gadis yang tidak pernah pacaran itu hal yang sangat sulit. Inilah salah satu alasanku menyetujui rencana Mama. Kalau aku dulu menolak Bela, karena dia terlalu maniak bekerja hin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status