"Aku butuh jeda."
"Maksud kamu?"
"Vee." Rose semakin mendekat untuk berbicara lebih serius. "Ayo kita akhiri, aku mau kita pisah." ucapnya detik itu juga.
Keduanya berada di hotel, menempati kamar di lantai 20. Jangan salah paham, Vee dan Rose bermaksud untuk berkemas karena sebentar lagi akan pulang ke Indonesia.
Rose pun Vee tak bisa membiarkan Lily khawatir karena kepergian Rose yang mendadak ke negara ini tak dibicarakan terlebih dahulu kepada putrinya. Keduanya ingin membawakan Leon sebagai hadiah, dan bocah laki-laki itu pun antusias meskipun gugup bukan main sedang melandanya. Lantas tak mau membuang waktu, Leon segera mengemas barang seperlunya, sisanya biar besok saja dibereskan oleh Dera.
Vee mundur selangkah saat Rose berusaha semakin mendekat lagi ke arahnya. "Aku nggak ngerti maksud kamu? Bahkan kita belum memulai? Lalu apa yang mau diakhiri?" tanyanya.
Disaat keadaan yang semula kacau dan berakhir menjadi baik. Kenapa Rose seak
Vee tersenyum sedari tadi, bahkan ia mengabaikan Rose yang duduk di depannya, suara dengkuran Shane yang sudah tidur di sofa juga tidak mengganggu telinganya. Tangan Vee tak berhenti mengetik sesuatu di ponselnya, entah kenapa perasaan Rose mendadak buruk karena Vee terlihat baik-baik saja setelah sebelumnya sempat memohon untuk tidak berpisah.Kenapa Rose yang lebih merasa kehilangan? Harusnya Vee merasa terpuruk—harapan Rose yang begitu buruk ternyata tidak terealisasi dengan benar. Atau sebenarnya Vee tidak benar-benar menginginkannya. Rose pusing dengan isi kepalanya."Kak Haikal curang." Leon memekik membuat Rose mendongak untuk melihat ke arah putranya.Leon bersama Haikal dan Dilan, ketiganya menempati kursi bagian belakang yang tak terhalang jarak jauh dari Rose. Oh, meraka semua berada di dalam Jet Pribadi milik Lily, sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia lagi."Leon." Vee bersuara sedikit keras untuk memanggil Leon. Sang empu yang me
Perasaan haru, bahagia, menyesal menumpuk jadi satu setelah penjelasan kelewat panjang keluar dari mulut Vee di hadapan semua orang yang berkumpul di dalam satu ruangan.Terbukanya buku lama, kejadian naas yang menimpa Leon pun dengan cerita di luar nalar yang bocah cilik itu lakukan lantas membuat para orang dewasa tak bisa berpikir secara logis.Benarkah?Hanya satu pertanyaan itu.Tapi jika tidak benar, atau jika hanya karangan buku dongen semata, tidak akan mungkin menjadi rumit seperti ini bukan?Vee mati-matian menjelaskan secara detail agar semua paham hingga perasaan lega tiada beban tuntas terangkat.Satu hal yang terpenting sekarang adalah, semua sudah berkumpul bersama, Leon yang sempat tiada nyatanya tidak benar adanya.Singapura beberapa jam yang lalu.Vee menaiki tangga darurat hotel Diamond Sand. Jika tadi ia berpamitan kepada Rose untuk pergi ke bawah menemui seseorang, nyatanya Vee berbohong.Tempat pert
Hari ini sangat terang, Rose membuka matanya perlahan. Silau dari celah jendela membuat matanya sulit terbuka lebar. Ia tiba-tiba mengingat tentang Vee yang dulu suka bermanja padanya, dulu sekali, Rose rindu, tapi tidak bisa berbuat banyak.Tiga hari yang lalu tepatnya. Vee tak mau mengulur waktu setelah sesampainya kembali dari Singapura, malam itu, Vee sepertinya benar-benar kecewa kepada Rose lantas tak menunggu pagi tiba ia langsung pergi saja tanpa banyak bicara.Rose sedikit mendengar percakapan Vee mengatakan perpisahan, ah, bukan, lebih tepatnya menjelaskan kepada Lily dan Leon jika ia akan hidup terpisah dari mereka karena tidak boleh seorang wanita dan pria dewasa tinggal serumah tanpa ikatan.Lily sebenarnya protes dan mengatakan tidak apa-apa, lagipula keduanya tidak tidur bersama. Namun Leon membenarkan perkataan ayahnya jika langkah yang diambil sudahlah sangat tepat. "Dad, secepatnya menikah biar kita bisa hidup tenang dalam satu rumah." Leon men
Isi rapat tidak semenegangkan seperti yang dibayangkan oleh Rose. Nyatanya, Dera hanya meminta maaf atas ketidak profesionalan yang ia lakukan selama beberapa tahun ini tanpa mau menjelaskan apa alasannya, namun tentu saja Rose sangat tahu alasannya, karena bersembunyi bersama Leon anaknya.Rose sempat marah kepada Dera sebab menyembunyikan Leon begitu lama. Tapi belum sempat Rose melayangkan protes, Vee sudah menjelaskan kronologi sebenarnya. Alih-alih marah, Rose lebih memilih untuk berterimakasih, yang sebesar-besarnya.Kembali ke rapat hari ini.Satu hal lagi yang disampaikan Dera adalah mengenahi acara ulang tahun perusahaan Diamond miliknya yang akan diadakan dua hari kedepan. Wanita paruh baya itu mengharapkan kehadiran kolega bisnis sekaligus karena ada beberapa hal yang ingin disampaikan.Jujur, Rose sedikit khawatir tentang apa yang akan dikatakan Dera nantinya. Apakah tentang Leon dan Lily? Rose sangat berharap jangan sampai Dera membuat pengum
Sepanjang perjalanan, Rose hanya terdiam sampai Shane berkali-kali menghela napas di samping kanan.Sahabat Rose itu sedang beralih profesi sebagai supir pribadi atas niatnya sendiri. Memang benar Rose secara spontan meminta agar Shane mengantar pulang tanpa memikirkan bahwasanya sahabatnya itu masih ingin berpesta. Namun, saat sudah berada di gedung saat keluar, Rose meminta Shane untuk kembali masuk dengan dirinya yang akan pulang sendirian, tapi sayang seribu sayang, Shane yang teramat peka dengan kondisi hati Rose saat ini memilih untuk mengikuti wanita itu."Rose....""Aku mau pergi ke hotel?""Untuk apa?""Menginap. Anak-anak malam ini akan bersama neneknya, jadi aku ingin sendirian di hotel. Jangan banyak tanya. Turunkan aku di hotel depan."Rose tidak mau memulai pembicaraan mengenai apa yang barusan terjadi, dengan Shane, atau bahkan jika bukan dengan wanita itu tidak juga dengan siapapun, ia hanya ingin sendiri.Dengan gaun
Dera menuju podium karena wanita itu sudah tidak tahan. Waktu sudah menuju malam dan semakin larut. Ia tidak bisa membiarkan tamu undangan hanya berjalan-jalan dan makan tanpa ada pengumuman."Ekhem." Dera berusaha menutupi kegugupan dengan sesekali berdehem, di depan bibirnya sudah terpasang microphone yang di genggam oleh tangannya."Selamat malam semua." Dera mulai berbicara, praktis membuat semua berhenti dari gaduh dan beralih memperhatikannya."Saya Sandera, pemimpin utama Diamond Corporation. Pertama-tama, dengan teramat sangat menyesal telah membuat kegaduhan dengan kembali mendadak. Saya minta maaf."Semua tamu undangan hanya diam, dan perlahan semua fokus untuk memandang ke depan. Tak terkecuali orang terdekat. Hanya Vee yang tidak ada karena menyusul Rose yang main kabur meninggalkan pesta.Sandera mulai sedikit santai, ia tersenyum. "Sebenarnya tujuan saya mengadakan pesta malam ini untuk membuat pengumuman juga. Sangat sensitif dan han
Vee tidak berbohong kepada ibunya perihal obat aspirin yang selama dua hari ini terus mampir melewati tenggorokannya. Pusing teramat pening merenggut ketenangan kepalanya.Bukan tanpa alasan, apa lagi sih jika bukan perkara cinta?Semenjak Rose memutuskan untuk berpisah, sejak itu pula rumah Dera menjadi penampung tubuh malangnya. Lihat saja, wajah itu pucat, tidak ada napsu hidup sama sekali. Sampai sang mama uring-uringan melihat tingkah pria dewasa yang harusnya tak berlagak seperti remaja baru putus cinta."Kamu itu lho, mau sampai kapan terus begini. Dari dulu kok nggak becus ngurus diri. Goblok temen nduwe anak lanang gor siji."Bla. Bla. Bla.Kepala Vee seperti dihantam dengungan lonceng paling nyaring di dunia. Nyatanya bersama Dera tak membuat Vee bertambah lega. Setiap hari kerjaan ibunya itu mengomel saja. Selalu menyalahkan dia."Ma. Aku nggak paham mama ngomong apa. Pakai bahasa indo yang benar, jangan bahasa jawa, sumpah aku ng
"Dia sangat menyukai basket. Sama seperti Leon dan Lily. Terimakasih anda tidak lupa mendoakannya."Rose tersenyum mendengar kalimat itu. Decakan tawa pria di sampingnya menyambut hening yang sedari tadi datang bersama angin yang sedikit kencang.Di atas rumput Rose berdiri setelah mengirim bunga di pemakaman yang dulunya ia kira milik Leon putranya. Ia ingin mengubah nama di atas batu muaram, tapi sang ayah dari Alenso tak mengijinkan, katanya biar saja, yang terpenting adalah doa yang terkirim dengan rutin dan tidak lupa.Rose tak ingat berapa kali jemari lentiknya mengusap pipi yang berkali-kali basah akibat air mata. Rose juga tak ingat rasanya perih yang menggores lutut akibat menubruk tanah oleh sebab ia berlutut dihadapan Robert sebagai tanda permintaan maaf."Aku mengatakan pada Leon untuk tidak mengingat kejadian itu. Salah jika anda mengira saya menyesal karena kehilangan putra saya."Rose menyimak bersama desiran angin yang