Dewi melangkah masuk menuju tempat di mana akan di adakannya seleksi untuk mengikuti perlombaan IPS tingkat provinsi.
"Sini Dew." sambut Melo—saingannya yang berbeda kelas.
"Kamu udah menghapal apa aja?" tambah Melo saat Dewi sudah duduk di sampingnya.
Dewi mengeluarkan catatan yang di buatnya, dengan antusias Melo meraih catatan itu.
"Ini kamu yang bikin, Dew?" tanya Melo dengan senyum ramahnya yang khas di sertai suaranya yang lembut.
Dewi mengangguk dengan melempar senyum kecil. Dewi kalau dengan orang lain memang seperti itu, jarang berbicara.
"Oh iya—" Melo menutup catatan itu lalu membisikan sesuatu."kamu beneran pacaran sama Dewa? Kemarin di parkiran anak - anak heboh karena kamu cewek pertama yang masuk ke mobil Dewa." bisik Melo, setelahnya menatap Dewi dengan penuh minat. Berharap Dewi akan terbuka padanya walau tidak terlalu dek
Dewi benar - benar tidak bisa tidur, jiwanya resah mengingat besok pengumuman akan di tempel di mading. Ponselnya berdering, mengalunkan musik adik EXO, NCT Dream - Hot sauce.Dengan lesu Dewi meraih ponselnya dan nama Dewa lah yang tertera di sana."Ya hallo," sambut Dewi dengan tidak bertenaga. Dia sebenarnya sedang dalam mood tidak ingin di ganggu."Engga bisa tidur?" tebak Dewa yang sangat tepat sasaran, Dewa melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 1 malam."Hm."gumam Dewi sebagai jawaban."Mau aku nyanyikan lagu?" tawar Dewa seraya mengerjapkan matanya , sepertinya bir yang di minumnya sudah mulai bereaksi."Engga usah." tolak Dewi dengan di akhiri helaan nafas panjang guna menetralkan degub jantungnya yang berdebar entah karena Dewa atau karena kegelisaannya menunggu besok."Jangan sungkan,
Rizkita mengepalkan tangannya dengan nafas memburu kesal, marah plus kecewa dengan jalan hidupnya yang terasa rumit.Demi apapun Rizkita hanya ingin menjadi siswi biasa sesuai umurnya, tidak memusingkan uang, tidak lelah karena pekerjaan, dia hanya ingin sibuk bermain."Rania, mama tetap tidak berubah.."lirih Rizkita yang kini terisak, amarahnya menguap menjadi rasa lelah akan semuanya.Rania sang sahabat yang merangkap asistennya kini memeluk Rizkita. Keduanya berada di posisi yang sama, di jadikan mesin uang dengan mengesampingkan pendidikan. Keduanya hanya home schooling."Mereka beruntung merasakan masa putih abu - abu, sedangkan aku melewati fase itu."lirih Rizkita dengan tangisan yang semakin tak terbendung."Mama marah saat aku bilang ingin berhenti, apa uang papa tidak cukup? kenapa aku harus bekerja banting tulang sedangkan Dewi dia bisa merasakan bangku sekolah! sem
Rizkita masuk dengan tanpa permisi membuat Dewi yang tengah berbincang dengan Dewa lewat ponsel mengalihkan fokusnya."Ada apa Ta?"tanya Dewi heran melihat raut marah di wajah Rizkita."Semua ga adil!"teriak Rizkita seraya mendorong Dewi hingga terjatuh ke lantai."Akh! ada apa Ta?"tanya Dewi dengan ringisan sakit saat merasakan lengannya yang mungkin terkilir."Enak ya pacaran? enak ya sekolah! lo ga berguna!"teriak Rizkita dengan nafas memburu."kenapa gue? harusnya elo!"lanjut Rizkita semakin tak terkendali.Dewi mulai gelisah, dia tidak mengerti maksud Rizkita apa."Maksud kamu apa Ta?"lirih Dewi."Kenapa cuma gue yang kerja di sini? sedangkan elo yang nikmatin uangnya buat sekolah dan pacaran! sialan!"teriak Rizkita lalu melayangkan tamparan keras ke pipi Dewi.Dewi tak bisa lagi membendung air mata dan amarahnya."Harusnya gue yang merasa g
Dewa turun dari mobilnya di ikuti Dewi, Dewa mengulurkan tangannya yang dengan ragu Dewi sambut. Keduanya berjalan masuk menuju rumah Dewa yang tampak sepi."Ga pulang sekali pulang bawa perempuan!" Elsa terlihat pura - pura marah, membuat Dewi menciut takut. Tidak percaya juga akan di bawa ke rumah Dewa."dan kamu—""STOP! kalau mama ga tahu kejadiannya mending diem! Dewa males debat!" potong Dewa dengan wajah di tekuk malas.Dewi semakin menunduk takut, wajah Dewa benar - benar garang. seperti akan memakan musuhnya hidup - hidup."Mama ga ngajak kamu debat! Mama cuma mau kenalan!" Elsa begitu kesal dengan pikiran negatif Dewa.Dewa menarik Dewi agar melanjutkan langkahnya. Membiarkan Elsa yang terus berceloteh dan memanggil mereka.Dewi duduk di ujung kasur Dewa, semua terlihat serba hitam, namun bersih. Dewi teringat pada mama Dewa tadi, ada apa
Atiya keluar dari kamarnya dengan bersenandung pelan, wajahnya begitu berseri - seri. Tas limited yang di incarnya sudah ada di kamarnya. Tidak sia - sia dia mengancam kakanya."Woi!" panggil Atiya saat melihat Dewa berjalan melewatinya begitu saja, kebiasaan!Dewa melirik Atiya dengan alis terangkat satu."Apa?"tanyanya cuek.Atiya memejamkan matanya sekilas guna menahan kekesalnnya, selalu saja di buat kesal."Gue di sini keliatan ga sih! Nyapa kek!" semprot Atiya.Dewa menjitak kening Atiya sebagai respon lalu berlalu menuju kamarnya.Atiya sontak meringis kesakitan."Dasar sableng! Punya kakak kok gini amat!" gerutunya dengan terus mengusap keningnya."bilangin Dewi baru tahu rasa!"lanjutnya dengan muka di tekuk kesal.Atiya dan Dewa adik kakak, setelah beberapa bulan melahirkan Dewa, Elsa kembali mengandung Atiya karena kebobolan, Rafa lupa tidak memakai pen
Dewa berjalan menuju ke gudang belakang, seperti biasa bolos pelajaran untuk merokok bersama Braya dan Irvan. Dewa melirik ke arah kelas Dewi, di sana tampak ricuh sepertinya sedang jam kosong.Dewa menepuk pundak Braya yang terlihat asyik berbincang dengan Irvan."Kalian duluan.."Braya dan Irvan mengangguk lalu melanjutkan langkahnya dengan kembali berbincang dan tertawa.Dewa mengamati Dewi dari kejauhan, gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong menatap jemarinya yang berada di atas meja.Dewa kesal pada adiknya yang kini entah berada di mana, kenapa tidak menemani Dewinya.Dewa masuk tanpa permisi, membuat orang yang ricuh di dalam kelas itu mulai berhenti. Keadaan pun tiba - tiba hening tanpa Dewi sadari.Dewa meraih pergelangan tangan Dewi membuat Dewi mendongkak dengan sedikit kaget."Ikut aku.." Dewa menyeret pelan D
Dewa meletakan seragam Dewi dalam paperbag di jok belakang, di susul dengan masuknya Dewi yang duduk di samping joknya."Kita mau kemana?"tanya Dewi dengan melirik Dewa sekilas.Dewa menyalakan mesin mobilnya."Ke tempat orang pacaran tapi ke markas dulu mau ambil tas.."jelas Dewa tanpa menatap lawan bicara.Dewi tak merespon, dia mulai kembali sibuk sendiri dengan apa yang di lewati mobil Dewa.Dewi masih harus membiasakan diri, dia belum pernah pacaran kalau hubungan tanpa status sih pernah sekali dan itu dulu, cukup lama. Makanya Dewi merasa kaku.Dewi menoleh kaget saat sebelah tangan Dewa menggenggam tangannya yang berada di pangkuan.Dewi mencoba melepaskan genggaman itu."Jangan gini, ga baik nyetir pake satu tangan.." Dewi tampak resah, genggaman Dewa sulit dirinya lepaskan."Sebentar, jalan lagi sepi.." Dewa terlihat cuek.
Dewi menahan nafas saat bibirnya berucap repleks. Saat Dewa bertanya mau cium dia menjawab iya tentu saja Dewi malu setengah mati."Jadi mau?" Dewa terkekeh pelan seraya menuangkan air ke dalam gelas."nih minum dulu, ciumnya abis selesai kamu minum aja.."lagi Dewa terkekeh geli."A-Apa sih! aku ga bermaksud—""Iya, aku becanda kok."potong Dewa.Dengan bibir di tekuk Dewi meneguk airnya dengan tak berselera. Dewa hanya menatap Dewi dengan tatapan tak terbaca."Udah?" Dewa meraih gelas di tangan Dewi lalu setelah menyimpan gelas itu Dewa menarik Dewi, mengangkat tubuhnya hingga duduk di meja makan."Dewa kamu.."ucapan Dewi terhenti saat Dewa membungkam mulut kecil nan tipis milik Dewi, perlahan Dewa melumat bibir itu, menghisapnya bahkan kedua tangannya sudah melingkar di tubuh Dewi. Menariknya untuk semakin merapat.Dewa melepaskan