Bab 26Handi tampak sibuk memeriksa dokumen yang baru saja diterimanya dari Rosa. Rencananya bulan depan dia akan membuat cabang perusahaan baru di luar kota.Setelah mencari tempat yang cukup strategis untuk membuat perusahaan, Handi berhasil menemukannya meski dia juga harus merogoh kocek lebih mahal."Pak, untuk cabang baru apakah kita akan menugaskan beberapa tim lapangan?"Handi mengangguk pelan. "Benar. Kita butuh tim lapangan agar bisa mengecek keadaan sekitar dan juga mempromosikan barang-barang kita ke konsumen."Rosa mengangguk patuh. Handi memang telah mempersiapkan segalanya sejak awal dan pria itu juga telah merancang berbagai produk baru agar bisa menggaet konsumen.Bukan hanya bisnis properti, namun dia juga memiliki bisnis di bidang kecantikan serta makanan.Rencananya Handi akan membangun cabang baru khusus makanan khas daerah sekitar agar konsumen juga tertarik tapi tetap menyukai hidangan lokal.Netra hitam pria itu masih menatap lembar demi lembar isi dokumen di ta
Bab 27Beberapa karyawan kini telah berkumpul di ruang rapat. Tak lama direktur serta sekretarisnya datang dan rapat akan segera dimulai.Handi tampak mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan mengecek para karyawan yang diperintahkan untuk mengikuti rapat. Netra hitamnya tampak memicing saat melihat sosok Adi dan yayuk. Pria itu lantas memberi kode pada sekretarisnya dan Rossa mengangguk pelan sambil memulai rapat."Seperti yang kita semua ketahui bahwa Pak direktur berencana untuk membangun cabang baru di luar kota agar bisa memperluas jangkauan konsumen," ujar wanita berambut sebahu itu.Para karyawan tampak mengangguk pelan. Mereka semua cukup antusias setelah mendengar tentang rencana pembangunan cabang baru di luar kota.Apalagi Adi yang memang sudah menunggu-nunggu kesempatan agar bisa meraup lebih banyak uang. Sebagai anggota di bagian departemen keuangan, Adi dan Yayuk memang bertugas untuk menyalurkan dana yang dibutuhkan oleh perusahaan."Untuk lokasinya sudah ditentukan d
Bab 28Rosa sejak tadi tampak mencuri-curi pandang ke arah Handi. Pria itu sebenarnya sadar namun dia mencoba untuk diam sejenak. Rasa tak nyaman pada akhirnya membuat pria itu memutuskan untuk menoleh dan balik menatap sosok sang sekretaris."Apa ada yang ingin kamu katakan Rossa?"Wanita itu tampak tersentak kaget. Namun dengan cepat dia langsung menundukkan kepalanya perlahan sebagai tanda permintaan maaf."Maaf, Pak Handi. Saya tidak bermaksud untuk bersikap tidak sopan," ujarnya.Handi menganggukkan kepalanya perlahan. "Tak masalah. Ada apa?"Rossa meremas ujung jarinya sendiri agar bisa menekan perasaan ragu yang sempat muncul di dalam hatinya. Bagaimanapun juga dia harus menanyakan tentang alasan mengapa sang atasan tiba-tiba memutuskan untuk membentuk tim lapangan baru."Sebenarnya saya merasa penasaran karena anda tiba-tiba berencana untuk membentuk tim lapangan baru dan merekrut Pak Adi Sucipto," ungkapnya.Handi menghela napasnya perlahan. Sejak awal dia sudah bisa menebak
Bab 29Sebelum Putri berlalu pergi dari ruangannya, Handi kembali memanggil gadis kecil itu agar mendekat."Ada apa, Om?" tanyanya penasaran.Pria itu lantas beranjak dari sofa dan membuka tas kerja miliknya sambil meraih sebuah kotak berisi handphone baru yang dibelinya beberapa saat lalu."Put, Om sudah belikan handphone untuk Ibumu. Nah, ambilah," ujarnya seraya mengulurkan sebuah box berisi ponsel terbaru.Mata gadis kecil itu kini tampak berbinar senang saat menerima sebuah kotak berisi handphone. Putri mendongakkan kepalanya dan menatap lekat sosok Handi."Tapi ini 'kan mahal, Om?"Putri sangat yakin kalau harga sebuah ponsel tidaklah murah karena Siti bahkan harus menghemat banyak uang agar bisa menabung untuk membelinya.Handi menggelengkan kepalanya perlahan sambil mengusap pelan puncak kepala gadis kecil di hadapannya dengan lembut."Nggak apa-apa, Put. Lagipula Om biasanya memang membelikan ponsel pada para pegawai yang membutuhkannya," kilahnya.Perkataan Handi barusan han
Bab 30Adi tampak bersiul beberapa kali sebelum dia masuk ke dalam rumahnya. Bu Retno yang tengah menonton TV tampak menoleh dengan kening yang berkerut karena merasa penasaran saat melihat putranya datang sambil berdendang riang."Kelihatannya kamu lagi senang, ya? Ada apa?" tanyanya penasaran.Adi terkekeh pelan saat mendengar pertanyaan ibunya. Pria itu memang tengah merasa senang karena sebentar lagi akan meraup banyak uang.Adi lantas duduk di sofa dan meraih cemilan yang berada di atas meja. Namun pria itu hampir lupa tak menjawab pertanyaan sang Ibunda tercinta.Bu Retno tampak memasang wajah kesal karena merasa diabaikan oleh putranya. Apalagi wanita paruh baya itu sejak tadi berada di rumah dan menghindari beberapa teman sosialita yang mengajaknya untuk pergi keluar.Bukan tanpa alasan, Bu Retno memang sengaja melakukannya karena dia memegang uang. Wanita paruh baya itu sangat yakin kalau image-nya akan dipandang buruk jika ketahuan tak memiliki uang."Kenapa diam saja, Di? I
Bab 31Bu Retno masuk ke dalam kamarnya setelah mematikan televisi. Hatinya sejak tadi masih saja terbakar amarah apalagi saat mengingat ucapan Adi.Bagaimana pun juga, Bu Retno tak boleh diam saja saat putranya membandingkan dirinya dengan Siti.Susah payah dia telah berusaha menyingkirkan wanita itu dari kehidupan Adi.Bu Retno tahu kalau putranya pasti membutuhkan seorang istri agar bisa menemani serta merawatnya. Tapi wanita paruh baya ini tetap saja merasa enggan untuk berbagi apalagi jika data bulanannya harus terbagi dua.Bu Retno tak ingin kembali menjalani kehidupan yang pas-pasan hanya karena dia harus berbagi dengan menantunya. Wanita paruh baya itu sangat yakin kalau putranya yang masih muda bisa saja menemukan wanita lain. Meski Adi harus menunda waktu beberapa tahun lagi untuk menikah kembali.Setidaknya Bu Retno ingin menikmati masa tuanya sebelum dia harus mengalah pada menantunya. Andai kata putranya memutuskan untuk menikah lagi, Bu Retno tentu saja tak akan tinggal
Bab 32Yayuk menatap tajam ke arah sosok pria yang kini tengah bersiap untuk pergi ke ruang meeting. Semalam, dia telah menghabiskan waktunya untuk berdebat dengan Adi dan pria itu tak mau mendengarkan nasehatnya sama sekali.Kesal, itulah yang dirasakan oleh Yayuk.Padahal wanita itu hanya ingin membuat keadaan menjadi lebih baik dan juga mengurangi sedikit kecurigaan yang mungkin saja tengah dirasakan oleh sang direktur.Wanita itu kini tampak melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Dia masih saja melayangkan tatapan tajam sambil mengangkat wajahnya dan memasang ekspresi yang arogan."Sepertinya kamu sangat bersemangat untuk meeting hari ini, ya?"Adi yang tengah sibuk membaca dokumen lantas menoleh dengan kening yang tampak berkerut. Pria itu kini bahkan tak segan untuk melayangkan tatapan tajam karena dia tak ingin dianggap rendahan."Kenapa? Aku hanya bekerja sesuai dengan peraturan. Ini masih pagi, jadi jangan mencoba untuk menyulut emosi karena aku tidak ingin menghabiskan
Bab 33Adi melirik ke arah sosok wanita yang kini tampak tengah sibuk menatap layar monitor. Pria itu lantas mendekat perlahan dan mencoba untuk meminta maaf kepada Yayuk. Adi sengaja membeli kopi kesukaan wanita itu. Dia berharap hadiah kecil ini bisa membuat permintaan maaf yang menjadi jauh lebih berharga dan juga dinilai dengan tulus."Kamu masih marah?"Wanita itu melirik sekilas namun tak lama langsung membuang pandangannya karena tak ingin bertatap muka lebih lama lagi dengan Adi. Rasa kesal masih saja menyelimuti hati kecil Yayuk.Bagaimanapun juga pria itu telah berhasil membuat amarahnya memuncak dengan hebat.Adi menghela napasnya perlahan karena dia diperlakukan dengan begitu dingin dan acuh oleh wanita di hadapannya. Padahal dia berniat untuk meminta maaf."Maaf, deh. Aku juga nggak berniat untuk melukaimu apalagi menakutimu," lirihnya.Yayuk menghela nafasnya dengan kasar. Dia kini mendongakkan kepala dan menatap lekat netra hitam milik Adi."Ngapain kamu minta maaf? But