Bab 70Siti tampak mengulas senyum tipis setelah mengirimkan bab terakhir dari novelnya. Tak terasa dia telah meluangkan waktu hingga berhasil memenuhi jumlah kata yang diperlukan untuk mencetak buku."Alhamdulillah, Ya Allah. Akhirnya aku bisa menyelesaikannya dengan tepat waktu," lirihnya.Setelah berpikir beberapa kali pada akhirnya dia memutuskan untuk menandatangani kontrak agar bisa mencetak novelnya.Para pembaca setianya juga bersedia untuk membeli novelnya jika memang akan dibuat sebagai buku.Tak pernah sekalipun terpikir dalam benaknya bahwa karyanya akan menuai banyak penggemar dan juga dilirik oleh salah satu agensi besar yang telah menaikkan nama para penulis.Padahal Siti masih berpikir bahwa karyanya memiliki banyak kekurangan. Tapi untungnya dia mendapat bantuan dari para tim agensi.Tak berselang lama sebuah pesan masuk ke ponselnya. Siti lantas membacanya dengan teliti.[Terimakasih karena telah mengirimkan bab terakhir dari novel 'Cinta di atas Luka'. Kami akan seg
Bab 71Waktu bergulir dengan cepat dan tiba waktunya proses pendaftaran bagi para siswa yang akan bersekolah. Tak ingin menunggu waktu lebih lama lagi, Siti berencana untuk izin pergi keluar besok pagi agar bisa mendatangi sekolah guna mendaftarkan putrinya.Setelah selesai memasak makan malam, Siti langsung menghidangkannya ke atas meja. Walaupun begitu wanita itu tetap harus mempersiapkan sebuah piring dan mengisinya dengan lauk pauk karena sang majikan seperti biasanya memang akan makan di ruang kerja.Siti lantas mengisi piring dengan nasi dan juga lauk pauk. Menu malam ini ialah ayam saus pedas manis. Bi Yati sempat memberikan informasi yang cukup penting mengenai makanan kesukaan Handi. Ayam saus pedas manis adalah salah satunya. Biasanya Putri yang akan mengantarkan makan malam untuk Handi. Namun khusus hari ini wanita itu yang akan mengantarkannya sendiri. Siti tahu kalau hubungannya dengan sang majikan kini sedikit canggung. Mau tak mau dia tetap harus pergi karena ini semu
Bab 72"Sepertinya aku harus periksa ke dokter," lirih Handi sambil meletakkan telapak tangannya tepat di depan dada.Bukan Handi saja yang merasa tak karuan. Siti juga sama. Wanita itu kini tampak berjalan dengan langkah yang gontai. Pandangan matanya bahkan tampak kosong. Isi pikirannya mulai menguap perlahan dan diterpa angin bernama dilema.Siti menghela napas perlahan. Dia harus bagaimana sekarang?Sebisa mungkin dia mencoba untuk menghindari kontak mata dengan Handi. Bahkan Siti juga berusaha agar bisa memperjauh jaraknya. Tapi tetap saja semesta seolah meminta mereka berdua untuk bersatu.Sumi tampak memicingkan matanya dari kejauhan. Wanita itu merasa cukup heran saat melihat Siti. Dia yang awalnya baru saja selesai mencuci piring, lantas mendekat perlahan."Mbak," panggilnya.Hening. Tak ada jawaban apapun. Siti masih saja sibuk melamun. Wanita itu bahkan tak sadar akan kehadiran Sumi."Mbak Siti," panggilnya lagi dengan suara yang jauh lebih keras dari sebelumnya.Siti ters
Bab 73"Sudah siap semuanya? Ayo berangkat sebelum terlambat."Putri dan Siti mengangguk dengan cepat. Keduanya mengikut langkah pria jangkung di hadapannya dengan langkah ritmis. Setelah masuk ke dalam mobil, suasana kembali terasa canggung. Padahal Siti naik di kursi depan. Setidaknya agar dia tak terlalu mengganggu sang majikan yang memang tak suka naik di kursi samping pengemudi. Namun, Handi lagi-lagi menolaknya. Alhasil, Putri, Handi dan Siti kini duduk berdampingan.Jika ada orang lain yang melihatnya, mereka pasti akan berpikir kalau ketiga orang itu merupakan keluarga. Pandangan Putri beralih menatap Siti dan Handi. Kening gadis kecil itu tampak berkerut. "Ibu kok diam aja?"Siti terhenyak saat mendengar pertanyaan yang cukup mengejutkan terlontar dari mulut anaknya. Namun wanita itu dengan cepat langsung memberikan alasan."Ah, enggak apa-apa, Put. Ibu ngerasa seneng aja karena Putri sebentar lagi akan sekolah," kilahnya.Walau mengatakan alasan yang disertai sedikit keb
Bab 74"Rosa, tolong kamu belikan seragam dan buku tulis untuk siswi sekolah dasar. Saya butuh hari ini," perintahnya.Kening Rossa kini tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Wanita itu merasa cukup heran setelah mendapatkan perintah dari sang atasan."Seragam dan buku tulis, Pak?"Handi mengangguk dengan cepat. "Ya. Apa ada yang salah?"Rossa menggelengkan kepalanya. Tak ada yang salah atas perintah Handi. Hanya saja wanita itu merasa cukup heran karena sang atasan tak biasanya memintanya untuk mengurus hal-hal yang tak berhubungan dengan perusahaan."Tidak, Pak. Saya akan segera menyiapkannya."Tanpa banyak bertanya lagi, Rossa langsung bergegas pergi keluar untuk mencari toko seragam sekolah. Sebelum dia pergi, Rossa telah memberi beberapa dokumen yang akan diperiksa oleh Handi.Wanita itu tentu saja tak ingin membuang waktu sedikitpun. Di waktu yang bersamaan, Siti dan Putri masuk ke ruang pendaftaran dan saat itulah mereka bertemu dengan salah satu guru yang tampa
Bab 75Siti menutup pintu rumah. Sedangkan Putri kini tampak berlari menghampiri Sumi dan Bi Yati. Gadis kecil itu tak henti-hentinya mengungkap rasa bahagia yang tengah dirasakannya karena telah mendaftar sekolah."Putri bentar lagi sekolah, lho. Putri juga udah punya temen, namanya Selly!"Sumi yang tengah mencuci piring itu tampak menoleh setelah mematikan kran."Oh, ya? Kalau gitu nggak bakal main sama Mbak Sum lagi dong," selorohnya.Tawa Putri seketika berhenti. Gadis kecil itu lantas menatap lekat sosok Sumi."Putri masih bisa main kok sama Mbak Sumi," lirihnya.Bi Yati menggeleng pelan dan mencubit pinggang Sumi. Wanita itu memang seringkali menggoda Putri. Namun, Sumi tetap saja menunjukan betapa dia menyayangi Putri."Aduh, Bi! Kenapa malah nyubit, sih? Sakit tau," keluhnya.Bi Yati terkekeh pelan. "Kamu yang mulai duluan, Sum! Kasihan Putri kamu tipu," selorohnya.Sumi berdecak kesal. Namun tak lama wanita itu kembali tertawa lirih.Siti hanya bisa mengulas senyum tipis. Ba
Bab 76Begitu pulang ke rumahnya, pria itu langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, Handi pergi ke ruang kerjanya.Untung saja pekerjaan hari ini tak terlalu banyak dan Handi kini bisa beristirahat lebih cepat dari biasanya.Tak berselang lama pintu kamarnya diketuk. Pria itu tampak menoleh sambil mengerutkan keningnya."Permisi, Pak. Saya datang untuk mengantar makan malam."Handi seorang wanita yang cukup dikenalnya. Untung saja saat ini jantungnya tak berdetak kencang. "Masuklah," ujarnya mempersilahkan.Siti lantas masuk ke dalam ruang kerja majikannya sambil membawa nampan berisi makanan. Wanita itu lantas meletakkannya tepat di atas meja."Silahkan dimakan, Pak."Handi mengangguk pelan. Pria itu kini justru mengajak berdiri dan meraih sebuah kantong plastik yang dibawanya sore tadi. Tangannya kini terulur memberikan kantung itu pada Siti. "Ambillah," ujarnya.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Wanita itu merasa
Bab 77Saat Siti masuk ke dalam kamarnya, Putri ternyata belum tidur. Alhasil gadis kecil itu tampak menoleh ke arah ibunya sambil mengerutkan kening karena Siti membawa kantong kresek putih."Itu apa, Bu?" tanyanya sambil melirik ke arah barang bawaan ibunya. Siti menutup pintu perlahan. Dia tampak mengulas senyum tipis dan berjalan mendekat. "Putri buka sendiri saja," ujarnya.Tanpa banyak tanya, Putri langsung membuka kantong kresek itu dan alhasil matanya tampak membulat sempurna."Ini 'kan seragam sekolah, Bu!? Ibu beli kapan?""Bukan Ibu yang beli, Put. Tapi Pak Handi yang memberinya sebagai hadiah karena sebentar lagi kamu akan masuk sekolah," jelasnya."Beneran, Bu?"Siti kembali mengangguk pelan. Wanita itu sangat yakin kalau putrinya juga sama terkejutnya seperti dirinya. Diperlakukan dengan sangat baik oleh Handi, membuat keduanya merasa sangat senang dan juga bersyukur karena mendapat majikan yang begitu baik."Alhamdulillah," lirih Putri.Gadis kecil itu tampak sangat se