Share

Bab 07

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-26 16:48:47

07

Suasana kamar kelas utama yang ditempati Rinjani, sore itu terlihat ramai. Kondisinya yang makin membaik, membuat Rinjani bisa dipindahkan ke ruangan itu siang tadi. 

Netha, Tia dan Shahnaz bergantian mengendong bayi laki-laki berselimut biru. Mereka langsung jatuh hati pada anak Rinjani, hingga berebutan untuk menjadikannya menantu. 

Kala kedua bos Rinjani datang bersama beberapa orang lainnya, Lidya dan Ambar, ibunya, seketika sibuk menyajikan aneka suguhan buat para tamu dari Jakarta. 

"Masyaallah, kasep pisan," puji Edelweiss Indira, seusai mengecup dahi sang bayi yang tengah terlelap. 

"Mirip kamu, Rin," imbuh Mutiara, bos utama EO tempat Rinjani bekerja. 

"Ya, terutama alis dan bibirnya," sahut Amy, sang MUA.

"Aku jadi pengen punya anak," imbuh Jhonny, fotografer EO. 

"Calon ibunya dulu yang dicari, Mas," sela Netha. 

"Cariinlah, Tha. Aku nggak punya waktu," seloroh Johnny. 

"Sama saudaraku, mau?" Netha mengutak-atik ponselnya, lalu memperlihatkan foto seorang perempuan berambut sebahu. "Namanya, Astri. Masih single," terangnya. 

"Umurnya?" 

"26 tahun." 

"Tinggal di sini?" 

"Hu um. Rumah kami deketan." 

"Bolehlah. Orangnya manis juga." 

"Jangan banyak milih, Mas," celetuk Edelweiss. 

"Ho oh. Yang penting seiman, baik dan nggak banyak tingkah, sudah cukup. Urusan lainnya, bisa diselami sambil jalan," cetus Mutiara. 

"Betul itu. Pacaran lama juga belum tentu beneran baik. Banyak juga yang setelah nikah, baru kelihatan sifat aslinya," beber Tia. 

"Aku setuju. Jalani pendekatan sambil banyakin doa, supaya dia benar-benar jodoh terbaik buat kita," ungkap Shahnaz. 

"Eleuh-eleuh. Neng Shahnaz, meni bagus pantunnya," canda Netha yang menyebabkan rekan-rekannya tersenyum. 

"Aku cuma ngulang omongan kakakku, Tha. Dia, kan, gitu. Pacaran 3 tahun, lalu nikah. Ehh, baru juga setahun, bubar jalan karena lakinya ternyata poligami sama pacarnya di tempat proyek," ungkap Shahnaz. 

"Dia hanya tidak beruntung. Aku sama suami, pacaran 2 tahun. Alhamdulillah, pernikahan kami masih aman terkendali selama 7 tahun ini," papar Lidya. 

"Tepat sekali. Aku sama Mas Arkhan, pacarannya setahun lebih, dan kami masih bertahan bersama hingga sekarang," ungkap Mutiara. 

"Nah! Kalau aku, beda. Sama Koko Dante, nggak sempat pacaran," cakap Edelweiss. "Dikasih tahu orang tua, jika aku dijodohkan sama dia, bulan September. Oktober sampai November, aku masih musuhan sama dia," lanjutnya. 

"Hatiku terketuk, waktu dia jadi mualaf, di bulan Desember. Setelahnya, aku sudah nggak bisa ngelak buat nikah sama orang paling pede sedunia itu," sambung Edelweiss seraya tersenyum. 

"Lagi ngomongin aku, ya?" tanya Axelle Dante Adhitama, CEO Adhitama Grup. Dia melenggang memasuki ruangan bersama Nadhif, ketua pengawal keluarga tersebut. 

"Koko panjang umur. Baru juga diomongin, sudah muncul," tukas Rio, salah satu model terkenal yang merupakan sahabat Mutiara dan Edelweiss. 

"Aku aminkan," ujar Dante sembari menyambangi Ambar dan menyalami perempuan berjilbab krem tersebut. "Sehat, Bu?" tanyanya. 

"Alhamdulillah. Pangestu," jawab Ambar. 

Dante berpindah menyalami Lidya. Kemudian dia mendekati ranjang pasien untuk bersalaman dengan perempuan berbaju hijau. 

"Hello, Mommy. Sudah baikan?" tanya Dante sembari menyalami Rinjani. 

"Ya, Pak. Terima kasih sudah datang," sahut Rinjani seraya tersenyum tipis. 

"Kata staf WO, kamu dibantuin Sebastian, ya?" 

Rinjani membulatkan matanya. "Betul. Apa Bapak kenal sama beliau?" 

"Ya. Kami sering kerjasama dalam banyak proyek PG dan PC." 

"Ehm, aku nggak tahu kalau dia anggota PG." 

"Bukan, dia tim PC. Kalau nggak salah, satu grup dengan Zulfi." 

"Aku kayak pernah dengar nama itu." 

"Zulfi, direktur keuangan PBK. Sekaligus dirut BPAGK. Dia melet adikku, Sabrina. Sampai mau nikah dengannya."

Rinjani menyunggingkan senyuman. "Akhirnya ingat aku. Yang alisnya tebal, dan kalau senyum, manis banget." 

"Yups. Tapi tetap aku paling ganteng." 

"Hmm, ya." Rinjani mengingat-ingat sesuatu. Kemudian dia bertanya, "Bapak punya nomor telepon Mas Sebastian? Dia bilang, ada saved nomorku, tapi aku nggak tahu nomornya." 

"Ada. Bentar." 

Dante meminta ponselnya yang dipegangi Nadhif. Pria berkemeja biru pas badan, mencari kontak orang yang dimaksud, dan memberikannya pada Rinjani, yang segera menyimpan nomor itu di ponselnya.

***

Dua unit mobil berbeda tipe dan warna, berhenti di depan bangunan dua lantai bercat krem, di kawasan Lebak Bulus. Beberapa orang keluar dan bergegas memasuki rumah, yang pintunya telah dibukakan seorang pria paruh baya. 

Sebastian menyalami penunggu rumahnya dan berbincang sesaat, sembari mengamati keempat OB kantor yang tengah mengangkat perabotan, dan memindahkannya ke mobil box besar. 

Setelahnya, Sebastian menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Dia memasuki ruangan yang pernah menjadi saksi kisah cintanya dengan Keisha. 

Sebastian terdiam sejenak sembari memindai sekitar. Dia seolah-olah melihat kelebatan Keisha, yang selalu berada di sofa dekat jendela, bila Sebastian memasuki kamar. 

Pria berkemeja marun menghela napas berat dan mengembuskannya sekali waktu. Sebastian menggeleng dua kali untuk mengusir kenangan itu. Sebelum dia mendekati lemari dan membuka pintu benda besar bercat putih.

Selama puluhan menit berikutnya, Sebastian, Urfan dan keempat OB berjibaku memindahkan semua barang ke mobil box. Beberapa perabotan yang tidak terpakai, diberikan Sebastian pada sang penjaga. 

"Rumah ini sudah kujual, Pak. Dibeli temanku dan akan dijadikan mess buat pegawainya," tutur Sebastian sambil memberikan amplop putih pada lelaki tua tersebut. 

"Aku sudah bilang ke orang yang beli, kalau Bapak tetap dipekerjakan di sini, dan dia setuju. Jadi, Bapak nggak perlu khawatir, karena tetap dapat gaji bulanan," tambah Sebastian. 

"Ya, Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini," jawab pria berkaus hitam sembari memandangi Sebastian saksama. "Bapak mau pindah ke mana?" tanyanya. 

"Ke Pasar Minggu. Temanku bikin kompleks perumahan kuldesak, dan aku beli di sana." Sebastian menepuk pelan lengan lelaki tua di hadapannya. "Kapan-kapan, Bapak dan Ibu juga mesti datang ke rumahku yang baru," pintanya. 

"Alamatnya nanti dikirim ke WA, Pak." 

"Ya, nanti Urfan yang ngurusin itu," balas Sebastian. "Aku pamit, ya, Pak," bebernya, sebelum bersalaman dengan sang penjaga. 

Tidak berselang lama, Sebastian telah berada di mobilnya. Lelaki berparas manis, memandangi sekeliling sembari membatin, jika dirinya akan jarang sekali ke tempat itu di masa mendatang.

Kendatipun langit sudah gelap, tetapi jalanan masih padat. Urfan yang menjadi sopir, sekali-sekali akan menggerutu akibat pengendara motor yang serampangan.

Setibanya di gerbang utama kompleks, seorang pria yang mengendarai motor matic, menjadi pemandu kedua sopir menuju cluster di mana rumah baru Sebastian berada. 

Sesampainya di tempat tujuan, Sebastian terkejut menyaksikan banyaknya orang yang tengah berkumpul di depan rumah rekannya, yang bersebelahan dengan kediaman barunya.

Setelah mobil terparkir sempurna, Sebastian keluar untuk menyambangi rekan-rekannya sesama anggota PC. Mereka berbincang sembari mengamati sekelompok kuli panggul dadakan, yang sibuk memindahkan barang-barang, dari mobil box ke dalam rumah dua lantai. 

"Hen, kamu kapan mau ngisi rumah yang ini?" tanya Sebastian sambil menunjuk ke rumah nomor satu yang digabung dengan nomor dua. 

"Tahun depan," jawab Hendri. "Aku beresin dulu proyek di Cianjur, baru nempatin yang ini," terangnya. 

"Rumah yang lama, jadi dibeli Wirya?" desak Sebastian. 

"Bukan dibeli, tapi dirampas," seloroh Hendri. 

"Hen, Wirya dengar, pasti dia langsung mendelik," goda Zulfi. 

"Sahabatmu itu, makin lama makin sensi," keluh Hendri. 

"Tenang. Bentar lagi Hisyam pulang dari London. Abang iparmu itu bisa lengser dari dirut PBK, begitu juga aku dan Power Rangers lainnya. Kerjaan kami dilimpahkan ke tim Hisyam, dan kami bisa lebih santai," ungkap Zulfi. 

"Aku nggak percaya," sela Luthfan Baihaqi, yang memiliki rumah nomor 5, tepat di sebelah kanan kediaman Sebastian. 

"Itu cuma wacana. Ujung-ujungnya, Power Rangers tetap blingsatan kerja di luar negeri," ledek Brayden, pemilik rumah nomor 6.

"Tim Hisyam cuma pajangan. Aslinya Power Rangers yang masih ngendaliin PBK," kelakar Zainal Ervansyah, penghuni rumah nomor 7 dan 8. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 73 - Tamat

    73Minggu pagi menjelang dengan kecepatan maksimal. Keluarga Daharyadika datang dari Bogor. Mereka hendak mengantarkan Sebastian dan Rinjani ke bandara, nanti jam 2 siang. Tidak berselang lama, Ardiatma datang bersama istri dan kedua anaknya. Mereka bergabung dengan keluarga Basman, dan berbincang dengan akrab.Kala Dylan mendatangi kumpulan itu dengan dituntun Latifah, Ardiatma menggendong lelaki kecil dan mendekapnya erat. "Akhir tahun nanti, Papa mau jenguk kalian di sana," tutur Ardiatma sembari memamgku cucunya. "Kami pulang, Pa. Mau menghadiri acara pernikahan Tia dan Said," jelas Sebastian. "Kapan nikahannya?" "Tanggalnya belum pasti, sih. Tapi, akhir bulan Desember." "Setelahnya berarti." Ardiatma memandangi besannya di kursi seberang. "Kita berangkat sama-sama, Bas," ajaknya. "Boleh. Saya memang berencana ke sana. Ingin tahu, musim dingin itu seperti apa," terang Basman. "Siapa saja yang ikut, Pak? Nanti aku minta pengawalan dari Wirya," cakap Sebastian. "Bapak sama

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 72

    72Hari terakhir di Jakarta, digunakan Sebastian untuk mendatangi keluarga Baltissen di kediamannya. Gustavo dan Ira menyambut kedatangan Sebastian dan Rinjani serta Dylan, dengan sangat hangat. Begitu pula dengan Edmundo, Ayah Gustavo, serta Miranda, Adik bungsu Alvaro dan Hugo. Mereka berbincang sembari sekali-sekali tertawa. Suasana bertambah ramai, kala Alvaro datang bersama Arjuna, dan kedua ajudan muda. Sang komisaris 4 PBK itu menelepon rekan-rekannya, lalu mereka berjanji temu di rumah Sultan, karena Sebastian juga hendak ke sana untuk berpamitan. Puluhan menit kemudian, tiga mobil mewah keluar dari kediaman Gustavo. Para sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, menuju kawasan Kalibata. "Pada heboh mau nyusul, Var," cakap Sebastian sambil membaca pesan-pesan di grup 777. Dia menumpang di mobil itu, sedangkan Rinjani dan Dylan ikut di mobil Gustavo. "Siapa aja? Aku mau ngabarin May, supaya nyiapin suguhan," balas Alvaro sembari terus mengemudi. "Orang-orang PBK,

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 71 - pelepasan

    71Jumat siang menjelang sore, ruang rapat terbesar di gedung kantor PG, dipenuhi ratusan orang. Para bos PG, PC dan PCD, datang bersama istri serta asisten masing-masing. Mereka duduk rapi di tempat yang telah disediakan, sambil menunggu komisaris utama tiba. Tidak berselang lama Tio memasuki ruangan bersama keempat direktur, para manajer, dan dua komisaris besar, yakni Sultan dan Gustavo. Ajudan Tio mempersilakan orang-orang tersebut menempati deretan kursi terdepan. Sementara Tio meneruskan langkah menuju podium. Acara dimulai Tio dengan sapaan salam, yang dijawab hadirin dengan hal serupa. Selama beberapa menit berikutnya, Tio menuturkan tentang berbagai proyek yang digagas PG, dan diserahkan pengelolaannya pada anggota PC serta PCD. Setelahnya, Tio memanggil belasan pria yang akan berangkat menuju Kanada, pada dua hari mendatang. Sebastian yang menjadi ketua proyek, diminta Tio untuk memberikan kalimat perpisahan. Pria bermata tajam itu memandangi orang-orang di barisan terd

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 70

    70Jalinan waktu terus berjalan. Detik-detik keberangkatan ke Kanada, kian dekat. Sebastian dan Rinjani mengebut semua pekerjaan mereka, agar selesai tepat di hari terakhir bulan Agustus. Selama 10 hari berikutnya, pasangan tersebut mengunjungi orang tua dan para kerabat mereka, secara bergantian. Selain itu, mereka juga lebih sering menghabiskan waktu bersama para sahabat. Beberapa hari sebelum berangkat, Mirna dan suaminya mendatangi Rinjani di kediamannya. Mirna menerangkan kondisi kesehatan Anton yang kian memburuk. Rinjani terkejut kala Mirna kembali menyampaikan permintaan Anton, untuk bertemu dengan Rinjani dan Dylan. Perempuan bermata besar itu meminta waktu untuk berpikir, dan hendak berdiskusi dengan suaminya terlebih dahulu. Sebastian tiba di rumah, beberapa saat sebelum azan magrib berkumandang. Rinjani bersikap biasa saja. Dia menunggu Sebastian sudah hilang lelahnya, baru Rinjani akan menceritakan peristiwa tadi siang. Malam kian larut. Suasana kediaman Sebastian te

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 69

    69 *Grup 777*Zulfi : Kalian sudah otw, Gaes? Alvaro : Aku sudah nyampe depan blok rumah Pak Erick.Yanuar : Aku numpang di mobil Bang bule. Benigno : Kirain aku, doang, yang belum nyampe. Tahunya, banyak. Heru : Kejebak macet ini. Ada tabrakan tunggal di depan. Hadrian : Mobilku kejepit di tengah-tengah. Aku mau pindah ke mobil Mas Ivan aja. Ivan : Aku tunggu depan kantor X, @Ian. Baskara : Untung aku sudah jalan duluan bareng Tio. David : Aku terpaksa mutar lewat jalur alternatif. Trevor : Saya juga mau mutar. Bakal lama ini macetnya. Zainal : Aku titip anak-anak. Pada rewel mereka. Ada yang bisa ditumpangi? Damsaz : Mobilku kosong, @Bang Zainal. Zainal : Posisi, @Damsaz? Damsaz : Baru keluar gerbang utama. Zainal : Oke, tunggu di situ. Triska sama kiddos naik ojek ke sana. Brayden : Aku susul pakai motor aja, @Zainal. Zainal : Boleh, @Mas Brayden. Triska sudah nyeberang. Ngadem di depan mini market. Brayden : Oke, tunggu 5 menit. Aku ngebut.Lainufar : Ada lagi yan

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 68

    68Beberapa hari terlewati. Sore itu, Keisha mendatangi kediaman Sebastian bersama dengan Willy. Perempuan berbaju oren itu, terkejut melihat Aline juga tengah berada di sana. Rinjani menyambut kedua tamunya dengan ramah. Dia mempersilakan Keisha dan Willy duduk di kursi seberang meja. Sementara Rinjani menempati sofa panjang. Tidak berselang lama, Sebastian muncul bersama Urfan. Rinjani menyalami suaminya dengan takzim, sedangkan Dylan berteriak memanggil sang papa yang langsung mendatanginya. Sebastian menggendong lelaki kecil berbaju merah, kemudian dia duduk di sebelah kanan Rinjani. Keisha mengamati Dylan dengan saksama. Dia kaget saat bayi berusia 7 bulan lebih itu mengulurkan tangan kiri, seolah-olah hendak menggapainya. Keisha maju untuk memegangi Dylan. Perempuan tersebut segera mengambil alih sang bayi dari gendongan papanya. "Dylan tertarik dengan bros di bajumu," tutur Rinjani. Keisha menunduk. "Mau, Dylan?" tanyanya yang dibalas ocehan sang bayi. "Jangan, Kei. Semu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status