Share

Bab 06

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-26 16:48:27

06

Sebastian dan Urfan tiba di rumah sakit tepat jam besuk. Mereka jalan menyusuri lorong yang banyak orang lalu-lalang, dengan berbagai keperluan. 

Sesampainya di depan ruang ICU, keduanya terkejut karena ternyata banyak pengunjung. Lidya yang berada di sana, berdiri dan menyambangi Sebastian dan Urfan. 

"Ririn sudah sadar, dan dia nyariin Mas," terang Lidya sembari menyalami kedua tamu. 

"Syukurlah. Aku bisa tenang sekarang," jawab Sebastian. 

"Mari masuk, Mas. Ada Ibu di dalam." 

"Bapak dan yang lainnya, ke mana?" tanya Sebastian sembari mengikuti langkah Lidya ke ruangan dalam. 

"Bapak dan Faidhan pulang dulu untuk istirahat. Nanti malam mereka akan menunggui lagi di sini. Kalau suamiku, sedang kerja." 

"Abizar?" 

"Dia lagi jaga toko bapaknya." 

Mereka berhenti di dekat pintu besar. Urfan duduk di bangku panjang. Sedangkan Lidya mengajak Sebastian memasuki ruangan ICU. 

Lidya meminta Sebastian mencuci tangan di wastafel. Kemudian dia memberikan pakaian khusus untuk melapisi baju lelaki tersebut. Lidya berbincang sesaat dengan perawat jaga, lalu dia mengarahkan sang tamu ke ranjang ujung di mana adiknya berada. 

Sudut bibir Sebastian spontan mengukir senyuman, ketika tatapannya bersirobok dengan sepasang mata besar milik Rinjani, yang sedang berbaring di ranjang pasien. 

Sebastian menyalami perempuan tua berjilbab hitam terlebih dahulu, kemudian dia duduk di kursi samping kiri ranjang. Lidya dan ibunya segera keluar untuk memberikan waktu kedua orang tersebut berbincang. 

"Makasih atas bantuannya, Mas," tutur Rinjani dengan suara pelan. 

"Kembali kasih, Rin," balas Sebastian. "Gimana kondisimu sekarang?" tanyanya. 

"Masih lemas dan agak pusing." 

"Semoga lekas membaik." Sebastian mengamati perempuan yang wajahnya masih pucat. "Aku di sini nggak lama. Mau langsung pulang ke Jakarta," lanjutnya. 

"Hu um. Hati-hati." 

"Aku sudah saved nomor hapemu. Kapan-kapan kutelepon." 

"Ya." 

"Aku nggak sempat beli kado buat anakmu." Sebastian mengambil amplop putih dari saku celana jin birunya. "Aku kasih ini dulu. Hadiahnya menyusul," sambungnya sembari memberikan benda itu ke tangan kanan Rinjani. 

"Enggak usah repot-repot. Justru aku yang utang budi ke Mas." 

"Setiap kelahiran itu harus dirayakan. Apalagi bayimu adalah anak pertama dan dia akan menjadi pelindungmu nanti." 

Rinjani tertegun sesaat, sebelum dia mengangguk mengiakan. "Sekali lagi, terima kasih banyak Mas. Aku nggak tahu bagaimana nasibku, jika Mas nggak nolong aku kemarin." 

"Aku hanya melakukan apa yang harus dikerjakan manusia pada manusia lainnya." Sebastian menepuk pelan punggung tangan Rinjani. "Pertemuan kita juga sudah diatur Tuhan. Aku senang, telah membantu seorang perempuan tangguh, dan juga menjadi saksi perjuanganmu menjadi seorang Ibu," ungkapnya. 

"Cepat pulih, Rin. Anakmu membutuhkanmu," imbuh Sebastian. "Kalau ada waktu, aku akan mengunjungimu lagi," bebernya. 

***

Sebastian tiba di rumah orang tuanya sore itu dan langsung diperenguti sang mama. Sebastian berusaha menahan senyuman, lalu mendekati cinta pertamanya tersebut.

Sebastian duduk di sofa sebelah kanan Eva. Tanpa ragu-ragu dia memeluk mamanya, lalu mengecup pipi perempuan berambut sebahu yang balas mendeliknya tajam. 

"Ke mana kamu semalam?" tanya Eva. 

"Di Bogor. Ada masalah yang harus diselesaikan," jawab Sebastian. 

"Bukannya kongkow sama teman-temanmu?" 

"Enggak. Mama bisa tanya ke Urfan." 

Eva mendengkus pelan. "Opa nanyain kamu berkali-kali. Akhirnya Mama bilang, kamu lagi ke luar kota dan nggak sempat pulang." 

"Nanti malam aku telepon Opa." 

"Sekarang saja, toh." 

"Capek, Ma. Aku pengen istirahat." 

"Sudah makan?" 

"Ya, tapi kalau Mama mau buatin aku bihun goreng, pasti kumakan sampai habis." 

"Bihun nggak ada stok. Mama belum belanja lagi. Kalau mau mi goreng Jawa, Mama buatkan." 

"Mau. Sekalian buat Urfan." 

"Tunggu di sini, dan panggil Urfan masuk." 

"Ya."

Eva berdiri dan melenggang menuju dapur. Tidak berselang lama terdengar percakapannya dengan asiaten rumah tangga. 

Sebastian berbaring di sofa. Dia meraih ponsel dari saku celana dan menelepon sang ajudan, yang sedang berbincang dengan sopir keluarga di gazebo ujung kanan taman depan rumah. 

Setelahnya, Sebastian menggulirkan jemari ke aplikasi pesan. Dia mengabaikan grup lainnya dan langsung menekan grup berlogo PC yang telah menge-tag namanya. 

*Grup Tim 2 PC*

Zulfi Hamizhan : @Sebastian. Masih di Bogor? 

Arnold Stevan : Kayaknya dia lagi tidur, @Zulfi. 

Hans PCB : Bukan, Tian lagi ngamen di lampu merah. 

Riko Mahardika : @Bang Hans. Unbelievable itu komentarnya. 

Zeinharis Abqary (Zein) : Unpredictable.

Johan PM : Unexpected. 

Hugo Baltissen : Understanding. 

Stanley TVJS : Undur-undur. 

Kedrick Rawikara : Aku bacanya, ubur-ubur. 

Zulfi : Jadi ingat teman-temannya Yanuar. 

Hans : Genk ubur-ubur? 

Zulfi : Ya. 

Hans : Ke mana mereka sekarang? 

Zulfi : Masih usaha yang sama, Bang. Beberapa kali join sama EO Teh Mutiara dan Edelweiss. 

Arnold : Aku kalau ingat cerita Yanuar ngerjain preman di Bali, pasti ketawa.

Riko : Itulah uniknya Yanuar. Ada aja idenya buat ngusilin orang. 

Johan : Dari pertama kenal Sipitih itu, kelakuannya nggak berubah. 

Hugo : Abang keduaku itu. 

Stanley : Yang ketiga, siapa, @Hugo? 

Hugo : Bang W. Keempat, Bang Yoga. Kelima, Bang Andri. Keenam, Mas Yon. Ketujuh, Bang Zulfi. Pokoknya total abangku ada 50. 

Kedrick : Astaga! Banyak benar? 

Hugo : Adikku lebih banyak. Hampir 100. Dan itu akan bertambah kalau para pengawal muda itu menikah. 

Hans : Kamu, kapan nikah, @Hugo? 

Hugo : Menunggu hilal, @Bang Hans. 

Zulfi : Hugo nikahnya setelah Riaz. 

Zein : Bukan. Beres Nirwan.

Riko : After Gumilang. 

Arnold : Ujung-ujungnya Hugo jomlo seumur hidup. 

Johan : Enggak bakal jomlo dia. Pasti dipaksa Babah Gustavo dan Emak Ira. 

Kedrick : Ngebayangin Babang Hugo dijewer Emak, aku ngakak. 

Sebastian : Hadir, @Zulfi. 

Zulfi : Posisi, Bro? 

Sebastian : Di rumah Mama. Baru nyampe beberapa menit lalu.

Zulfi : Aku telepon, ya.

Sebastian : Okay. 

***

Sebastian segera menekan tanda hijau pada layar ponsel, ketika melihat nama Zulfi. Pria berkemeja putih pas badan, menempelkan ponsel ke telinga kanan dan menyapa rekannya dengan ramah. 

"Aku dapat info dari Wirya, kalau kamu kemaren nolong staf WO-nya Teh Mutiara yang mau lahiran," ujar Zulfi dari seberang telepon. 

"Ya, betul, Zul. Itu pun nggak sengaja. Aku baru keluar dari toilet waktu dengar ada yang minta tolong. Pas masuk ke toilet cewek, Rinjani lagi duduk di lantai dan tengah kesakitan," jelas Sebastian. 

"Kondisinya sempat kritis, ya?" 

"Yups. Deg-degan aku. Ngeri dia kenapa-kenapa." 

"Sekarang, gimana keadaannya?" 

"Waktu aku pamitan tadi, dia sudah lebih baik. Sempat ngeluh pusing dan lemas juga. Mungkin karena baru beberapa jam sadar dari koma." 

"Orang habis lahiran memang butuh waktu lama buat lebih segar." 

"Hu um. Kayak Kakak sepupuku dulu. Dia bilang, dua minggu setelahnya baru enakan." 

"Tepat banget. Istriku juga ngomong gitu." Zulfi terdiam sejenak, kemudian dia bertanya, "Anaknya, cowok atau cewek?" 

"Cowok, dan cakep banget. Mirip Rinjani." 

"Ada fotonya?" 

"Di hape Urfan. Tadi dia yang motret aku pas gendong bayi." 

"Nanti kirim ke aku, Tian. Aku jadi penasaran." 

"Siap." 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 73 - Tamat

    73Minggu pagi menjelang dengan kecepatan maksimal. Keluarga Daharyadika datang dari Bogor. Mereka hendak mengantarkan Sebastian dan Rinjani ke bandara, nanti jam 2 siang. Tidak berselang lama, Ardiatma datang bersama istri dan kedua anaknya. Mereka bergabung dengan keluarga Basman, dan berbincang dengan akrab.Kala Dylan mendatangi kumpulan itu dengan dituntun Latifah, Ardiatma menggendong lelaki kecil dan mendekapnya erat. "Akhir tahun nanti, Papa mau jenguk kalian di sana," tutur Ardiatma sembari memamgku cucunya. "Kami pulang, Pa. Mau menghadiri acara pernikahan Tia dan Said," jelas Sebastian. "Kapan nikahannya?" "Tanggalnya belum pasti, sih. Tapi, akhir bulan Desember." "Setelahnya berarti." Ardiatma memandangi besannya di kursi seberang. "Kita berangkat sama-sama, Bas," ajaknya. "Boleh. Saya memang berencana ke sana. Ingin tahu, musim dingin itu seperti apa," terang Basman. "Siapa saja yang ikut, Pak? Nanti aku minta pengawalan dari Wirya," cakap Sebastian. "Bapak sama

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 72

    72Hari terakhir di Jakarta, digunakan Sebastian untuk mendatangi keluarga Baltissen di kediamannya. Gustavo dan Ira menyambut kedatangan Sebastian dan Rinjani serta Dylan, dengan sangat hangat. Begitu pula dengan Edmundo, Ayah Gustavo, serta Miranda, Adik bungsu Alvaro dan Hugo. Mereka berbincang sembari sekali-sekali tertawa. Suasana bertambah ramai, kala Alvaro datang bersama Arjuna, dan kedua ajudan muda. Sang komisaris 4 PBK itu menelepon rekan-rekannya, lalu mereka berjanji temu di rumah Sultan, karena Sebastian juga hendak ke sana untuk berpamitan. Puluhan menit kemudian, tiga mobil mewah keluar dari kediaman Gustavo. Para sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, menuju kawasan Kalibata. "Pada heboh mau nyusul, Var," cakap Sebastian sambil membaca pesan-pesan di grup 777. Dia menumpang di mobil itu, sedangkan Rinjani dan Dylan ikut di mobil Gustavo. "Siapa aja? Aku mau ngabarin May, supaya nyiapin suguhan," balas Alvaro sembari terus mengemudi. "Orang-orang PBK,

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 71 - pelepasan

    71Jumat siang menjelang sore, ruang rapat terbesar di gedung kantor PG, dipenuhi ratusan orang. Para bos PG, PC dan PCD, datang bersama istri serta asisten masing-masing. Mereka duduk rapi di tempat yang telah disediakan, sambil menunggu komisaris utama tiba. Tidak berselang lama Tio memasuki ruangan bersama keempat direktur, para manajer, dan dua komisaris besar, yakni Sultan dan Gustavo. Ajudan Tio mempersilakan orang-orang tersebut menempati deretan kursi terdepan. Sementara Tio meneruskan langkah menuju podium. Acara dimulai Tio dengan sapaan salam, yang dijawab hadirin dengan hal serupa. Selama beberapa menit berikutnya, Tio menuturkan tentang berbagai proyek yang digagas PG, dan diserahkan pengelolaannya pada anggota PC serta PCD. Setelahnya, Tio memanggil belasan pria yang akan berangkat menuju Kanada, pada dua hari mendatang. Sebastian yang menjadi ketua proyek, diminta Tio untuk memberikan kalimat perpisahan. Pria bermata tajam itu memandangi orang-orang di barisan terd

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 70

    70Jalinan waktu terus berjalan. Detik-detik keberangkatan ke Kanada, kian dekat. Sebastian dan Rinjani mengebut semua pekerjaan mereka, agar selesai tepat di hari terakhir bulan Agustus. Selama 10 hari berikutnya, pasangan tersebut mengunjungi orang tua dan para kerabat mereka, secara bergantian. Selain itu, mereka juga lebih sering menghabiskan waktu bersama para sahabat. Beberapa hari sebelum berangkat, Mirna dan suaminya mendatangi Rinjani di kediamannya. Mirna menerangkan kondisi kesehatan Anton yang kian memburuk. Rinjani terkejut kala Mirna kembali menyampaikan permintaan Anton, untuk bertemu dengan Rinjani dan Dylan. Perempuan bermata besar itu meminta waktu untuk berpikir, dan hendak berdiskusi dengan suaminya terlebih dahulu. Sebastian tiba di rumah, beberapa saat sebelum azan magrib berkumandang. Rinjani bersikap biasa saja. Dia menunggu Sebastian sudah hilang lelahnya, baru Rinjani akan menceritakan peristiwa tadi siang. Malam kian larut. Suasana kediaman Sebastian te

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 69

    69 *Grup 777*Zulfi : Kalian sudah otw, Gaes? Alvaro : Aku sudah nyampe depan blok rumah Pak Erick.Yanuar : Aku numpang di mobil Bang bule. Benigno : Kirain aku, doang, yang belum nyampe. Tahunya, banyak. Heru : Kejebak macet ini. Ada tabrakan tunggal di depan. Hadrian : Mobilku kejepit di tengah-tengah. Aku mau pindah ke mobil Mas Ivan aja. Ivan : Aku tunggu depan kantor X, @Ian. Baskara : Untung aku sudah jalan duluan bareng Tio. David : Aku terpaksa mutar lewat jalur alternatif. Trevor : Saya juga mau mutar. Bakal lama ini macetnya. Zainal : Aku titip anak-anak. Pada rewel mereka. Ada yang bisa ditumpangi? Damsaz : Mobilku kosong, @Bang Zainal. Zainal : Posisi, @Damsaz? Damsaz : Baru keluar gerbang utama. Zainal : Oke, tunggu di situ. Triska sama kiddos naik ojek ke sana. Brayden : Aku susul pakai motor aja, @Zainal. Zainal : Boleh, @Mas Brayden. Triska sudah nyeberang. Ngadem di depan mini market. Brayden : Oke, tunggu 5 menit. Aku ngebut.Lainufar : Ada lagi yan

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 68

    68Beberapa hari terlewati. Sore itu, Keisha mendatangi kediaman Sebastian bersama dengan Willy. Perempuan berbaju oren itu, terkejut melihat Aline juga tengah berada di sana. Rinjani menyambut kedua tamunya dengan ramah. Dia mempersilakan Keisha dan Willy duduk di kursi seberang meja. Sementara Rinjani menempati sofa panjang. Tidak berselang lama, Sebastian muncul bersama Urfan. Rinjani menyalami suaminya dengan takzim, sedangkan Dylan berteriak memanggil sang papa yang langsung mendatanginya. Sebastian menggendong lelaki kecil berbaju merah, kemudian dia duduk di sebelah kanan Rinjani. Keisha mengamati Dylan dengan saksama. Dia kaget saat bayi berusia 7 bulan lebih itu mengulurkan tangan kiri, seolah-olah hendak menggapainya. Keisha maju untuk memegangi Dylan. Perempuan tersebut segera mengambil alih sang bayi dari gendongan papanya. "Dylan tertarik dengan bros di bajumu," tutur Rinjani. Keisha menunduk. "Mau, Dylan?" tanyanya yang dibalas ocehan sang bayi. "Jangan, Kei. Semu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status