Share

Bab 34

Author: Bemine
last update Last Updated: 2025-05-20 10:01:46

Perempuan itu menganggukkan kepala. Karena tidak sempat bertanya ke mana aku hendak pergi, dia langsung membungkuskan beberapa gorengan dan menyerahkannya padaku.

“Makan ini, setidaknya isi perutmu dengan sesuatu sebelum kamu sibuk. Jangan menunda makan, kamu harus sehat agar bisa bertahan dengan

orang-orang busuk itu.”

Pertemuanku dengan Kak Nah pagi itu berakhir, aku memacu motor dengan cepat menuju kawasan di mana pabrik penggilingan daging tempat Bang Zul bekerja berada. Sepanjang perjalanan kepalaku tidak bisa berhenti memikirkan dan mempertimbangkan semua kemungkinan kenapa pabrik sebesar itu bersikap baik pada peternakan di desa seperti milik kami.

Aku tiba di pabrik tempat Bang Zul bekerja saat kondisi pabrik sedang lengang. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, kehadiranku langsung dicegat oleh seorang satpam yang sedang bertugas.

“Neng mau ke mana?” tanyanya dengan intonasi yang masih membekas di ingatanku.

Pria itu menunggu saat aku memarkirkan motor. Dia juga memb
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 175

    Setelah keluar dari klinik dokter, perasaan syok bercampur kebahagiaan masih menyelimuti kami berdua. Bang Zul sesekali mengusap keningnya, dan aku masih sering melamun, membayangkan tiga bayi mungil di dalam perutku. Rasanya seperti mimpi. Selama ini kami hanya membayangkan satu atau dua anak, tapi ini... tiga sekaligus."Jadi, kamu mau kita langsung ke desa atau bagaimana, Dek?" tanya Bang Zul, memecah keheningan saat mobil melaju di jalanan kota. Pria itu melirikku.Aku berpikir sejenak. Aku tahu Ayah dan Ibu Tiri pasti akan sangat senang mendengar kabar ini. Tapi..."Bagaimana kalau kita pulang dulu, Bang? Kita bereskan barang-barang, lalu nanti sore atau besok pagi kita ke desa. Abang juga kan harus ke pabrik lagi." Aku merasa perutku sedikit tidak nyaman dan ingin segera beristirahat di rumah. Ada rasa mual yang tiba-tiba menyeruak saat mobil melaju. "Oke, kalau begitu kita pulang saja dulu, ya," jawab Bang Zul, mengangguk setuju. "Apa kamu mau belanja perlengkapan bayi?""Eh?

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 174

    Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan berdebar. Semalam aku nyaris tidak bisa tidur, terus memikirkan hasil tes kehamilan yang akhirnya garis dua setelah sekian lama. Bang Zul sudah bangun lebih dulu, dan saat aku keluar dari kamar, pria itu sedang menyiapkan teh hangat."Sudah siap, Dek?" tanyanya, senyumnya cerah seperti matahari pagi. "Abang sudah booking dokter kandungan yang bagus. Kita berangkat sekarang saja biar tidak terlalu siang."Aku mengangguk, masih merasa sedikit melayang. Antara bahagia dan tidak percaya. Kami sarapan dengan cepat, Bi Sumi masak nasi goreng super lezat, tapi aku terlalu bersemangat hingga tidak bisa makan banyak..Lalu Bang Zul menuntunku ke garasi, membantuku naik ke mobil. Diiringi lambaian tangan dari Bi Sumi serta doa dan harapan yang membuncah, Bang Zul melajukan mobilnya menuju rumah sakit swasta di pusat kota. Sepanjang perjalanan, kami tidak banyak bicara, namun genggaman tangan Bang Zul di tanganku cukup untuk menyampaikan semua perasaannya

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 173

    Hari-hari berlalu dalam pusaran kesibukan yang menyenangkan. Rumah Bang Zul di kota menjadi markas utamaku, tempatku belajar, beristirahat, dan merancang masa depan bersama suamiku. Setiap pagi adalah ritual baru; menikmati sarapan lezat yang disiapkan Bi Sumi, lalu bergegas ke kampus untuk menyelami dunia agribisnis. Bang Zul, meski jadwalnya padat di pabrik dan peternakan, selalu meluangkan waktu untuk mengantarku jika searah dengan dengannya, atau bahkan rela berputar agar bisa mengantarkanku sampai ke kampus."Hati-hati di jalan, Sayang," pesannya setelah Bang Zul menurunkanku di depan gedung kampus. "Kalau ada apa-apa, langsung telepon Abang. Kalau kamu senggang, kita makan siang berdua, ya?"“Jangan, Abang! Kan jauh kalau harus ke sini lagi. Nanti malam makan di rumah saja, ya?” balasku sembari membenarkan letak tali tas di pundak. Bang Zul mengerutkan kening, sungguh menggemaskan sekali melihat pria bertubuh besar dan tinggi itu ngambek. Aku bukannya tidak menghargai suami, t

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 172

    Kehidupan di rumah Bang Zul, yang kini juga menjadi rumahku, adalah hal yang membutuhkan banyak adaptasi. Rumah minimalis modern itu begitu nyaman, dengan desain yang estetik dan fungsional.Bang Zul memang sudah menyiapkan segalanya dengan sangat baik: dapur lengkap dengan peralatan canggih, ruang kerja yang nyaman, dan Bi Sumi, asisten rumah tangga yang sigap dan ramah.Awalnya, aku merasa sedikit canggung. Selama ini, aku terbiasa melakukan segala sesuatu sendiri, mengurus rumah, dan bahkan memasak untuk diri sendiri. Kini, semua kebutuhan rumah tangga sudah diurus dengan baik oleh Bi Sumi, aku hanya perlu bersikap manis dan elegan sebagai seorang Nyonya Zul."Dek, kamu tidak perlu repot-repot di dapur, biar Bi Sumi saja yang menyiapkan sarapan," kata Bang Zul pagi ini, dia melihatku buru-buru ke dapur, ingin membantu Bi Sumi yang sedang memasak sarapan sendirian.Aroma harum dan gurih menyeruak, menyentak nafsu makanku hingga ke pucuk kepala. Aku ingin tahu masakan apalagi yang d

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 171

    Setelah obrolan intens dengan Toni, dan beberapa teman lain yang kini menatapku dengan tatapan berbeda, bukan lagi tatapan kasihan, penghinaan, merasa diri mereka lebih hebat, melainkan sebuah tatapan tidak percaya, iri serta benci.Kata-kata Toni adalah tamparan telak bagi mereka yang meremehkanku. Aku tahu, sekarang mereka akan berpikir dua kali sebelum melontarkan komentar sinis. Perasaan lega membuncah di dadaku. Aku telah menghadapi ketakutan terbesarku, dan aku tidak jatuh.“Aku enggak suka ikut reuni, isinya enggak jauh-jauh dari pamer dan sombong, Ris!” papar Toni di tengah lengkingan suara musik yang diputar.Aku menoleh sedikit padanya, lalu pada MC yang masih membacakan rowndown acara. Sebenarnya, acara seperti ini akan sangat bermanfaat andai tidak dilapisi kegiatan adu gengsi dan gaya seperti yang sedang dilakukan oleh Yasmin, Bagas dan teman-teman lainnya.“Ini reuni pertama kamu setelah tamat SMA, ya?” tanya Toni lagi.“Ya, begitulah.”Lalu, Toni diam. Aku mengira dia k

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 170

    "Astaga, Riska! Kamu kok masih kurus saja sih? Padahal kan sudah nikah lagi," ucapnya, nadanya jelas menyindir. Matanya menyusuri penampilanku dari atas sampai bawah, seolah menilaiku dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Katanya sudah jadi janda, terus nikah lagi sama cowok dari kampungmu, ya? Aduh, kasihan sekali. Makanya, dulu itu jangan pilih-pilih suami. Dokter kok dilepasin."Aku tersenyum tipis, mencoba mengabaikan sindirannya. Aku tidak ingin terpancing emosi. "Halo, Yasmin. Kabarku baik. Alhamdulillah. Kamu sendiri bagaimana?"Yasmin mengibaskan rambutnya yang panjang, bangga. "Oh, Alhamdulillah, lancar jaya. Suamiku punya butik besar di kota provinsi, cabangnya sudah di mana-mana. Aku juga sudah punya anak dua, lucu-lucu, sudah sekolah semua." Dia menyeringai, seolah sengaja ingin memamerkan kehidupannya yang sempurna. "Kamu kok datang sendirian? Mana suamimu? Kamu jangan begitu, Ris! Walaupun suamimu orang kampung yang enggak jelas kerjanya, tapi dia tetap suamimu... ka ...

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status