Mag-log in“Jangan kasar-kasar sama calon suami” “Bapak tuh bisa nggak sih, mulutnya jangan asal mengklaim orang” “Kenapa sih kamu kesal banget saya bilang calon istri?” “Ya karena saya bukan calon istri bapak” Ayyana memberikan penekanan disetiap ucapannya “Nanti malam saya lamar kalau gitu” “Nggak usah aneh-aneh” Ayyana memijat pelipisnya, lama-lama ia bisa darah tinggi jika terus berhadapan dengan Fakhri “Sesuai kesepakatan, saya udah makan siang sama bapak. Urusan mobil, tinggal kirim nomor rekening, nanti saya transfer” Ucap Ayyana “So please, jangan ganggu saya lagi. Jangan recokin hidup saya lagi, jauh-jauh dari saya” Lanjutnya melangkah menjauh “Kalau Mami kangen pengen ketemu calon mantunya gimana?” Ucap Fakhri setengah berteriak namun Ayyana tak berniat lagi menanggapi Perempuan itu melajukan mobilnya meninggalkan halaman dengan raut wajah dongkol setengah mati, sementara Fakhri tersenyum geli memilih melakukan hal yang sama, beranjak kembali menuju kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang terpaksa harus ia tinggal demi memenuhi janji makan siangnya pada Ayyana yang malah menyita waktu lumayan panjang Tapi ia tak keberatan bahkan rasanya menyenangkan melihat Ayyana meleparkan tatapan tajam padanya setiap kali Fakhri berhasil membuatnya kesal Mungkin Maminya tidak salah mengenalkan mereka, karna nyatanya Ayyana memiliki daya tarik tersendiri bagi Fakhri. Entahlah, tapi ia bahkan meragukan sendiri ucapannya saat menyebut Ayyana sebagai calon istri Perempuan itu terlalu baik untuk ia jadikan tumbal untuk kembali bertemu Jihan. Fakhri masih waras untuk tidak menarik adik sahabatnya itu dalam kubangan lumpur yang ia diami selama ini
view more“Maaf sudah membuat Bapak menunggu,” ucap Ayyana tak enak setelah mendaratkan bokongnya pada sebuah kursi, berseberangan dengan seorang pria yang diketahuinya adalah anak dari Tante Dania.
Pria dengan setelan jas lengkap itu melirik jam ditangannya “Kamu membuat saya menunggu sekitar sepuluh menit,” ucapnya. “Tapi setidaknya kamu beruntung, karena jadwal saya hari ini lumayan lenggang.” Ayyana menanggapi ucapan pria itu dengan senyum ramah tak lupa mengucapkan terima kasih atas kesediannya untuk menunggu. Tak berapa lama, pelayan datang menghampiri meja mereka dan keduanya lantas memesan minuman. Setelahnya, Ayyana pun segera menyalakan laptop yang ia bawa, bersiap memulai bahasan mereka namun pria itu lebih dulu membuka suara. “Nama saya Ahmad Al-Fakhri, tapi kamu bisa panggil saya Fakhri,” perkenalnya. “Saya Ayyana Pak.” “Boleh saya panggil Aya saja?” tanyanya. “Saya dengar Mami memanggil kamu dengan panggilan seperti itu,” lanjutnya memberikan penjelasan atas tatapan bertanya di wajah Ayyana. “Itu nama panggilan dari keluarga dan teman-teman saya Pak,” jawab Aya mengisyaratkan penolakan secara halus atas permintaan yang Fakhri ajukan. Namun Fakhri tetap pada keinginannya. “Tapi saya lebih suka panggilan Aya, jadi saya juga akan panggil kamu dengan nama itu.” Ayyana yang tak ingin terlibat basa basi lebih panjang memilih mengalah dan segera mengalihkan topik pembicaraan. “Maaf kalau boleh tau, calon istri Bapak kenapa nggak ikut?” “Saya belum punya calon istri,” jawab Fakhri tanpa beban membuat Ayyana mengernyit heran sekaligus bingung, lalu untuk apa Tante Dania sibuk menyewa jasa Wedding Organizer untuk anaknya ini? Belum selesai dengan pikirannya, pertanyaan diluar nalar kembali Fakhri layangkan. “Memangnya WO kamu tidak menyiapkan stok calon istri untuk costumernya?” “Pak, mana ada WO yang nyiapin calon untuk costumer. Dimana-mana orang itu punya calon dulu baru nyewa WO,” jelas Aya yang emosinya perlahan mulai mencuat. “Nggak ada ya” Fakhri lalu menatap Aya dengan tatapan serius. “Kalau gitu, gimana kalau kamu ajah yang jadi calon istri saya?” Bola mata Aya membulat sempurna, seketika ia merasa tersedak oleh ludahnya sendiri, buru-buru ia meraih jus jeruk yang beberapa waktu lalu diantarkan oleh pelayan. Sepertinya pria dihadapannya ini sedikit kurang waras. oOoOo Sehari sebelumnya… Ayyana dengan senyum ceria tampak bersemangat menghampiri sang ibu di meja makan. Gadis itu mengecup singkat pipi Ayu – Ibunya, sebelum beralih duduk dan bersiap untuk sarapan. “Ayah udah berangkat Bu?” tanyanya “Udah sayang. Katanya ada miting jadi buru-buru,” jawab Ayu. “Oh ya, Ibu dengar Dania katanya mau keluar kota siang ini.” Ayyana menelan makanannya lalu menjawab, “Iya Bu, Tante Dania tadi sempat hubungin aku katanya dia ada urusan.” “Jadi mitingnya di cancel?” “Sebenarnya sih aku udah minta di cancel ajah kalau Tante Dania memang sibuk, cuman beliau bilang anaknya yang nemuin aku.” “Ya udah, enggak apa-apa kalau gitu dari pada harus atur jadwal ulang kan?” Ayyana menggangguk setuju. “Lagian memang jauh lebih bagus kalau ketemu calon pengantinnya secara langsung kan Bu.” Ayu tersenyum penuh arti. “Nanti kalau ketemu kamu harus ramah ya, jangan jutek-jutek.” “Aku kan memang selalu ramah kalau ketemu klien Bu.” “Tapi yang kali ini harus jauh lebih ramah.” “Karena dia anak sahabat Ibu?” tebak Aya. Ibunya mengangguk pasti. “Dan juga teman kakak mu.” “Ibu tenang ajah, karena seperti biasa aku akan temuin anak Tante Dania besok sama Dita dan Ibu tau sendiri kalau Dita orang yang super ramah.” Selama menjalankan usaha WO tersebut, Ayyana memang tidak pernah menemui klien seorang diri. Alasannya karena ia bukan orang yang pandai berbaur dengan orang baru dan terkesan kurang nyaman jika harus bertemu orang asing tanpa ditemani orang lain yang akrab dengannya. Namun hari ini, rencana untuk bertemu anak Tante Dania bersama Dita pupus sudah setelah sahabatnya itu justru menghubunginya dan merengek meminta izin untuk tidak masuk kerja dengan alasan yang sulit dicerna oleh Ayyana. “Alvin ngajakin gue ke puncak,” ucap Dita memelas. “Boleh ya Ayy, abisnya tuh si Alvin maksa sampai ngancem mau mutusin kalau gue nggak ikut.” Sebenarnya Dita tidak enak karena lagi-lagi harus izin tidak masuk kerja karena Alvin, sang pacar yang notabenenya tidak disetujui oleh Ayyana. Bukan karena Ayyana tidak suka dengan sosok Alvin, melainkan ia memang tidak setuju jika sahabatnya atau siapapun itu melabeli diri mereka dengan status ‘PACARAN’. Why? Karena nggak ada kebaikan dalam hubungan itu, semua tindakan, semua perasaan dalam hubungan dengan yang bukan mahram tanpa diawali dengan akad yang sah maka hasilnya hanya dosa, hanya menggiring kearah perzinahan. Tapi mau bagaimana lagi, meski Ayyana sudah mengingatkan berkali-kali tetap saja Dita tak menghiraukan ucapannya. “Boleh ya… Gue janji ini yang terakhir,” bujuk Dita “Ya udah,” bagaimana pun ia hanya seorang sahabat. Tugasnya sebatas mengingatkan tak ada hak untuk mengatur kehidupan pribadinya. “Pasti izin nggak masuk lagi,” tebak Ririn yang sejak tadi diam mendengarkan obrolan mereka sembari mengecek kembali list nama tamu undangannya. “Katanya mau ke puncak sama Alvin.” “Jadi loe ketemu klien sendirian dong?” Ayyana tersenyum manis. “Kan ada loe.” “Gue juga ada janji sama Bayu, Aya,” tolak Ririn membuat Ayyana mendengus. Jadilah ia meyakinkan diri untuk datang sendirian ke sana. Namun siapa sangka pria yang berstatus sebagai anak dari sahabat ibunya itu, justru memiliki kepribadian yang amat menyebalkan. Jika waktu bisa diulang kembali, ia akan dengan tegas menolak usulan Dania untuk bertemu anaknya dan lebih memilih mengatur jadwal ulang setelah nanti Dania kembali dari luar kota. “Kalau gitu, gimana kalau kamu ajah yang jadi calon istri saya?” tanya Fakhri dengan senyum menyebalkan Dengan kadar kesabaran yang sudah hampir terkuras, Ayyana berusaha tetap tenang walau jelas raut wajah kesalnya tak bisa disembunyikan.“Maaf sebelumnya Pak, tapi WO kami hanya melayani customer yang sudah punya calon. Bapak kalau mau, sana ke biro jodoh jangan ke WO.”
“Sepertinya tidak perlu, karena saya rasa saya sudah ada calon.” Gadis itu menghela nafas, tersenyum tipis lalu kembali menatap wajah pria menjengkelkan itu dengan kesabaran penuh. “Terus dimana calon istri Bapak?” “Ini dihadapan saya.”"Aku selalu percaya sama kamu selama ini Mas, bahkan saat Dita gencar minta aku selidiki pekerjaan kamu pun, aku tetap ada di pendirian yang sama. Tapi apa? Ternyata yang Dita bilang selama ini itu benar. Tega ya kamu bohongin aku selama ini."Melihat Ayyana histeris, Fakhri segera menarik Ayyana kepelukannya. "Sayang dengerin aku dulu. Kamu tadi janjikan bakal denger penjelasan aku. Please.""Dia itu bukan siapa-siapa, namanya Jihan. Dia adik teman aku dan aku kesana cuma buat jenguk dia sayang.""Terus kenapa harus bohong kalau kamu kesana buat kerja?""Aku minta maaf.""Kamu bilang ini salah paham kan? Jadi jangan minta maaf.""Kamu tenang dulu, kita bicara baik-baik."Ayyana menggeleng pelan, ia berusaha menjauhkan diri. "Kita nggak akan bisa bicara baik-baik dalam keadaan kayak gini.""Oke kita pulang ke rumah, aku jelasin semuanya.""Kenapa nggak jelasin disini?""Sayang, tenang dulu. Ing
'Assalamu'alaikum, Mas.' "Wa'alaikumussalam. Sayang tolong lihat di kamar, kayaknya ada berkas aku yang ketinggalan." 'Map biru bukan?' "Iya bener. Aku minta karyawan aku kesana buat ambil, kamu tolong kasih ya." 'Nggak usah Mas, ini aku udah di jalan buat nganter berkasnya.' "Kamu kesini? Ya Allah, kan tadi aku bilang jangan kemana-mana." 'Aku bosen, lagian cuman nganter ini kan. Boleh ya?' "Kamu udah di jalan, baru nanya boleh." Ayyana cengengesan di seberang telpon, ia memang sengaja tidak mengabari sejak awal karena ia tahu Fakhri pasti tidak akan mengizinkannya pergi. Kalau sudah begini kan, suaminya itu tidak akan bisa melarang lagi. 'Maaf.' Ucap Ayyana kemudian. "Kalau gitu kamu hati-hati nyetirnya, nggak usah buru-buru. Mitingnya juga masih lama." 'Iya Mas.' Ayyana mengulas senyum penuh kemenangan lalu memutuskan panggilan setelah mengucap salam. "Aya udah nganter berkasnya ke sini, nggak usah suruh karyaw
"Mau di pijit nggak?" Tanya Fakhri mendekati Ayyana yang duduk setengah berbaring di kasur."Enggak usah, Mas juga pasti capek kan.""Kalau cuma buat mijit kamu sih, masih kuat sayang."Ayyana tetap menolak, ia lebih memilih menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Keduanya duduk bersandar di kepala ranjang sambil menikmati tayangan televisi."Belum ngantuk?" Tanya Fakhri setelah beberapa lama.Ayyana mendongak menatap Fakhri yang tampak menguap, "Mas tidur duluan ajah." Katanya mengangkat kepala namun Fakhri menahannya."Aku temenin sampai kamu tidur."Ayyana yang memang inginnya di temani, segera mengulas senyum manis. "Makasih." Ucapnya lantas mengecup singkat pipi pria itu.Fakhri balas mengecup bibirnya, "Sama-sama."Ayyana buru-buru menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Fakhri. Meski sudah lama bersama tapi entah kenapa Ayyana merasa masih malu saja setiap kali Fakhri melakukan hal itu."Ingat, bumil nggak baik begadang.""Baru jam
"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam." Jawab semua yang ada diruangan itu serentak saat Fakhri masuk."Nah, datang juga ini anak Mami." Seru Dania dengan nada kesal, percayalah jika tidak ada Ayu disana, ia sudah menjewer kuping Fakhri sampai merah.Fakhri menyalami tangan keduanya sebelum mendekati Ayyana yang sedang duduk bersandar menikmati sarapannya."Maaf sayang." Ucap Fakhri mengecup kening perempuan itu.Raut wajah pria itu jelas menampilkan kekhawatiran dan rasa bersalah yang besar, saat Dania memberitahunya terkait kondisi Ayyana, ia tidak berpikir dua kali dan segera berkemas pulang.Tak peduli bagaimana Jihan merengek memintanya tinggal lebih lama."Aku nggak apa-apa Mas.""Kirain Mami udah lupa jalan pulang kamu." Seru Dania lagi.Ayu mencolek lengan perempuan itu, "Itu mantu laki-laki aku satu-satunya loh, jangan di marahin.""Emang harus dimarahin sekali-kali Yu.""Udah ah, lebih baik kita keluar cari angin. Aya kan udah a
'Gimana keadaan kamu sayang?' "Alhamdulillah Mas, udah mendingan." Ayyana tidak berbohong, ia merasa sudah jauh lebih baik sekarang. 'Aku minta maaf ya, aku belum bisa pulang.' Kondisi Jihan kembali drop setelah perayaan ulang tahunnya dan ia memaksa Fakhri untuk tetap tinggal sampai ia dibolehkan pulang dari rumah sakit. Dan seperti biasa Fakhri tidak punya pilihan, ia takut membuat Jihan semakin parah. "Iya, lagian ada Mami sama Kayla kok yang nemenin." 'Mami nggak marahin kamu kan?' "Enggak dong, Mami kan sayang sama aku. Justru kamu nanti yang siap-siap kena semprot pas pulang." Canda Ayyana. 'Aku mah udah biasa. Yang penting bukan kamu ajah yang marah.' "Kalau aku ikutan marah juga?" 'Emm... Aku ciumin sampai marahnya ilang.' "Apaan banget mainnya begituan." Fakhri terkekeh pelan, "Udah
Bukannya membaik, kondisi Ayyana justru semakin parah. Suhunya meningkat sejak semalam, karena itu pula Dania memutuskan untuk ikut bermalam bersama Kayla. Ia tidak tega meninggalkan Ayyana dengan kondisi seperti itu, tadinya Dania hendak menghubungi Ayu tapi Ayyana melarang dan setelah dipikir-pikir ia tidak ingin ada kesalahpahaman berlebih kalau sampai orang tua Ayyana tahu Fakhri pergi meninggalkan istrinya dalam keadaan sakit. Sepanjang hari, tubuh Ayyana lemas, tidak nafsu makan dan sering muntah. Namun ia tetap bersikeras untuk tidak kerumah sakit, Dania sampai bingung sendiri bagaimana membujuknya. "Sayang." Panggil Dania masuk setelah mengetuk pintu kamar. Ayyana yang bergelut didalam selimut membuka mata sedikit. "Ada Ririn sama Dita nih." Beritahu Dania. "Iya Mih." "Kalian masuk gih, Tante bikinin minum dulu." Ucap Dania mempersilahkan keduanya masuk. "E












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments