Share

Bab 4

Author: Bemine
last update Last Updated: 2025-02-20 20:33:56

“Yang penting halal, Bang,” balasku sekenanya, tidak berniat memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Ya sudah, sana, sana. Tapi awas ya kalo kamu pulang bau air pel!”

Aku tidak menanggapi itu dan berbalik pergi, sementara cemoohan tadi disambut tawa oleh yang lainnya. Ingin rasanya langsung mengusir manusia-manusia itu. Tergoda pula aku menggugat cerai Bang Fahri. Namun, setelah mereka menghinaku sedemikian rupa, aku pun enggan.

Baik itu Ninik yang bersedia menjadi madu, Bang Fahri yang membawa Ninik ke sini, serta ibu mertua dan Salma, mereka harus merasakan penderitaan karena telah meremehkan gadis desa tamatan SMA sepertiku! 

Aku memacu motor seken yang kami beli saat pindah ke kota di jalanan, meluncur hingga sampai di sebuah pabrik pengolahan daging yang letaknya lebih dari setengah jam dari rumah. Nyaris berada di pinggiran kota.

Setelah motorku berhenti, aku memarkirkan motor di luar gerbang tinggi yang seperti dipilin dari kawat lalu menghampiri pos sekuriti. Di sana, seorang pria paruh baya langsung menemuiku. Pria itu menatap dari ujung kepala hingga kaki, merasa heran melihat seseorang muncul tanpa izin. 

“Ada keperluan apa, Neng?” tanya pria itu dengan suara keras.

Aku terentak, namun tidak gentar. Genggaman tanganku mengerat pada tali tas. 

“Maaf, Pak … saya cari Pak Zul! Katanya dia kerja di sini,” jelasku.

Pria itu langsung mengernyit. Mendengarku menyebut nama Bang Zul, dia malah berpaling muka, melirik rekannya yang sedang makan siang di pos jaga.

“Siapa? Zul apa? Di sini banyak yang namanya Zul.” Pria itu menjawab dengan suaranya yang keras. “Apa sudah bikin janji, Neng? Tidak bisa masuk kalau asal datang, ini pabrik, ada aturannya.” 

Aku lekas menggelengkan kepala, kurang yakin bagaimana menjelaskan Zul yang mana. 

Pria yang kucari adalah teman lamaku di desa dulu. Dia sempat bekerja di bawah naungan ayah, sebelum merantau ke kota setelah lulus SMP. Beberapa tahun yang lalu, ia kembali lagi ke desa untuk silaturahmi dengan ayah, rupanya temanku itu sudah sukses di kota. Terlihat dari sepatu dan arloji yang ia gunakan.

Sayang sekali sebelumnya kami putus kontak, jadi dia tidak bisa datang ke pernikahanku dengan Bang Fahri. Namun, setelah kepulangannya kemarin, pria yang dulunya pegawai kepercayaan ayahku itu mengatakan padaku kalau ia kini ada di kota ini. Kebetulan, aku pun menyampaikan kalau Bang Fahri mengajakku pindah ke kota juga.

Jadilah teman lamaku itu menawariku bantuan, kalau suatu saat aku butuh. Atas nama bantuan ayahku padanya dulu.

Dan sekarang, aku membutuhkan bantuannya untuk mendukungku.

“Siapa namanya, Neng? Malah geleng-geleng.” Fokusku kembali saat sekuriti di hadapan kembali bertanya.

“Eh, Zulfahmi, Pak!” jawabku lantang. Tidak mungkin ada banyak Zulfahmi di pabrik ini, kan? Aku berharap dengan peluh yang membanjiri kening. “Orangnya tinggi, kulitnya agak cokelat, rahangnya tegas dan agak pendiam. Oh iya, rambutnya hitam dan mengkilap.” Kujelaskan pada pria itu ciri-ciri Bang Zul.

“Eneng mau ketemu Zul yang ….”

“Riska? Ini Riska?” Kudengar sebuah suara memanggil namaku. Ternyata, berasal dari kerumunan besar pegawai pabrik yang keluar. Mereka berhamburan saat sekuriti yang satu lagi membuka gerbang, lalu para pekerja itu menyebar ke banyak tempat yang kusebutkan tadi.

Beberapa di antara mereka terus berbisik, melirik dan penasaran dengan apa yang membuatku datang ke sini di siang hari. Beberapa juga acuh, sibuk dengan dunia mereka sendiri.

“Riska?”

Aku tersadar siapa pemilik suara itu saat ia muncul di depanku. Burman! Dia Burman, rekan Bang Zul yang selalu mengekorinya kemana pun. Pria yang senang bercanda, polos dan baik hatinya itu masih mengenaliku. Meski disiram cahaya sepanas ini, aku juga mengenali sosoknya yang jenaka itu.

Burman menghampiriku dengan wajah gembira. Dia berpakaian jauh berbeda dibanding para pekerja yang lain. Burman memakai baju safari dua saku berwarna cokelat, rambutnya klimis, memakai jam tangan dan sepatu kulit. Saat berdiri di depanku, aroma wangi dari tubuh Burman tersapu angin.

“Burman, Bang Zul ada di sini, kan?” desakku cepat. Aku tidak punya banyak waktu.

Burman sempat bingung. Saat sekuriti mencegatnya, pria itu berkata, “Aku kenal dia, Pak. Dia ini teman baiknya Pak Zul. Aku bisa jamin soal Riska. Tenang saja!”

Sekuriti itu menggangguk. Akhirnya aku dibiarkan masuk berkat jaminan yang diucapkan oleh Burman. Pria itu meminta agar aku mengikutinya usai mendengar jika aku datang untuk bertemu dengan Bang Zul.

“Jadi, kamu mau ketemu Bang Zul? Kenapa tidak telepon dulu supaya ditungguin, Ris?” tanyanya sembari memimpin langkah.

Tidak ada yang salah dengan ucapannya itu, aku sendiri kalang kabut hingga tidak ingat untuk mengabari Bang Zul lebih dulu, malah langsung kabur ke sini dan kepanasan begini.

Burman membawaku masuk, menembus gerbang tinggi yang tadinya tidak bisa kulewati, lalu masuk ke dalam pabrik, berpapasan langsung dengan begitu banyak pegawai yang baru saja istirahat siang. 

Ukuran pabrik ini cukup besar, kutaksir ada ribuan karyawan yang bekerja. Mereka menggiling daging sapi dan ayam, membuat olahan seperti sosis, kornet dan nugget, lalu dikemas dalam berbagai ukuran.

Burman malah menjelaskan sistem yang sedang berjalan di pabrik, seolah-olah kami sedang melakukan kunjungan. Dia terlihat bangga, sangat bangga, terus memuji Bang Zul dan sederet prestasi yang didapatkan oleh pria itu.

Namun, ocehan itu terpaksa berhenti saat kami tidak sengaja berpapasan dengan seorang pria yang memakai topi dan sepatu safety. Tubuhnya tinggi tegap, dan wajahnya tampak maskulin.

Dia memandang ke arah kami, lalu mengernyitkan kening saat melihatku. 

“Riska? Ada apa dengan penampilanmu?”

Ya itulah Bang Zul. Penyelamatku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Widi
good Riska, seneng klo tokoh utamanya ga menye-menye ginj
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 61

    Bab 61Aku duduk lebih dari satu jam di sebuah warung makan yang ramai. Di sini, aku tidak hanya beristirahat, tapi juga menenangkan diri, sekaligus mengisi perut.Bang Zul bilang, dia akan datang menjemput dari warung tempat kami janjian. Dia memberi perintah sederhana; aku tidak boleh naik ojek lainnya untuk kembali, apalagi taksi. Jadinya, aku berakhir di sini.“Enggak mau tambah, Neng?” Pemilik warung bertanya sebab piringku sudah kosong sejak tadi.Aku hanya duduk sendirian di sana untuk waktu yang lama. Tidak berbicara, tidak juga makan lagi.“A-apa aku harus pindah, Bu?” tanyaku. Khawatir jika kehadiranku di sini malah membuatnya merugi. Mungkin meja yang kuisi bisa ditempati oleh orang lain, bukan hanya aku sendiri untuk waktu yang cukup lama.“Bukan, Neng. Eneng cuma duduk diam, seperti menunggu seseorang. Makan juga sedikit sekali,” ujarnya. “Tubuh Neng kurus gini, makan yang banyak biar gemuk, Neng.”Perempuan tambun itu menatapku, dia menyeka tangannya yang berminyak karen

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 60

    “Aku benar, kan?” “Kamu benar-benar sudah kelewatan.” Ibu mertua menunjukku, kelakuannya sama persis dengan Bang Fahri. Tidak heran dari mana Bang Fahri mendapatkan sikap buruk dan perilaku tidak pantasnya itu. Pria yang sudah kunikahi ini ternyata tiruan sempurna dari ibunya.Aku mengusap wajah, untungnya air mata yang tadi hendak menetes mengering sendiri. Jika tidak, mereka akan melihat, lalu mengataiku lemah. “Kita sudah di sini, tidak perlu berdebat sampai tengah malam. Aku hanya berdoa dengan setulus hati, semoga kalian semua punya rasa malu meski hanya sedikit.” Ucapan itu kusertai dengan menangkupkan kedua tangan di dada, lalu memejamkan mata seperti sedang berdoa. Seperti malam-malam sebelumnya, aku masuk ke kamar disertai dengan hujatan-hujatan tanpa henti yang keluar dari bibir ibu mertua. Kali ini sedikit berbeda karena Bang Fahri juga ikut meneriaki ku.–Aku keluar dari rumah tepat saat siang hari. Seharian aku duduk di dalam kamar, menghabiskan waktu dengan mengecek

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 59

    “Kamu benar-benar memalukan. Apa kamu tidak lihat ada berapa banyak orang di sana? Tega kamu nodai aku dengan kata-kata kotormu itu.” Bang Fahri terperangah. Wajahnya seperti orang bodoh saat ini. Sepertinya tebakanku benar bahwa dia mengira kalau aku tiba setelah dirinya. Sungguh, sebuah pemikiran yang bodoh. “Maksudmu apa?” Ninik bertanya. Suaranya yang lantang berubah pelan. “Apalagi? Bang Fahri suka goyanganmu di ranjang.” Aku mengatakannya dengan lantang. Aku bahkan tidak peduli dengan Salma yang masih di bawah umur, atau ibu mertua yang jauh lebih tua dibanding kami semua. Biar mereka tahu bagaimana kelakuan asli dari pria itu di luar sana. Tatapan mata ibu mertua berpindah-pindah, tidak tentu arah, bahkan beliau mencoba menutup mulutnya dengan tangan. Sedangkan Ninik sudah seperti buah tomat wajahnya. “Apa kamu senang setelah tahu? Kamu bangga kan karena dipuji begitu?“ ledekku lagi yang membuat Ninik semakin terpuruk.Baru saja hendak bicara, Bang Fahri menarik tanganku.

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 58

    Aku sampai di rumah bertepatan dengan adzan Isya. Suasana lebih ramai dibanding sebelumnya, bahkan warung Kak Nah yang biasa kulewati juga terlihat sibuk. Aku mendorong motor ke garasi. Terdengar obrolan ringan dari dalam rumah yang membuatku penasaran luar biasa. Apakah Bang Fahri sedang menceritakan kejadian tadi? Tapi tidak mungkin, sebab itu hanya akan merusak harga dirinya yang tinggi. Sandal kulepas di dekat rak, aku masuk ke dalam rumah bersamaan dengan salam dan doa. Namun, tidak ada yang memberiku jawaban. “Ada yang baru pulang, nih ….” sambut Ninik. Perempuan itu duduk bersila di sofa, memamerkan betisnya yang mulus dan jenjang. Di pangkuannya ada camilan kering, salah satu makanan yang dikirimkan oleh ibu tiriku mereka curi lagi. “Laris ya jualannya?” sambung Ninik. “Dapat duit berapa?” “Apa maksudmu? Jualan apa?” Keningku berkerut. Baru saja pulang, sudah diajak ribut. Sungguh indah sekali suasana di rumah ini.“Jualan apem!” balas ibu mertua cepat. Tiba-tiba saja

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 57

    “Jadi, Mbak Riska ini yang akan mengelola?” Aku mengangguk cepat. Seorang pria paruh baya yang sudah melewati umur enam puluh tahunnya itu bertanya seraya menunjuk santun. Dia menggunakan jempolnya untuk menegaskan kalau akulah yang sedang dimaksud.“Benar, Bapak tidak perlu khawatir. Riska sudah pengalaman dengan peternakan, dia punya peternakan di desa, ini akan jadi peternakan kedua miliknya.” Bang Zul menambahkan lagi. Pria itu tersenyum tipis. Pipinya sudah kendur, kelopak matanya juga mulai turun. Tapi, nada bicaranya sangat santun meski aku dan Bang Zul seumuran dengan anaknya. “Tidak masalah, kalau Nak Zul yang bilang, saya percaya. Tidak mungkin Nak Zul jahat sama saya.” Pria itu membalas Bang Zul. Dia menepuk lengan atas Bang Zul. “Pastinya, Bapak. Kita sudah lama bekerja sama, pabrik saya ….” Tiba-tiba saja Bang Zul melirikku. “Pabrik tempat saya kerja sangat suka dengan Bapak. Sapi-sapi kiriman dari sini kualitasnya bagus-bagus.” “Ah, bagaimana tidak bagus, Nak Zul? K

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 56

    Aku sudah tidak tahan terlalu lama di sini. entah apa hal-hal Buruk lainnya yang akan dikatakan oleh Bang Fahri. Jika aku menunggu sedikit lagi, bisa jadi aku akan mendengar hal-hal memalukan lain yang membuatku tidak bisa mengangkat kepala untuk selamanya. “Hah, aku belum berani nambah istri. Satu saja sudah bikin pusing,” ucap dokter lain. Pengakuannya itu malah ditertawakan oleh Bang Fahri. “Kita ini dokter, perempuan mana yang nggak mau hidup sama kita, Bro? Perempuan mana juga yang mau ninggalin kita? Menikah dengan dokter itu menjamin masa depan.” “Fahri ada benarnya. Tapi, untuk nikah lagi, aku belum siap. Anak-anakku bakal marah besar!”“Untung aku belum punya anak dengan Riska. Jangan-jangan dia memang mandul?” Bang Fahri bertanya. “Tidak mungkin, sudah kalian periksa?” “Argh, biarkan sajalah. Mau dia mandul atau tidak. Sekarang, disentuh saja dia tidak mau, bagaimana dia bisa hamil?” jelas Bang Fahri. “Lagipula, semenjak aku bermalam dengan Ninik, Riska itu tidak ada ap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status