Share

Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu
Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu
Author: Alibn A.

Bab 1

Author: Alibn A.
last update Last Updated: 2022-09-19 06:18:14

[Mba, apakah yang ini lelaki yang anda cari?] Sebuah pesan masuk ke messenger-ku. Kubaca sekali lagi isi kalimat tersebut.

Entah siapa gerangan orang tersebut, ia mengirimkan sebuah gambar hasil tangkapan layar di salah satu media sosial ke messenger-ku. Aku memicingkan mata, memerhatikan dengan seksama gambar tersebut.

Seketika, batinku mengiyakan. Wajah lelaki di gambar tersebut sama dengan suamiku. Tapi, wanita di sampingnya dan seorang bayi yang ada di pangkuannya? Rasanya aku mengenali wajah wanita ini, tapi siapa?

Aku masih berusaha terus mengingat siapa wanita ini.

Bagai disambar petir, mata ini seakan merah padam. Dada ini terus menderu-deru. Aku khawatir kalau dugaanku benar.

"Tidak ... tidak mungkin ... Ini bukan Raisya! Dulu, yang kutahu, ia tidak berhijab seperti di foto ini. Semoga aku salah. Astaghfirullah!" Aku menahan deru di dada dengan telapak tangan.

Jariku seakan kaku untuk mengetik, benar-benar tidak percaya.

[Iya Mba, benar. Terima kasih, ya. Boleh aku minta foto yang lain?]

[Baik, tunggu sebentar, ya. Kucarikan lagi.]

Argh, aku memijat kepalaku berulangkali, yang mulai terasa sakit sambil menunggu pesan dari netizen tersebut.

Sudah lama, aku menunggu kedatangan suamiku yang izin merantau, sekitar dua tahun. Namun, aku tak kunjung mendapatkan kabar.

Kabar darinya pun tak ada. Apalagi kabar dari kerabat atau keluarga. Beberapa kali aku datang ke keluarga mertuaku untuk menanyakan kabar atau keberadaannya, tapi nihil. Ia pernah mengirimkan uang untuk Naya hanya enam kali atau enam bulan kemudian tak ada lagi kabar sampai hari ini.

Karena tak kuat menahan gejolak, aku memberanikan diri post fotonya di media sosial. Sehingga, aku mendapatkan kiriman foto tadi dari netizen yang tidak kuketahui siapa dia.

Alhamdulillah, aku sedikit tahu berkat bantuan dari netizen di media sosial.

Gambar yang dikirim seorang netizen adalah benar gambar suamiku yang telah lama hilang kabar dan kontak sekitar dua tahun silam. Aku makin yakin bahwa gambar tersebut adalah wajahnya karena seorang netizen yang lain juga ikut berkomentar dan mengirimkan link akun lelaki yang kucari tersebut.

Aku masih berselancar di dunia maya sambil membaca komentar beberapa netizen di status yang ku-post di sebuah grup komunitas. Mungkin saja, aku mendapatkan informasi yang lain. Benar saja, sebuah akun berkomentar dengan menyematkan link baru.

Segera aku mengkliknya dan tak sabar ingin tahu apa di balik link tersebut.

Saat aku membuka link tersebut, aku benar-benar syok. Wajah lelaki di akun tersebut sangat mirip dengan suamiku. Aku makin yakin kalau gambar itu adalah dia. Namun, ada satu tanda lahir yang ada di pergelangan tangannya yang belum kulihat. Aku harus memastikan tanda lahir itu ada.

Ternyata, dia punya beberapa akun yang aku tak tahu. Bahkan, nama akunnya pun tidak familiar, seperti nama orang Eropa.

"Jadi, karena ini yang membuatmu hilang kabar sehingga aku tak tahu, Mas?" ucapku geram dalam hati.

Aku letakkan benda pipih tersebut di atas kasur tidur dan mengembuskan napas kesal. Dasar lelaki tak punya hati.

Pandanganku menoleh ke arah kanan. Gadis mungil itu sedang terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Matanya sayu. Wajahnya terlihat mulai tirus dan pucat. Sedih, hati ini melihatnya terkulai tak berdaya di atas dipan minimalis itu.

Sudah dua tahun terakhir, ia selalu menanyakan perihal ayahnya. Jawabanku bahwa ayahnya sedang bekerja dan mencari nafkah di perantauan untuk kami. Aku tak tahu harus menjawab apalagi padanya jika menanyakan kembali tentang lelaki jakun dan berkulit coklat yang disebutnya ayah, tak kunjung datang.

Berkali-kali, aku mencari alasan atau menjawab sekenanya agar ia tenang dan tidak bertanya lagi. Tapi tetap saja, ia akan menanyakan kembali di hari lain. Aku tak mungkin begini terus padanya-berbohong. Suatu saat nanti, ia pasti akan tahu juga.

Naya - gadis mungilku berkulit kuning langsat itu hanya mengenal ayahnya lewat foto. Ia akan melihat foto tersebut bila rindu. Hanya foto itu yang kupunya. Foto saat kami menikah. Ia selalu bingung menjawab pertanyaan teman-teman sebayanya tentang keberadaan ayahnya.

Aku berdiri dan berjalan menuju tempat Naya, gadis mungilku itu. Mata indah itu masih terpejam. Aku menghampirinya dan duduk di sampingnya perlahan.

"Maafkan ibu, Nak, belum bisa membahagiakanmu dan mencari tahu kabar tentangnya. Ibu janji akan menemukan ayahmu," bisikku pelan sambil membelainya yang sedang terlelap.

Sudah dua pekan ini, Naya-ku sedang tak baik-baik saja. Aku sudah mengantarnya untuk check up ke dokter. Tapi, sampai saat ini belum ada perubahan yang signifikan darinya.

Aku sangat mencemaskan kesehatannya yang semakin menurun setiap hari.

Aku meraih kembali benda pipih yang sempat kuhempaskan dan menghubungi seorang netizen tadi. Dia lah yang mengirimkan gambar tentang lelaki yang sudah lama kucari. Semoga darinya aku mendapatkan informasi tentang alamat suamiku.

Pesan yang kukirim di messenger masih centang satu berwarna biru. Sepertinya, dia belum online. Kuletakkan kembali gawaiku dan mengembuskan napas. Semoga saat dia online, pesanku dijawabnya.

Aku harus ke rumah mertuaku untuk menanyakan perihal kabar Adnan, suamiku. Mungkin saja, aku mendapatkan informasi dari mereka.

Aku pun bergegas mengemas beberapa pakaian ganti untuk Naya dan diriku karena jaraknya cukup jauh. Lama perjalanan dari tempat tinggalku dengan rumah mertuaku sekitar tiga jam. Jadi beberapa bekal juga aku siapkan untuk anakku semata wayang ini. Aku harus tahu di mana keberadaan dan kabar Mas Adnan, suamiku.

"Kita mau ke mana, Ma?" tanya Naya padaku karena membangunkannya secara tiba-tiba.

Sebenarnya, aku tak tega membangunkannya yang masih tertidur lelap. Tapi aku tak punya pilihan selain membangunkannya dan pergi saat ini juga karena hari sudah siang.

Aku khawatir kalau pergi sore, kami tidak akan mendapatkan tumpangan. Dan juga, aku tak berani keluar malam hari, di mana hanya kami berdua menunggu mobil angkutan umum. Apalagi jika membawa kendaraan motor seorang diri dengan jarak tempuh yang cukup jauh, tidak mungkin kulakukan.

"Mau ke rumah Nenek. Naya senang gak?"

"Senang, Mak. Ayuk!"

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya kami mendapatkan tumpangan. Naya sedang menikmati pemandangan di balik jendela bus. Ini kali ke tiga kami ke rumah mertuaku. Saat pertama kali kami berkunjung, usia Naya baru 4 bulan dan masih ditemani Mas Adnan. Kali kedua, hanya kami berdua dan saat itu usia Naya sekitar satu tahun.

Aku jarang berkunjung ke rumah mertuaku karena jaraknya yang cukup jauh. Biasanya kami hanya berkabar lewat telepon.

Pernah sekali kutanyakan kabar Mas Adnan ke mereka, tapi tak ada jawaban yang pasti. Jadi, aku memutuskan untuk datang sendiri sekaligus berkunjung. Hitung-hitung sebagai silaturahmi lagi.

***

Mata Lisa membelalak, melihat kedatangan kami. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya atau hanya perasaanku saja. Lisa ialah adik iparku yang bungsu. Mereka hanya dua bersaudara.

Kebetulan, ia sedang bersantai di pekarangan rumah sambil bermain smartphone-nya. Rumah yang asri dan sejuk, juga sangat terawat.

"Assalamualaikum. Lisa."

"Wa--alaikumsalam. Mba Jihan! Mari masuk, Mba! Eh, ini Naya, ya, ponaan Tante?"

"Iya, Tante. Assalamualaikum." Naya menyalami tantenya, Lisa.

Kami pun duduk di ruang tamu sedangkan Lisa sudah lama masuk lebih dulu. Aku dan putriku masih duduk, bingung juga mau buat apa. Kedua mertuaku belum kelihatan, begitu juga Lisa yang belum keluar semenjak menuju kamarnya.

"Ke mana ya, Lisa tadi?" tanyaku dalam hati. "Mungkin dia menyiapkan minuman untuk kami," pikirku lagi.

Aku memang agak sungkan melakukan apapun di rumah ini semenjak tak ada Mas Adnan kecuali disuruh oleh Ibu atau bapak mertuaku. Apalagi melihat sikap Lisa yang dulu tak begitu ramah padaku saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini.

Entah sekarang bagaimana. Kalau melihat tadi, sikapnya cukup ramah menerima kami walaupun dia sedikit terkejut dari raut wajahnya.

***

Ikuti cerita terbaruku, ya!

Mohon bantuannya untuk ikuti akun penulis dan ceritanya agar mendapatkan pemberitahuan update bab terbaru!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 50b

    "Apa maksudmu, Mba? Aku tidak merayu siapapun, apa kau salah orang?" Raisya membelalak. "Tidak usah berlagak tidak tahu. Beberapa hari lalu, aku melihatmu berbicara dengan suamiku di depan rumahmu. Dan aku tidak menyangka suamiku ikut masuk ke rumah ini. Apalagi coba kalau bukan kau ajak ... ih, astaghfirullah ...."Raisya berpikir keras untuk mengingat-ingat. Setahunya tidak ada seorang pun yang dia ajak ke rumah. Mana mungkin? Namun kemudian, dia mulai mengingat sesuatu. "Pak Burhan?""Nah, kau mengetahui namanya. Kau pasti sudah lama mengincarnya 'kan?""Mba, aku tidak pernah merayu suamimu atau apapun yang kau tuduhkan. Beberapa hari yang lalu dia memang ke rumahku karena memperbaiki lampu rumah ini.""Apa? Kenapa kau memintanya, bukan meminta yang lain atau teknisi saja?""Sebenarnya, aku menanyainya alamat atau kontak teknisi, tapi suamimu yang menawarkan sendiri. Katanya, dia juga pengalaman memperbaiki lampu yang rusak. Jadi, aku persilakan. Tidak ada yang lain."Erma, wanit

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 50a

    Di sebuah kamar yang cukup luas, kedua insan itu masih terlibat obrolan serius. Mata mereka belum terpejam. Keduanya masih hanyut, membahas kisah mereka yang dulu. Di dalam hati terdalam, masih ada kekaguman Jihan terhadap lelaki di sampingnya. Tidak terkecuali, Arka. Ketabahannya menunggu, tidak diragukan lagi. "Han!""Iya, Mas." Jihan menoleh ke sisi kanannya. Lelaki itu sedang berbaring sambil menatap langit kamar."Aku ingin bercerita, tapi posisimu terlalu jauh. Apakah kau tidak ingin mendekat? Berbaringlah di sisiku!" ucap Arka dengan seringai senang."Mas!" Pipi Jihan seketika merah merona karena godaan suaminya. "Kenapa? Naya sudah tidur 'kan?" Lelaki bermata tajam itu membalikkan badan dan menghadap ke arah Jihan.Wanita di hadapannya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, karena memang benar putrinya sudah tidur. Arka mendekatkan dan menyandarkan kepala Jihan ke dadanya. Wanita itu hanya patuh dan mengikuti arahan Arka."Mas!" tegur Jihan."Hmm ...."Jihan mendongakkan

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 49b

    Nyonya Assel berbalik. "Siapa yang kau panggil ayah putri kecil? Bukankah Papa ganteng yang berdiri di sampingmu, ayahmu?" tunjuk Nyonya Assel ke Arka."Iya, Nek. Ini Papaku." Alis wanita di depannya seketika tertaut ke atas."Hmmm, aku masih muda, loh. Kok, panggilnya nenek?" ucap Nyonya Assel cemberut. Ia tidak suka dengan panggilan putri kecil di depannya, meskipun itu jujur. Anak sekecil dia mana bisa membedakan usia tua maupun muda. Panggilan itu telah menciderai perawatannya yang sudah ia gelontorkan selama bertahun-tahun. Entah nominalnya sudah tidak bisa dihitung lagi dengan kalkulator, tetapi tiba-tiba dinafikan oleh anak kecil dalam sepersekian detik. "Maaf, Tante.""Nah, gitu dong. Putri kecil yang pintar! Apakah kau mengenal paman ini? Kau memanggilnya apa tadi?""Dia bukan pam- ....""Oh, mungkin anak kecil itu mengira aku seperti papanya. Wajah orang kan hampir banyak yang serupa, tapi tak sama." Sebelum Naya melanjutkan jawabannya, Adnan sudah menyambung, kemudian be

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 49a

    Saat itu, Arka berjalan diapit oleh dua ratu cantik. Di tangan kirinya seorang putri kecil yang sangat menggemaskan, sedangkan di sisi kanannya, wanita anggun yang sedang mengapit lengannya. Mereka terus berjalan beriringan hingga ke singgasana pengantin.Semua mata tertuju ke mereka. Sebuah pemandangan yang sempurna untuk ditonton banyak orang. Mereka tidak menyangka bahwa tamu undangan sudah berdatangan lebih dulu. Padahal acara baru saja dimulai. Lelaki cambang yang duduk bersebelahan dengan Nyonya Assel, seketika membulatkan kedua bola matanya. Ia masih sangsi dengan apa yang dilihatnya. Adnan tidak bisa menafikan bahwa wanita yang berdiri di atas sana ialah mantan istrinya. Ia tidak menyangka Jihan sangat menakjubkan. Jihan sangat cantik bak seorang ratu sehari. Tanpa keraguan dari dasar hatinya. Ia tidak pernah melihat Jihan mengenakan gaun seindah itu. Di mana dia selama ini sehingga belum pernah menyaksikan istri sendiri sangat cantik, bak bidadari? Selama ini, dia hanya

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 48b

    Pagi itu, Adnan bangun dari tidur dan bersiap berangkat ke tempat kerja. Lisa masih bermalas-malasan di kamar karena hari itu bukan jadwalnya bekerja di pagi hari. Jadi, dia masih punya waktu untuk melanjutkan tidur karena semalam menonton serial drama di ponselnya. Sebenarnya, Lisa cukup senang bila kakaknya tinggal bersama di rumah, karena dia sangat takut di rumah sendiri selama sebulan belakangan. Itulah kenapa semalam dia tidak melanjutkan pertanyaannya karena tidak ingin kakaknya berubah pikiran dan kembali ke kosan. "Lisa ... Lis ... Di mana ya, kopi dan gulanya? Sarapan juga tidak ada. Kenapa dapurnya kosong semua?" Adiknya tidak menjawab.Selama sebulan belakangan, Adnan sangat sibuk menyiapkan makanan dan sarapan untuk dirinya sendiri. Padahal dulu, semua sudah tersedia tanpa diminta. Apalagi pakaian, ia harus menyiapkan sendiri segala keperluannya. Bahkan dia harus mencuci sendiri pakaiannya. Adiknya yang diharapkan tidak bisa diandalkan. Terlalu malas. Sudah seminggu,

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 48a

    Setelah dari kantor, Adnan mengendarai motornya menuju rumah kedua orang tuanya. Hampir sekitar sebulan, dia tidak berkunjung ke rumah. Sebelum menuju rumah, dia menyempatkan diri mengunjungi Lisa. Ia memperlambat laju motornya saat mendekati sebuah bangunan dua lantai, kemudian mencari parkiran motor. Setelah menemukan ruang kosong untuk menyimpan motornya, ia bergegas menuju bangunan tersebut. Ia masuk dan menuju lantai atas, tempat di mana para karyawan untuk beristirahat sekaligus berganti pakaian untuk bersiap-siap pulang dan berganti pekerja lain secara shift. Lisa mendapatkan shift pagi. Lantai atas merupakan ruang untuk SPA (Solus Per Aqua), sedangkan lantai bawah untuk Salon. Ya, adiknya bekerja di salon tersebut sebagai cleaning service untuk penebusan utangnya. Selain itu, Lisa tidak punya pilihan untuk bekerja karena Adnan sudah tidak mengirimkan uang lagi padanya. Adnan terus berjalan setelah menaiki tangga terakhir, kemudian berbelok ke kiri. Di ujung jalan ialah ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status