Share

Bab 2

Penulis: Alibn A.
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-19 06:24:22

Saat aku membuka gawai di saku karena bingung mau buat apa, sebuah notifikasi beberapa kali berbunyi. Pesan masuk ke messenger.

Aku tak sabar membukanya. Mata ini membulat hampir sempurna dengan apa yang kulihat. Beberapa foto mereka sedang asyik bermain di depan rumah, dan juga foto di mana mereka sedang menikmati kuliner di sebuah resto yang cukup mewah menurutku.

Wanita ini, bagaimana dia bisa setega itu merebut suamiku tanpa merasa bersalah. Dia kan sangat tahu Mas Adnan, suamiku. Kami juga dulu sangat berteman baik.

Hati ini begitu sakit, dikhianati oleh dua orang yang tidak asing bagiku. Dua tahun menunggunya ternyata hanyalah sia-sia belaka. Sepertinya, ia memang sengaja meninggalkan aku dan Naya.

"Nak Jihan! Sudah lama datang?" Aku sedikit terkejut dengan sapaan bapak yang baru saja keluar dari kamar. Gawai kuletakkan kembali ke dalam tas.

"Iya, Pak, lumayan!" Sambil menyalaminya.

"Loh, belum ada apa-apa di atas meja? Tadi siapa yang bukain pintu? Kok gak sediain minuman atau kudapan di atas meja!"

"Mungkin tadi lagi ke kamar, Pak."

"Lisa? Duh, emang kebiasaan tuh anak. Sebentar, ya, biar bapak siapin."

"Gak usah, Pak. Jihan gak haus kok, Pak."

"Beneran?" Bapak berhenti dan berbalik ke arah kami.

"Iya, Pak. Biar Jihan buat sendiri, sekaligus kubuatkan dengan bapak juga."

"Duh, kasihan cucu kakek pasti kelelahan. Dibawa ke kamar aja!" Ternyata, Naya sudah lama tertidur di sampingku sampai saya pun tidak menyadarinya.

"Iya, Pak."

"Siapa, Pak, yang dateng?" Suara Mama yang menghampiri kami.

"Nak Jihan, Ma! Dari tadi datangnya. Kasian loh, buatkan dulu minuman dan juga makanan sekalian bawa ke sini!" sahut bapak.

"Oh ... Jihan bukan orang lain, dia bisa nyiapin sendiri kok, Pak. Iyakan Nak Jihan?" tanya Mama padaku sambil tersenyum.

"Iya, Ma. Assalamualaikum." Aku pun menyalaminya.

"Waalaikumsalam. Sudah lama datang? Gimana, ada keperluan apa ke rumah? Tumben-tumbenan ke rumah. Tidak biasanya."

"Ma, kasihan loh, Naya udah ngantuk! Anterin dulu mereka ke kamar. Ntar dilanjutkan percakapannya!"

Aku bingung bagaimana mau menyampaikan maksud kedatanganku. Untungnya bapak menyuruh kami istirahat dulu. Mungkin bisa malam atau esok baru kusampaikan maksudku. Sebaiknya, aku istirahat dulu. Lagi pula, Naya sudah sangat lelah dan tertidur.

"Oh, iya. Istirahat dulu!"

Aku tak mengerti kenapa raut wajah ibu mertuaku itu tidak begitu antusias melihatku. Apalagi pertanyaannya tadi cukup menusuk telinga meskipun diucapkan dengan senyuman.

Sesampai di kamar, aku merebahkan Naya di atas kasur tidur. Aku belum mengantuk. Mataku mengelilingi seisi ruangan. Kamar ini dulu tempat kami biasa bermalam bersama Mas Adnan. Yah, ini kamar Mas Adnan. Ruangan yang sangat terawat, tetapi banyak yang diubah. Dindingnya lebih banyak dihiasi gambar kupu-kupu dan bercat merah muda.

"Apa aku salah kamar?" gumamku.

Tapi, aku yakin ini kamar Mas Adnan karena posisinya di ujung, dekat dengan ruang tamu. Aku bangkit dan memeriksa kembali sekeliling. Aku khawatir kalau salah masuk kamar. Jangan sampai mengganggu Lisa.

Mataku tertuju ke sebuah foto dengan bingkai cantik yang terpajang di atas nakas kemudian memicing. Aku mendekat dan meraih foto tersebut.

"Foto siapa?" Aku pikir foto Naya, tapi tidak mirip.

Tiba-tiba, bunyi gagang pintu diputar.

"Maaf, Mama melupakan sesuatu." Ia meraih foto yang terletak di atas nakas tadi kemudian mengambil sebuah tas di dalam lemari.

Keningku mengerut. Aku tak berani bertanya, itu milik siapa, tak enak menyinggungnya. Mama juga tidak menjelaskan milik siapa. Ia hanya mengambil benda tadi, berlalu di hadapanku dan pergi.

"Istirahatlah, agar badan kalian fit!" ucapnya sebelum menutup pintu.

"Iya, Ma."

Mataku tak bisa terpejam dan juga pikiran ini masih mengingat-ingat foto tadi. Siapa gadis kecil di foto itu, juga tas yang diambil Mama?

Aku bangkit dari dudukku dan keluar dari kamar, hendak menikmati udara segar di luar saja. Isi pikiran ini makin berat; suami yang tidak kunjung ada kabar dan ditambah lagi foto dan tas tadi yang diambil Mama.

"Nak Jihan! Tidak istirahat?"

"Lagi gak ngantuk, Pak. Jihan ingin keliling komplek rumah ini saja. Sudah lama Jihan tidak ke sini dan sudah banyak yang berubah ya, Pak?"

"Iya. Ini semua kan hasil dari bantuan Mas Adnan."

"Oh, gitu. Pantas saja waktu tiba, saya ragu ingin masuk ke dalam. Untung aja ketemu Lisa di sini sedang istirahat."

"Nak Jihan, belum diberitahu? Maafkan keluarga bapak, ya!"

"Tidak usah minta maaf, Pak. Mungkin pernah diberitahu, hanya saja Jihan kurang mendengarkan dengan seksama," jawabku mencoba menenangkan bapak walaupun aku sedikit terkejut mendengar ucapan bapak tadi.

Ternyata, mereka masih sering berhubungan dengan Mas Adnan, tapi kenapa Mama bilang tidak tahu bagaimana kabar dan di mana anaknya tersebut. Sebenarnya, siapa yang berbohong di sini. Aku ingin sekali menanyakan lebih lanjut ke bapak, tapi sungkan.

Aku bisa melihat tatapan bapak seakan kasihan terhadapku, tetapi kenapa dia tidak memberitahuku.

"Pak, aku mau keluar dulu sebentar. Ingin jalan-jalan."

"Oh, iya. Kebetulan Bapak mau nitip beliin rokok di warung depan sana."

"Baik, Pak."

***

"Mba Jihan!"

"Eh, Bu Sumi!"

Bu Sumi merupakan tetangga mertuaku. Dulu, ia yang selalu mengajakku bercerita saat masih tinggal di sini. Aku tak punya teman cerita selain dia

"Sudah lama ya, gak ketemu. Pasti sibuk banget ngurusin toko."

"Gak juga sih, Bu. Kan ada karyawan."

"Wah, hebat dong! Pasti laris manis kalau sudah punya karyawan."

"Ya Alhamdulillah disyukuri aja, Bu," jawabku. "Ngomong-ngomong kedai Bu Sumi juga udah mulai besar, sudah banyak direnovasi di sana sini," sambungku.

"Iya, Alhamdulillah," sahutnya. "Eh, tadi aku dengar anak Mba Jihan bertengkar lagi tuh dengan anaknya Mba Sari. Pasti bertengkar mainan!"

"Anak saya?"

"Iya, anak Mba Jihan. Coba lihat di sana!"

"Tapi, anak saya kan lagi tidur, Bu." Aku sedikit bingung bagaimana mungkin Naya bermain di rumah tetangga, sedangkan Naya belum terlalu akrab dengan anak tetangga di sini.

"Maksudnya gimana sih, Bu. Barusan aja, aku dengar lagi suaranya. Coba deh lihat di sana, di rumah ijo."

"Tapi, barusan kutinggalkan anak saya di kamar. Mungkin Bu Sumi salah lihat."

"Gak mungkin salah lihat. Lagian tiap hari aku lihat dia ke rumah Bu Sari."

"Tiap hari?" Kepala ini makin pening.

"Gimana sih Mba Jihan? Mba gak sakit kan? Aku lihat sendiri kok Mas Adnan tiap hari ke sini nitipin Nak Dita. Emang Mba Jihan gak tau?"

Mataku membulat hingga dahi ini mengerut. Seketika aku menenangkan diri agar tidak terlihat bingung lagi.

"Eh ... Tadi itu, aku kaget aja. Soalnya kan putri saya masih tidur. Tiba-tiba dengarnya sudah di rumah tetangga. Kalau begitu aku permisi dulu ya, Bu, mau jemput dia sekalian."

Aku khawatir Bu Sumi akan mencium reaksiku yang mulai membuatnya sedikit curiga. Kuputuskan untuk pergi saja, sekalian mau melihat anak itu untuk menjawab penasaranku.

"Assalamualaikum. Permisi!"

"Eh, Mba Jihan! Mari masuk Mba! Nyari anaknya ya?"

"I-ya, Bu."

"Di sana, Mba. Di kamar anak saya. Biasanya dia main di kamar itu." Sambil menunjukkan ke arah yang dia maksud.

Aku pun berjalan menuju kamar yang dimaksud. Setelah memberi salam, aku pun masuk. Mata ini berhenti ke salah satu anak kecil dengan rambut dikucir sedang bermain boneka. Aku mengernyitkan dahi dan tertegun sesaat.

Kali ini penasaranku sedikit terjawab. "Jadi, gadis kecil di foto tadi, anak ini?" Batinku.

"Dita, ya!" sapaku pada anak itu saat mendekat.

"Iya, Tante."

Aku menoleh ke belakang. Tak ada seorang pun di belakang. Bu Sari sepertinya masih di depan melanjutkan pekerjaannya. Baguslah, aku bisa leluasa bertanya ke anak ini.

"Ayahnya, di mana?"

"Papa lagi kelja."

"Emangnya, papanya siapa?"

"Papa Adnan, Tante." Dadaku seketika berdegup keras.

"Sudah sering ke sini?"

"Tiap hali, Tante."

"Oh gitu. Ih, pintar banget! Nenek mintain Tante untuk menjemputmu pulang ke rumah. Ayuk!"

Ia pun bangkit dari tempatnya bermain dan mengikutiku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 50b

    "Apa maksudmu, Mba? Aku tidak merayu siapapun, apa kau salah orang?" Raisya membelalak. "Tidak usah berlagak tidak tahu. Beberapa hari lalu, aku melihatmu berbicara dengan suamiku di depan rumahmu. Dan aku tidak menyangka suamiku ikut masuk ke rumah ini. Apalagi coba kalau bukan kau ajak ... ih, astaghfirullah ...."Raisya berpikir keras untuk mengingat-ingat. Setahunya tidak ada seorang pun yang dia ajak ke rumah. Mana mungkin? Namun kemudian, dia mulai mengingat sesuatu. "Pak Burhan?""Nah, kau mengetahui namanya. Kau pasti sudah lama mengincarnya 'kan?""Mba, aku tidak pernah merayu suamimu atau apapun yang kau tuduhkan. Beberapa hari yang lalu dia memang ke rumahku karena memperbaiki lampu rumah ini.""Apa? Kenapa kau memintanya, bukan meminta yang lain atau teknisi saja?""Sebenarnya, aku menanyainya alamat atau kontak teknisi, tapi suamimu yang menawarkan sendiri. Katanya, dia juga pengalaman memperbaiki lampu yang rusak. Jadi, aku persilakan. Tidak ada yang lain."Erma, wanit

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 50a

    Di sebuah kamar yang cukup luas, kedua insan itu masih terlibat obrolan serius. Mata mereka belum terpejam. Keduanya masih hanyut, membahas kisah mereka yang dulu. Di dalam hati terdalam, masih ada kekaguman Jihan terhadap lelaki di sampingnya. Tidak terkecuali, Arka. Ketabahannya menunggu, tidak diragukan lagi. "Han!""Iya, Mas." Jihan menoleh ke sisi kanannya. Lelaki itu sedang berbaring sambil menatap langit kamar."Aku ingin bercerita, tapi posisimu terlalu jauh. Apakah kau tidak ingin mendekat? Berbaringlah di sisiku!" ucap Arka dengan seringai senang."Mas!" Pipi Jihan seketika merah merona karena godaan suaminya. "Kenapa? Naya sudah tidur 'kan?" Lelaki bermata tajam itu membalikkan badan dan menghadap ke arah Jihan.Wanita di hadapannya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, karena memang benar putrinya sudah tidur. Arka mendekatkan dan menyandarkan kepala Jihan ke dadanya. Wanita itu hanya patuh dan mengikuti arahan Arka."Mas!" tegur Jihan."Hmm ...."Jihan mendongakkan

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 49b

    Nyonya Assel berbalik. "Siapa yang kau panggil ayah putri kecil? Bukankah Papa ganteng yang berdiri di sampingmu, ayahmu?" tunjuk Nyonya Assel ke Arka."Iya, Nek. Ini Papaku." Alis wanita di depannya seketika tertaut ke atas."Hmmm, aku masih muda, loh. Kok, panggilnya nenek?" ucap Nyonya Assel cemberut. Ia tidak suka dengan panggilan putri kecil di depannya, meskipun itu jujur. Anak sekecil dia mana bisa membedakan usia tua maupun muda. Panggilan itu telah menciderai perawatannya yang sudah ia gelontorkan selama bertahun-tahun. Entah nominalnya sudah tidak bisa dihitung lagi dengan kalkulator, tetapi tiba-tiba dinafikan oleh anak kecil dalam sepersekian detik. "Maaf, Tante.""Nah, gitu dong. Putri kecil yang pintar! Apakah kau mengenal paman ini? Kau memanggilnya apa tadi?""Dia bukan pam- ....""Oh, mungkin anak kecil itu mengira aku seperti papanya. Wajah orang kan hampir banyak yang serupa, tapi tak sama." Sebelum Naya melanjutkan jawabannya, Adnan sudah menyambung, kemudian be

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 49a

    Saat itu, Arka berjalan diapit oleh dua ratu cantik. Di tangan kirinya seorang putri kecil yang sangat menggemaskan, sedangkan di sisi kanannya, wanita anggun yang sedang mengapit lengannya. Mereka terus berjalan beriringan hingga ke singgasana pengantin.Semua mata tertuju ke mereka. Sebuah pemandangan yang sempurna untuk ditonton banyak orang. Mereka tidak menyangka bahwa tamu undangan sudah berdatangan lebih dulu. Padahal acara baru saja dimulai. Lelaki cambang yang duduk bersebelahan dengan Nyonya Assel, seketika membulatkan kedua bola matanya. Ia masih sangsi dengan apa yang dilihatnya. Adnan tidak bisa menafikan bahwa wanita yang berdiri di atas sana ialah mantan istrinya. Ia tidak menyangka Jihan sangat menakjubkan. Jihan sangat cantik bak seorang ratu sehari. Tanpa keraguan dari dasar hatinya. Ia tidak pernah melihat Jihan mengenakan gaun seindah itu. Di mana dia selama ini sehingga belum pernah menyaksikan istri sendiri sangat cantik, bak bidadari? Selama ini, dia hanya

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 48b

    Pagi itu, Adnan bangun dari tidur dan bersiap berangkat ke tempat kerja. Lisa masih bermalas-malasan di kamar karena hari itu bukan jadwalnya bekerja di pagi hari. Jadi, dia masih punya waktu untuk melanjutkan tidur karena semalam menonton serial drama di ponselnya. Sebenarnya, Lisa cukup senang bila kakaknya tinggal bersama di rumah, karena dia sangat takut di rumah sendiri selama sebulan belakangan. Itulah kenapa semalam dia tidak melanjutkan pertanyaannya karena tidak ingin kakaknya berubah pikiran dan kembali ke kosan. "Lisa ... Lis ... Di mana ya, kopi dan gulanya? Sarapan juga tidak ada. Kenapa dapurnya kosong semua?" Adiknya tidak menjawab.Selama sebulan belakangan, Adnan sangat sibuk menyiapkan makanan dan sarapan untuk dirinya sendiri. Padahal dulu, semua sudah tersedia tanpa diminta. Apalagi pakaian, ia harus menyiapkan sendiri segala keperluannya. Bahkan dia harus mencuci sendiri pakaiannya. Adiknya yang diharapkan tidak bisa diandalkan. Terlalu malas. Sudah seminggu,

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 48a

    Setelah dari kantor, Adnan mengendarai motornya menuju rumah kedua orang tuanya. Hampir sekitar sebulan, dia tidak berkunjung ke rumah. Sebelum menuju rumah, dia menyempatkan diri mengunjungi Lisa. Ia memperlambat laju motornya saat mendekati sebuah bangunan dua lantai, kemudian mencari parkiran motor. Setelah menemukan ruang kosong untuk menyimpan motornya, ia bergegas menuju bangunan tersebut. Ia masuk dan menuju lantai atas, tempat di mana para karyawan untuk beristirahat sekaligus berganti pakaian untuk bersiap-siap pulang dan berganti pekerja lain secara shift. Lisa mendapatkan shift pagi. Lantai atas merupakan ruang untuk SPA (Solus Per Aqua), sedangkan lantai bawah untuk Salon. Ya, adiknya bekerja di salon tersebut sebagai cleaning service untuk penebusan utangnya. Selain itu, Lisa tidak punya pilihan untuk bekerja karena Adnan sudah tidak mengirimkan uang lagi padanya. Adnan terus berjalan setelah menaiki tangga terakhir, kemudian berbelok ke kiri. Di ujung jalan ialah ru

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 47b

    "Ya, tau sendiri kan. Dia biang dari semua kegagalan hubungan kalian beberapa tahun silam. Dan kamu tau, gak. Dia juga sangat menyukai Mas Arka. Itulah kenapa dia selalu menghalangimu, pun menjelekkanmu di depan Mas Arka. Bahkan dia pernah memprovokasi Mas Arka. Sekarang dia sedang menerima akibat dari kejahatannya. Dia belum juga menikah sampai sekarang. Dia mengira Mas Arka akan melamarnya. Wanita itu terlalu terobsesi. Seharusnya dia move on dan mulai membuka hati untuk yang lain. Kasian kalau nanti jadi perawan tua.""Mungkin itu sudah jadi pilihannya, Met.""Entahlah! Bagiku, mungkin itu karma.""Mmm ...."Beberapa undangan sudah tersebar, begitu juga untuk keluarga dan kerabat terdekat. Akan tetapi, Jihan tidak tahu kalau undangan untuk alumni sudah disebar juga. Padahal dia sendiri yang berencana akan mengirim ke grup."Han, kita meet up yuk! Udah lama loh, kita tidak mengobrol lagi." Meta menyambung lagi setelah jeda beberapa menit."Okay. Aku juga udah kangen, kita udah lama

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 47a

    Kedua orang dewasa sedang duduk di atas kursi terbuat dari kayu jati minimalis. Mereka berada di dalam ruangan dengan luas sekitar enam belas meter. Di sekitar mereka terdapat meja dan kursi yang sama. Cahaya lampu menyinari sangat lembut dan tidak menyilaukan mata, sehingga membuat pengunjung nyaman. Meskipun di luar sudah pagi, ruangan tersebut tetap menyalakan lampu agar terkesan menyenangkan, sekaligus terlihat elegan dengan cahaya oranye. Wanita yang mereka tunggu pun datang menghampiri mereka, setelah menunggu beberapa menit**Setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka, Ibu Anna pulang lebih dulu karena ada beberapa hal yang harus dilakukan. Hal penting baginya bahwa Jihan sudah mengerti dan tidak ada lagi kesalahpahaman. Setidaknya, dia sudah membantu putranya memperbaiki kesalahpahaman yang terjadi kemarin. "Jangan ditunda apalagi diperlambat. Mama tunggu kabar dari kalian secepatnya." Setelah mengatakan itu, wanita tua tersebut beranjak pergi."Baik, Ma."Arka dan Jihan

  • Kau Duakan Aku, Kutarik Asetmu   Bab 46b

    Ia melihat sekali lagi bangunan di depannya untuk memastikan bahwa pintu rumah yang dia ketuk adalah rumahnya. Ia mencoba, memanggil nama istrinya, Raisya berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. "Ke mana orang di dalam rumah ini?" tanyanya dalam hati.Adnan memutuskan untuk menunggu di teras depan rumah. Mungkin saja, istrinya sedang keluar bersama putrinya. Hampir sekitar tiga jam, orang yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Matahari sudah sangat terik. Adnan semakin gelisah dan mulai lapar. Tubuhnya semakin lemas. Hingga malam pun tiba, seorang wanita bersama gadis kecil keluar dari dalam mobil dan berjalan memasuki pagar rumah. Ia menghentikan langkahnya saat melihat seorang lelaki di depan rumahnya. "Raisya! Aku menunggu kalian sejak pagi tadi. Kalian dari mana saja?" Lelaki itu mendongakkan wajahnya. Ia seakan tidak kuat lagi untuk berdiri."Untuk apa kau kembali ke sini? Aku pikir kau sudah mati.""Kamu? kamu mendoakan Mas seperti itu? Ini kan rumahku, jadi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status