Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 67. Tamparan Keras

Share

Bab 67. Tamparan Keras

Author: Rina Novita
last update Huling Na-update: 2025-07-10 22:14:16

Terdengar suara mendengus dari arah Prof. Baskoro. Seseorang yang dikenal nyentrik dan ceplas-ceplos, sang peneliti kawakan itu tak segan menunjukkan ekspresi tidak sukanya.

“Ya jelaslah Dokter Alma diundang,” katanya lantang. “Kamu sebagai suaminya, masa nggak tahu siapa dia sebenarnya?”

Sang profesor kawakan itu menatap Arhan dengan sorot mata sinis, lalu berpaling ke Alma dengan mata berbinar dan ekspresi kekaguman yang luar biasa.

“Dia itu cerdas, rajin, kontribusinya untuk dunia medis luar biasa. Bahkan aku hormat padanya,” lanjutnya tanpa malu. “Tapi kamu? Suami macam apa kamu ini? Bukannya mendukung, malah main drama murahan kayak sinetron sore!”

Lalu ia menyeringai, senyumnya mengejek dan merendahkan

“Lagipula kalau dia selingkuh pun …” ia mengangkat bahu. “Yah, aku nggak kaget sih. Suaminya nggak selevel.”

“Baskoro …” Prof. Mahendra menegur, suaranya berat dan mengandung peringatan.

Namun Prof. Baskoro hanya melipat tangan dengan santai. Ia tahu apa yang ia katakan ben
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yuni Anggelia
terlalu banyak karakter2 tdk penting yg dimunculkan
goodnovel comment avatar
Dyah Wiryastini
Kapan Alma membonkar kelakuan busuk Nadine
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
aq berharap kelak jodohnya alma Felix bkn leon
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pelakor itu Adikku   Bab 76. Nadine dan Laporan Pasien

    "Kak Alma ... tolong aku ... Aku nggak tahu harus gimana ..." Alma masih berdiri di balik meja kerjanya, ekspresinya tetap tenang seperti biasa. Namun, pandangannya menajam saat melihat Nadine berdiri di ambang pintu dengan wajah kacau, rambut sedikit berantakan, dan mata sembab seolah baru saja menangis lama. "Masuklah kalau mau bicara," ucap Alma datar, lalu kembali duduk dan membuka map yang tadi sempat ia tutup. Nadine masuk perlahan, lalu duduk di kursi seberang meja Alma. Wajahnya sedih, matanya berkaca-kaca. "Aku ... aku akan disidang sama badan pengawas rumah sakit, Kak. Aku takut ... Semua laporan itu, aku ... aku nggak tahu harus jawab apa. Pasien, perawat ... semuanya kayak nyalahin aku." Alma menatap Nadine lama. Ia tidak langsung menjawab. Hening beberapa detik, hingga akhirnya Alma berkata pelan tapi tajam, "Lalu apa yang kamu harapkan dariku?" "Aku minta tolong, Kak. Tolong bantu aku. Kakak kan punya pengaruh sekarang. Punya reputasi. Orang-orang akan dengar apa

  • Pelakor itu Adikku   Bab 75. Makin Bersinar

    “Saya … saya hanya mengikuti saran istri saya waktu itu,” jawab Arhan gugup. Suaranya nyaris tak terdengar, membuat beberapa kepala mendekat sedikit seolah ingin memastikan tak salah dengar. Orang-orang di ruangan itu memandang Arhan dengan kening berkerut. Tak ada satu pun rekan sejawatnya yang puas dengan jawaban itu. Jawaban yang terlalu dipaksakan. Dokter Adrian menghela napas panjang, lalu menyandarkan tubuh ke kursinya. “Saya pikir … ada hal lain yang disembunyikan,” gumamnya pelan namun cukup membuat Arhan menelan ludah. Tatapannya langsung mengarah ke Arhan. Arhan terdiam, membeku di tempat duduknya. Sekilas ia melirik Alma yang duduk tenang di sisi ruangan, tanpa sedikit pun memperlihatkan ketegangan. Tiba-tiba, pintu ruang konferensi terbuka. Tiga orang masuk hampir bersamaan. Semua langsung berdiri. “Selamat pagi,” ucap Prof. Mahendra sambil tersenyum ramah. Di sampingnya, berdiri Prof. Baskara dengan wajah cukup serius, dan seorang pria muda dan tampan memakai j

  • Pelakor itu Adikku   Bab 74. Bahan Gosip

    Pagi itu suasana di rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Terutama di lobi staf, banyak staf medis berkumpul. Namun, ada gosip yang tidak biasa menyusup ke antara bisik-bisik para staf. Biasanya, nama Alma disebut-sebut karena kemampuan medisnya yang mengagumkan, atau sikapnya yang tenang dan empatik terhadap pasien. Tapi pagi ini, ada topik baru yang jauh lebih mengguncang. "Acara semalam katanya heboh. Bukan cuma karena dokter Alma banyak dipuji oleh tokoh penting. Tapi ... ternyata dia dan dokter Arhan itu--," ucap salah satu staf dengan suara pelan. “Katanya, dokter Alma itu istrinya dokter Arhan, loh …," sambut staf lain yang berada di sebelahnya. “Iya, aku juga denger! Makanya waktu itu pas Arhan marah-marah, kayaknya pribadi banget, ya?” salah satu perawat menyahut. "Kayaknya nggak bisa dipercaya, dokter Alma anggun dan sepintar itu ternyata punya suami seperti dokter Arhan." Perawat lainnya ikut buka suara. “Dan Nadine itu ... bukannya adik Alma sendiri ya? Gila nggak s

  • Pelakor itu Adikku   Bab 73. Rencana Keji

    Arhan pun membanting tubuhnya ke sofa ruang tamu, lalu menggeram rendah sambil memijit pelipisnya. Kepalanya berdenyut, pikirannya berputar tanpa arah. Tubuhnya lelah, tapi masalah yang ada di kepalanya tidak memberikan dia waktu untuk istirahat. Kata-kata Alma tadi terus berputar di kepalanya. "Cerai." Ia menarik napas dalam. Berusaha menghilangkan kepanikan. Namun, semakin mencoba untuk tenang, semakin hatinya digerogoti oleh pikiran-pikiran itu. Di saat itu, ada suara langkah kaki mendekat. Arhan menoleh cepat. Sosok ibunya, Ferika, muncul dari lorong kamar. Wanita paruh baya itu masih memakai daster sutra biru tua. Rambut dijepit seadanya, wajahnya kusut, dan kantuknya hilang. Ia menyapa Arhan dengan sorot mata tajam.“Bertengkar lagi sama Alma?” tanya Ferika tanpa basa basi.Arhan menundukkan kepala. “Jangan sekarang, Bu.” Dia tahu sang ibu berniat menceramahinya lagi. Dan ini akan memakan waktu yang lama. Sedangkan saat ini ia sudah terlalu lelah.Ferika duduk di sofa sebel

  • Pelakor itu Adikku   Bab 72. Bujuk Rayu

    Kalimat yang terlontar dari mulut Alma menghantam Arhan seperti badai di siang bolong. Dia terpaku dengan mulut terbuka, tapi tak ada suara yang keluar. Otaknya kosong sejenak, kemudian dipenuhi kepanikan yang meletup dari dalam dadanya. Arhan tertawa canggung yang terdengar sumbang, ia mencoba memecah ketenangan, “Alma … kamu bercanda, ‘kan? Tadi kamu bilang apa barusan?”Alma menatapnya, tenang, seakan tidak terjadi apa-apa. “Cerai, Mas.” Tidak ada keraguan sama sekali.Dua kata itu jatuh seperti palu ke wajah Arhan. “Kamu bercanda ….," gumamnya lagi. Kali ini suaranya lebih seperti memohon pada kenyataan agar semua itu tidak benar. “Aku serius,” lanjut Alma tanpa mengubah nada suaranya. “Kalau Mas nggak bisa terima aku seperti ini, untuk apa kita terus menyiksa satu sama lain?”Mata Arhan membulat, tidak menjawab. Lidahnya kelu. Jantungnya berdebar keras. Cerai? Alma baru saja menuntut cerai kepadanya!? Yang benar saja!Memang, patut Arhan akui, dia tak mencintai Alma seperti

  • Pelakor itu Adikku   Bab 71. Cerai

    “ALMAAA ...! Suara teriakan itu terdengar ke seluruh penjuru rumah. Pintu dibanting keras, nyaris seperti akan copot dari engselnya. Terdengar jelas langkah kaki berat dan cepat menapaki lantai menuju kamar Alma. Di dalam kamar, Alma belum tidur. Ia duduk di sudut ranjang, mengenakan gaun tidur berwarna peach dengan blazer rajut berwarna putih. Di tangannya ada salinan berkas medis yang tadi ingin ia baca sebelum tidur. Tapi aktivitasnya itu terhenti saat mendengar pintu dibanting. Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka kasar. Arhan berdiri di ambang pintu dengan napas memburu, mata menyala penuh emosi. Alma menutup map-nya pelan. Tatapan mereka bertemu, dingin dan tajam, seolah tak ada sisa kasih sayang yang pernah tumbuh sebelumnya. “Puas kamu, ya?” Arhan mendekat, telunjuknya menunjuk tepat ke arah wajah Alma. “Puas mempermalukan aku di depan semua orang?!” Alma tetap duduk tenang. Ekspresinya tidak berubah. “Aku tidak melakukan apa-apa. Kamu yang mengumbar aibmu sendiri, Mas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status