"Eungh."Suara lenguhan dari orang yang baru bangun tidur, terdengar dari bibir Alea. Wanita itu baru saja membuka matanya. Sebelah tangannya memegang bagian belakang kepalanya yang terasa sakit. Dia pun beranjak untuk bangun dari sebuah benda yang empuk tempatnya tidur sekarang."Lu udah bangun, ternyata?"Suara itu sontak saja membuat Alea sadar sepenuhnya, kalau saat ini dia sedang berada di tempat asing. Terlihat seorang wanita cantik, bertubuh semok dan memakai pakaian minim, tengah melihatnya dan berjalan ke arahnya."Lu cantik juga ya. Pantas aja mereka maksa buat masukin lu ke sini. Lu pasti bisa jadi primadona di sini. Di jamin si madam juga bakal suka," cetus wanita itu seraya memegang dagu Alea dan memperhatikan wajah cantiknya."Jangan sentuh saya!" seru Alea seraya menepis tangan wanita itu. Tatapannya tampak menunjukkan kewaspadaan nyata.Terutama saat dia melihat ke sekelilingnya, kamar yang aneh. Cahaya remang-remang dan beraroma alkohol bercampur wangi yang tak bisa A
Alea berteriak sekencang yang dia bisa. Suaranya memecah udara di dalam ruangan, tetapi tak ada satu pun yang datang menolong. Dia meronta sekuat tenaga, mencoba mendorong tubuh pria itu menjauh, tapi perbedaan kekuatan fisik mereka terlalu mencolok. Air matanya mulai mengalir, menandakan ketakutan dan keputusasaan yang menguasai dirinya."Om ... tolong aku..." bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. Nama itu lagi-lagi muncul di kepalanya. Satu-satunya orang yang mungkin bisa menyelamatkannya dari neraka ini. Tapi dia tidak tahu apakah Juno akan datang, atau apakah pria itu bahkan tahu Alea dalam bahaya."Jangan mendekat. Jangan berani sentuh aku!" teriak Alea lagi, seraya memundurkan badannya ke belakang. Sampai mentok di ujung sofa tersebut.Alea ngeri, saat matanya melihat rantai, cambuk, secara tidak sengaja di sana. Untuk apa kedua benda itu ada di sana?Sementara, ria di hadapannya mulai menurunkan resleting celananya. Napasnya memburu, seperti binatang buas yang haus mangsa. Tata
"Bagaimana keadaannya, Dok?" Pertanyaan bernada khawatir itu meluncur dari bibir Juno, ditujukan kepada dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi Alea. Kekasihnya itu masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, wajahnya pucat, dengan beberapa luka di wajah dan sedikit goresan di lengan."Saya rasa tidak ada luka dalam, Pak. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan pasien hanya mengalami luka luar saja," jawab sang dokter dengan nada tenang, berusaha menenangkan kegelisahan Juno."Tapi kenapa dia masih belum sadar? Sudah satu jam, Dok, dan dia masih seperti ini. Apa Anda yakin dia benar-benar baik-baik saja?" Nada suara Juno meninggi, mencerminkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan.Dokter itu mengangguk pelan. "Kami akan melakukan observasi lebih lanjut, setelah pasien siuman. Terkadang, trauma psikologis bisa menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri meski tidak ada luka fisik yang serius. Tapi kami akan tetap melakukan CT scan untuk memastikan tidak ada pendarah
"Sebenarnya kami ini mau diapakan? Kenapa kami dikurung di sini, Pak? Tolong bebaskan kami!" pinta Maya sambil memegang jeruji besi, menatap tajam ke arah pria bertubuh kekar, berpakaian serba hitam, yang berdiri diam tak jauh dari sana.Pria itu hanya mematung, seolah tak mendengar."Hey! Apa kamu tuli? Kenapa kamu diam saja? Mamaku lagi nanya sama kamu! Bebal banget kamu!" teriak Ghea marah. Ia maju mendekat, mengguncang jeruji dengan keras. Suaranya menggema di ruang tahanan yang dingin dan lembab.Maya mencoba menahan emosinya. "Baiklah, kalau kamu tidak mau mengeluarkan kami sekarang, setidaknya jawab pertanyaan saya," ucapnya perlahan tapi tegas. Pria berbaju hitam itu akhirnya menoleh, menatap Maya dengan sorot mata tajam dan penuh tekanan."Kami salah apa? Kenapa sampai harus dikurung seperti ini? Siapa yang menyuruhmu?" lanjut Maya. Ia masih ingat jelas bagaimana ia tertangkap setelah menjual motor dan mencoba melepas gelang milik Alea, namun gagal karena keburu ketahuan. Tan
Baik Alea maupun Martin, terkejut saat mereka melihat satu sama lain dalam keadaan yang tak terduga. Martin tampak membeku sesaat, tepat setelah dia melihat Alea berciuman dengan pamannya di ruang kerja pamannya itu.Sedangkan Juno, dia terlihat marah pada Martin yang sudah seenaknya masuk ke dalam ruangan ini tanpa pemberitahuan. Bukan hanya pada Martin, tapi pada Adrian yang tidak becus kerjanya. Harusnya dia bisa menahan agar Martin tidak masuk ke dalam ruangan. Tapi sekarang? Di mana sekretaris itu? Dia tidak terlihat batang hidungnya."Alea, kamu habis ngapain sama Om aku?" Kedua mata Martin masih terbelalak saat melihat Alea yang tampak kaget."Kamu panggil dia Om? Dia Om kamu?" Bukannya menjawab, Alea malah balik bertanya pada Martin. Perasaannya tidak karuan, karena dia baru tahu kalau Juno adalah omnya Martin."Oh, jadi kamu mutusin aku gara-gara kamu selingkuh sama Om aku?" Martin malah bicara seenaknya tanpa berpikir dulu. Bahkan dia menuduh Alea putus darinya, karena selin
Adrian masuk ke dalam ruangan presdir, untuk mengecek situasi yang terjadi. Dalam hati, dia bertanya-tanya mengapa Alea keluar dari ruangan presdir dalam keadaan menangis."Pak."Suara Adrian, sontak saja membuat Juno langsung mendongak dan menatap pria itu dengan tajam. "Kamu dari mana saja Adrian? Apa kamu mau dipecat, hah!" teriak Juno yang seketika membuat Adrian terkejut. Dia bingung, Kenapa dia dimarahi? Apa salahnya? Atau terjadi sesuatu selama dia pergi 10 menit yang lalu?Presdirnya itu tampak marah, terlihat jelas di wajahnya yang tampak memerah. Matanya yang menyalang tajam tertuju kepada dirinya."Ma-maaf Pak. Tadi saya pergi ke kamar mandi dulu dan—"Siapa sangka, Juno menghentikan ucapan Adrian dengan melempar asbak ke arah si sekretaris itu. Adrian biar cepat menghindar, dan Tia merasa beruntung karena tidak terkenal lemparan asbak kaca tersebut. Asbak itu pun jatuh ke lantai dan sekarang sudah menjadi serpihan."Sialan kamu, Adrian! Bulan ini, aku potong gajimu 50%." T
Begitu mendengar suara berat pamannya yang menggema penuh amarah, Martin langsung menghentikan gerakannya. Ia bangkit dari tubuh Alea dengan wajah pucat pasi dan mata membelalak ketakutan."Pergi, sebelum aku benar-benar menghajar kamu, Martin!" bentak Juno, suaranya menggema hingga membuat bulu kuduk meremang."Om, Om gak bisa semena-mena kayak gini! Alea milik aku, Om!" teriak Martin, mencoba membela diri meski suaranya bergetar.Juno melangkah maju, matanya menatap lurus penuh ancaman. "Martin Luke Matthew. Pergi. Sekarang."Nada suara Juno tegas, tak bisa ditawar. Martin langsung mengecil seperti anak kecil yang baru saja ketahuan mencuri. Ia mengatupkan rahangnya, lalu membalikkan badan tanpa sepatah kata pun."Sialan!" desis Martin saat di luar rumah. Dengan geram, ia mengusap rambutnya kasar, lalu berjalan menjauh, meninggalkan rumah itu dengan langkah berat dan hati penuh amarah.Kini hanya ada Alea dan Juno di ruang itu. Hening. Udara terasa berat. Alea duduk di lantai dengan
Semua tatapan mata tertuju pada Juno dan wanita dewasa yang tampak seumuran dengannya. Wanita itu cantik, anggun, dan mengenakan gaun merah mencolok. Bodynya sangat menggoda, alias body goals. Para wanita di ruangan itu pun kagum melihat penampilannya yang nyentrik dan bodynya yang bagus.Orang-orang yang hadir langsung beranggapan bahwa Juno sangat serasi dengan wanita tersebut. Alea pun bisa mendengar bisik-bisik kagum dari para tamu yang memperhatikan keduanya."Baru kali ini aku melihat Juno Williams datang bersama seorang wanita.""Benar. Aku pikir dia tidak tertarik menjalin hubungan. Tapi ternyata seleranya luar biasa," komentar salah satu rekan bisnis Juno. Mereka semua tahu, Juno nyaris tak pernah terlihat dekat dengan wanita manapun sebelumnya."Benar. Wanita dewasa seperti itu pasti tipe idealnya," gumam Alea lirih. "Tapi kenapa dia begitu mudah melupakan hubungan kami? Kami baru saja putus dua hari lalu, dan sekarang dia sudah menggandeng tangan wanita lain.""Atau sebenar
Melihat Ghea yang diam saja dan melihat tanda tanda kiss mark di leher Ghea. Sepertinya Alea sudah tahu jawabannya."Kamu sudah tidur dengannya? Jadi akhirnya bajingan itu menjalankan rencana jahatnya? Hey! Aku sudah bilang sama kamu sebelumnya, kalau dia pria berbahaya. Dia cuma mau enaknya aja. Kamu bodoh, kamu bebal, kamu nggak dengerin aku," tutur Alea mengomel. Ia mengomel seperti ini, karena dia sayang pada Ghea."Lalu sekarang bagaimana? Apa kamu dapat sesuatu dari dia setelah dia tidur sama kamu?" tanya Alea dengan sorot mata tegas. Sedangkan Ghea, wanita yang sudah terampas kegadisannya itu, malah menundukkan kepalanya. Gemetar."Dia membuang kamu, kan?""Di-dia ..."Alea mendesah, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kepalanya mendadak pening. Sudah ia duga akan seperti ini. "Aku akan coba bicara sama dia. Dia harus bertanggungjawab sama kamu!""A-aku takut hamil, Kak. Aku takut."Beberapa detik yang lalu, Ghea tampak marah padanya. Tapi sekarang dia terlihat seperti adik yang
Di rumah Alea ...Malam semakin larut. Alea sudah berganti pakaian dan kini duduk di kasurnya, memeluk bantal sambil menatap kosong ke arah jendela. Juno mengetuk pintu pelan sebelum masuk.“Sudah minum obat?”Alea mengangguk, belum lama dia meminum obat sakit kepala karena kepalanya sedikit pusing. Setelah kejadian buruk yang hampir menimpanya.Juno menarik kursi dan duduk di dekat tempat tidur. “Kamu mau aku temani di sini, atau aku tidur di sofa?”Alea menggeleng. “Tidur di sini aja. Aku takut malam-malam kamu nggak denger kalau aku butuh bantuan.”Juno tersenyum dan membuka jaketnya, lalu duduk di sisi tempat tidur. “Kamu tahu nggak, Alea... sejak kamu datang ke hidupku, semuanya berubah.”“Berubah gimana?”“Aku jadi lebih takut kehilangan. Lebih gampang khawatir. Tapi juga... aku merasa hidupku lebih berarti.”Alea menatap mata Juno, lalu menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu. “Terima kasih sudah sabar menghadapi aku yang pemarah ini."Juno mengecup ubun-ubunnya lembut. “Sela
Rosaline segera menghampiri dan memeriksa wajah Alea dengan mata berkaca-kaca. "Kamu pucat sekali, sayang. Sudah jangan banyak bicara dulu. Mama takut kamu pingsan. Juno, kita bawa Alea pulang saja. Dia perlu istirahat."Juno mengangguk setuju. “Kita nggak bisa biarin dia di sini terus. Apalagi setelah kejadian tadi. Rumah sakit ini juga bukan tempat yang aman buat Alea sekarang.”Alea sempat membuka mulut, hendak menolak. Namun, kepalanya kembali berdenyut pelan. Ia hanya bisa mengangguk kecil, membiarkan Juno merangkul tubuhnya yang masih terasa lemas. Juno dan Rosaline bergantian membantunya berjalan keluar dari rumah sakit, melewati lorong-lorong yang terasa begitu panjang malam itu.Di parkiran, Rosaline memeluk Alea erat sekali sebelum masuk ke mobil. “Mama akan urus semuanya dari pihak kepolisian. Kamu nggak usah pikirin apapun dulu, sayang. Fokus sembuh dan jangan stress."Alea mengangguk pelan. “Terima kasih, Mama.”Rosaline menatap Juno tajam. “Temani dia baik-baik malam ini
Ghea yang polos, tak tahu apa maksud perkataan Martin. Keningnya berkerut dan ia berpikir keras artinya. Melihat Ghea yang diam saja dan tidak menjawab ajakannya. Martin mulai kesal. Ia pun melepaskan pelukannya dari Ghea dan beranjak dari atas kolam renang itu."Kak. Kakak mau ke mana?""Aku akan antar kamu pulang. Sekarang cepat mandi dan pakai bajumu," ujar Martin dingin seraya memakai bathrobe yang ada di atas kursi santai di sana. Ia bicara tanpa menoleh ke arah Ghea sedikitpun.Ghea ikut beranjak dari kolam renang dan menyusul Martin. Sebab ia melihat gelagat aneh lelaki itu, sikapnya yang berubah drastis, tampak jelas dari nada bicara yang dingin."Kak. Kenapa kakak marah?" tanya Ghea dengan nada manja yang dibuat buat.Martin berdecak menahan kesal. "Ck, kamu masih nanya?""Memangnya apa yang buat kamu marah sama aku, Kak?" Ghea kembali bertanya karena memang ia tidak paham.'Anjir, ternyata dia beneran bego' kata Martin dalam hatinya. "Kamu nggak jawaban pertanyaanku tadi, G
Tepat saat air dari botol itu mengenai wajahnya, punggung seseorang sudah lebih dulu menghalanginya. Air itu mengenai punggungnya."Aaakh!" Pria itu menjerit saat merasakan sensasi panas dipunggungnya.Alea tampak panik, ia terkejut saat melihat seorang pria yang hendak menyiram wajahnya dengan air dan juga pria asing yang datang tiba-tiba untuk menyelamatkannya.Tak lama kemudian, dua orang pria berpakaian serba hitam datang menghampiri Alea dan pria penolongnya itu, entah dari mana."Kejar dia. Jangan sampai lepas," ujar pria yang menyelamatkan Alea sambil menahan rasa sakit dipunggungnya. Wajahnya mulai berkeringat."Baik, Tuan." Dua orang pria itu langsung mengejar si pengendara motor yang sudah ngebut. Mereka juga naik motor untuk mengejarnya."Nona, nona tidak apa-apa?" tanya pria itu pada Alea."A-aku ..." Wanita itu tampak bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?Hingga Alea pun membantu membawa pria itu ke rumah sakit. Dokter segera memeriksa kondisinya dan pria itu ternyata men
***Siang itu, di rooftop perusahaan...Langit mendung menaungi atap gedung tinggi itu. Angin sepoi-sepoi menggerakkan helai rambut Alea yang tergerai, meski sebagian tertahan oleh penjepit kecil di samping kepalanya. Ia bersedekap, berdiri di sisi pagar pengaman, menatap ke kejauhan. Di sebelahnya, Juno berdiri canggung, menunggu Alea membuka suara terlebih dahulu.Akhirnya, setelah beberapa menit hanya ditemani suara angin dan hiruk-pikuk samar dari jalanan di bawah, Alea berbicara."Aku masih marah, Uncle. Jangan salah paham, aku setuju bicara sama kamu ... bukan berarti aku udah nggak marah." Juno menunduk. “Aku tahu Sayang." "Aku nggak suka dibohongi. Atau... disembunyikan, bahkan kalau kamu pikir itu untuk kebaikanku.”Juno menarik napas dalam. “Aku nggak pernah berniat nyakitin kamu, Lea sayang. Aku cuma takut kalau kamu tahu tentang dia—tentang Sheryn, kamu akan pergi.”"Intinya saja. Apa kamu selingkuh?"Kedua mata Juno membulat, ia menyangkalnya. "Itu tidak akan pernah ter
Juno menggenggam kemudinya erat. Ia sudah tahu langkah selanjutnya. Dia akan menghubungi pengacaranya malam ini juga.Sheryn harus kembali ke tempatnya—rumah sakit jiwa. Dan kali ini, untuk selamanya. Ia tidak bisa membiarkan Sheryn berkeliaran menganggunya."Kenapa juga dia bisa ada di sini? Aku tidak boleh tinggal diam!"Lelaki dewasa itu langsung menghubungi mamanya, dia mengatakan ingin bertemu dengan mamanya sekarang juga dan tentunya untuk membicarakan hal ini. Rosaline pun memintanya datang ke rumah anak sulungnya, yaitu Raisa. Karena Rosaline sedang menginap di sini.Beberapa menit melalui perjalanan, akhirnya Juno sampai di rumah kakak sulungnya yang sekarang sudah menjada itu. Ia datang untuk menemui mamanya."Juno, kamu datang?" sambut Raisa, kakaknya, kepadanya."Mama ada?""Mama ada di dalam."Tanpa menjawab ucapan Raisa, Juno langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Raisa hanya bisa mendengus, melihat ketidaksopanan adiknya itu dan mengikutinya dari belakang.Rosaline ya
Giska tidak langsung membuka pintu apartemennya, karena dia sekarang bingung. Apa dia harus membukanya atau tidak. Lebih baik dia bertanya dulu kepada Alea."Aku harus tanya dulu sama Alea." Giska hendak pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Tapi sebelum itu, teriakan Juno membuatnya terdiam."Giska, kalau kamu tidak mau membuka pintunya. Saya akan membuat kamu tinggal di jalanan dan membuat kamu dikeluarkan dari perusahaan tempat kamu bekerja!"Giska terkejut dengan ancaman yang dikatakan oleh Juno. Ia juga tahu, kalau Juno bisa melakukan apa saja untuk membuat orang jatuh dan bangkit dalam sekejap. Pria itu bahkan bisa mengenggam dunia ditangannya, karena semuanya itu sangat mudah baginya."Giska, kamu dengar saya? Buka pintunya, atau saya benar-benar akan merealisasikan ucapan saya." Juno sudah berdiri di depan pintu dengan perasaan geram dan gelisah.Ia harus bicara dengan Alea sekarang juga."I-iya Pak Juno, saya akan—" Giska terlihat gugup, ia akan membuka pintunya tap
"UNCLE!"Suara Alea menggema di dalam apartemen mewah itu, membekukan suasana seketika. Juno yang tengah berdiri kaku seperti patung, langsung mendorong tubuh wanita muda yang mencium dan memeluknya."Sheryn! Apa yang kamu lakukan?!" seru Juno panik, sambil melirik ke arah Alea yang wajahnya memucat antara marah dan tidak percaya.Gadis yang mencium Juno itu—Sheryn—hanya tersenyum santai, seolah tak terjadi apa pun. Bibirnya masih menyisakan kilau lipstik merah, matanya menatap Alea dengan tatapan menantang."Aku hanya menunjukkan rasa rinduku sama pacarku," jawab Sheryn dengan nada manja, jelas sengaja memancing emosi."AKU APA?!" Juno menatap Sheryn dengan panik . "Kapan aku pernah jadi pacar kamu? Dasar gila!" Namun sebelum Juno sempat menjelaskan lebih jauh, Alea sudah melangkah maju dengan wajah penuh emosi. Tangannya mengepal, bibirnya gemetar karena menahan kemarahan."Kamu siapa?!" Alea membentak Sheryn. "Seingatku, calon suamiku tidak pernah berselingkuh dariku," kata Alea l