Alea tak pernah menyangka bahwa orang yang paling ia percayai justru mengkhianatinya. Kekasih dan sahabatnya—dua orang terdekat dalam hidupnya—ternyata telah lama menjalin hubungan di belakangnya. Malam itu, hatinya hancur saat mendapati mereka di ranjang yang sama. Dalam keputusasaan, Alea melarikan diri ke klub malam dan tanpa berpikir panjang, ia menyewa seorang gigolo. Namun, yang tak ia duga, pria yang menemaninya malam itu bukanlah orang sembarangan. Dia adalah Juno William—bosnya di tempat kerja. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Juno ternyata adalah paman dari mantan kekasih yang sudah mengkhianatinya. Pria paling berkuasa dan ternyata posesif pada pasangannya, karena ini pertama kalinya dia jatuh cinta! Mampukah Alea melepaskan diri dari jeratan cinta Juno? Ataukah Alea akan jatuh cinta juga padanya?
view more"Aahh... Lebih cepat, sayang. Terus ... aarggh."
Jantung Alea berdegup kencang saat mendengar erangan dan desahan dari dalam apartemen kekasihnya. Suara itu membuat kakinya gemetar, tetapi ia tetap melangkah, mengikuti sumbernya. Semakin dekat ke kamar, suara itu semakin jelas—menusuk telinganya seperti belati tajam. Jemarinya mencengkeram erat kotak merah yang dibawanya, hadiah kecil berisi kue yang dibuat dengan penuh cinta untuk kekasihnya, Martin. Namun, saat berdiri di ambang pintu, dunianya runtuh dalam sekejap. Napasnya tertahan. Kedua matanya membelalak, memaku pandangannya pada pemandangan yang menghancurkan hatinya. Di atas ranjang, Martin terbaring tanpa sehelai benang pun di tubuhnya—bersama seorang wanita yang sangat dikenalnya. Dadanya sesak, seolah udara menghilang dari ruangan. Kotak merah dalam genggamannya bergetar, hampir terlepas dari tangannya. Semua rasa cinta dan harapan yang dia bawa kini luruh, berganti dengan nyeri yang mengoyak hatinya tanpa ampun. "Aaarghh… baby… I feel so good," ucap Martin dengan suara parau. Dia baru saja mendapatkan euforianya. "Jalang dan bajingan." Suara dingin dan menusuk itu sontak membuat sepasang manusia yang tengah memadu kasih langsung menghentikan kegiatan mereka. Napas mereka tertahan, jantung berdegup kencang. Saat menoleh ke arah pintu, mereka melihat Alea berdiri di sana. Wanita itu menatap keduanya dengan sorot mata tajam dan penuh jijik, seolah pemandangan di depannya benar-benar menjijikkan. "Sa—sayang? Ka-kamu ada di sini?" Martin tergagap, buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Wajahnya pucat pasi, kepanikan tergambar jelas di matanya. Alea tidak menjawab. Bibirnya tertarik membentuk seringai dingin. Tatapannya berpindah ke wanita di samping Martin—seorang perempuan berambut panjang dengan wajah penuh ketakutan. “Jadi ini yang selama ini kamu lakukan di belakangku, Martin?” suara Alea terdengar tenang, tapi sarat dengan kemarahan yang ditahan. Martin menelan ludah, kebingungan mencari alasan. Sementara itu, wanita di sebelahnya hanya bisa menggigit bibir, tak berani menatap Alea. Suasana kamar yang tadi dipenuhi desahan kini terasa menyesakkan, mencekam. "Kamu ada main dengan wanita jalang ini? Ah... pantas saja kamu betah banget LDR sama aku. Ternyata selama aku jauh dari kamu, ada wanita jalang ini yang memuaskan kamu ya?" ucap Alea seraya menatap wanita yang berada di samping kekasihnya dengan tatapan yang merendahkan. "Alea, aku bisa jelasin... a-aku…" "Maaf, Alea. Selama ini aku dan Martin sudah saling mencintai," ujar Linda tanpa ragu. Linda, yang selama ini dianggap sahabat, ternyata adalah pengkhianat. Alea terdiam, berusaha mencerna pengakuan itu. "Linda, diamlah!" Martin mencoba menghentikan Linda, tapi semuanya sudah terlambat. "Aku mencintai Martin, dan kami sudah memiliki hubungan selama satu tahun." Nada suara Linda terdengar melas, tetapi berbanding terbalik dengan sorot matanya yang tidak ada rasa bersalah sedikit pun. Dada Alea terasa semakin sesak. Pengkhianatan ini menyakitkan, tapi dia tidak ingin terlihat lemah di depan dua orang yang telah menghancurkan kepercayaannya. "Oke, kalau kalian memang saling mencintai…" Alea berusaha tersenyum, meski hatinya hancur berantakan. "Kalian memang cocok. Jalang dan bajingan." Dia berjalan mendekati mereka, lalu membuka kotak yang sejak tadi dibawanya. Di dalamnya, ada kue ulang tahun yang dibuatnya dengan penuh cinta. Untuk Martin. Tapi kini, maknanya telah berubah. "Selamat ulang tahun… dan hubungan kalian berakhir denganku." Tanpa ragu, Alea melemparkan kue itu tepat ke wajah Martin dan Linda. Kue yang dibuatnya dengan susah payah, kini hancur, sama seperti hatinya. Martin dan Linda terlihat kacau, wajah mereka dipenuhi oleh krim kue. Tanpa menoleh ke belakang lagi, Alea melangkah pergi. Marah, kecewa, dan terluka karena dua orang yang paling dia percaya telah mengkhianatinya. "Sialan!" umpat Alea sembari mengusap basah di bawah matanya. "Jangan menangis Alea. Jangan menangis untuk orang-orang seperti mereka." Dalam keadaan hancur, Alea melangkah pergi keluar dari gedung apartemen Martin. Bukan pulang, dia malah pergi ke sebuah tempat hiburan malam yang menarik perhatiannya. "Mungkin aku bisa bersenang-senang di sini." Wanita itu keluar dari mobil taksi yang membawanya ke tempat ini. Sebuah club malam bernama Gold Night yang katanya sangat terkenal di kota ini. Wajah dan bentuk tubuh Alea yang indah, menjadi sorotan beberapa pria yang ada di sana. Mereka mencoba untuk menggoda Alea, tapi Alea mengabaikan mereka semua dan lebih memilih ditemani oleh minuman yang baru saja dia pesan. "Oh ... ya ampun. Kenapa rasanya aneh sekali? Lidahku seperti terbakar, tapi ada manis-manisnya juga." Alea berkomentar, setelah mencoba minuman yang baru pertama kali dicobanya. "Kamu baru pertama kali nyoba alkohol ya?" tanya seorang pria yang tiba-tiba saja duduk di sampingnya. Namun, sendirian juga rasanya tak nyaman. Akhirnya Alea memutuskan untuk menyewa seorang pria bayaran, demi mengusir rasa kesepiannya. Usai menyebutkan pesanannya pada sang penyedia layanan, kemudian dia melangkah pergi ke kamar yang akan ditempatinya. Wanita itu berjalan sempoyongan, siapapun yang melihatnya, sudah pasti tahu kalau dia mabuk berat. Sebuah pintu kamar yang dituju Alea terbuka, dengan seorang pria di dalamnya. Alea yang mabuk tidak menyadari jika dia salah memasuki kamar. "Eh? Kok sudah ada di sini sih? Padahal aku baru pesan loh." Alea yang wajahnya sudah memerah itu tampak bingung, karena ada seorang pria yang sudah ada di dalam kamar. Padahal dia baru saja menelpon pemilik tempat yang menyewakan jasa gigolo tersebut. Juno, pria itu menatap Alea dengan tajam dan dia hendak berjalan keluar dari sana. Namun, Alea menghentikan langkahnya dengan memegang tangan Juno. "Jangan sentuh sa—" Lelaki itu tiba-tiba saja berhenti bicara ketika bibir Alea dengan berani menyentuh bibirnya. Kedua mata Juno terbelalak kala merasakannya. "Dasar gadis kurang ajar, kamu—" "Kamu ganteng juga ya, Om. Ayo temani aku Om.” Tanpa ragu, ia menarik Juno ke atas ranjang. Dalam sekejap, tubuhnya sudah berada di atas tubuh pria yang jelas lebih dewasa darinya. "Ayo tidur denganku, Om. Aku ini sudah berpengalaman loh." "Dasar anak zaman sekarang. Benar-benar keterlaluan," desis Juno yang berusaha bangkit dari tubuh Alea. Akan tetapi, Alea terus berusaha untuk menahan Juno di sisinya. "Hen-hentikan, atau saya tidak akan bisa menahan diri." Juno yang saat ini sudah bertelanjang dada, tidak mengira kalau dirinya akan tergoda oleh Alea yang saat ini sedang meninggalkan jejak-jejak di dadanya. Dia berusaha menahan diri akan sesuatu yang bisa meledak di dalam dirinya. Hal yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, dan wanita ini yang sudah membangkitkannya. Bak kucing yang diberi ikan asin, akhirnya Juno menerima apa yang Alea berikan padanya. Dia juga mulai membalasnya dengan hal serupa, hingga keadaan semakin memanas. Juno melahap bibir wanita mabuk itu dan menjamah tubuhnya. Keduanya kini sudah sama-sama menanggalkan pakaian yang mereka kenakan, karena terbawa suasana. Tubuh mereka sama-sama memanas, kala jari-jari Juno mulai merayap masuk ke paha dalam wanita itu. Dia pun berhasil masuk ke dalam sesuatu yang ada di dalam segitiga pengaman milik Alea. Namun, suatu hal yang janggal terjadi... kedua jari yang mencoba menerobos milik Alea itu terasa begitu kesusahan. "Aaahh! Sakit, Om." Pekik Alea, membuat kerutan di dahi Juno semakin jelas. Tidak lantas mempercayai asumsinya, Juno pun mengeceknya sekali lagi. Namun, mata pria itu membelalak tajam, menatap ke arah gadis yang sudah tidak berdaya di bawah kendalinya, "Ka-kamu masih virgin?"Setelah resepsi yang sederhana namun indah itu, Martin benar-benar menjalankan janjinya, membuktikan pada Ghea. Bahwa ia meratukan Ghea—dalam arti sebenar-benarnya.Setiap pagi, sebelum berangkat kerja, Martin selalu menyiapkan sarapan untuk Ghea. Kadang, ia bangun lebih pagi hanya untuk membuatkan teh hangat, menyiapkan baju, atau sekadar mengecup kening istrinya sambil berbisik, “Ratuku, hari ini kamu nggak boleh capek, ya.”Ghea awalnya sering merasa tak enak, bahkan canggung. Tapi seiring waktu, perhatian Martin menjadi sesuatu yang ia syukuri setiap hari. Ghea yang dulu terbiasa menyendiri dan mandiri, kini terbiasa dimanja.Saat Ghea mengalami migrain akibat kecapekan mengurus galeri seni barunya, Martin tak marah sedikit pun. Ia langsung mengambil alih semua pekerjaan rumah, memijat kepala Ghea, membelikan makanan favoritnya, bahkan membacakan buku untuk menenangkan hati istrinya.“Kak Martin…” gumam Ghea suatu malam, sambil menyandarkan kepala di dada suaminya, “Aku nggak pern
"Daddy. Cepet bangun dong! Aku nggak mau kita sampai telat ke nikahannya Ghea sama Martin," ujar Alea pada suaminya yang masih rebahan di atas ranjang, bergelut di dalam selimut.Sedangkan Alea, saat ini sedang memoles wajahnya di depan cermin. Ia ingin melihat pernikahan Ghea dan Martin. Ya, hari ini mereka berdua akan menikah. Setelah cukup lama berkabung atas kepergian Arkan, mantan kekasihnya, Ghea akhirnya mau menerima Martin kembali. Membuka hatinya untuk Martin yang mau berusaha mendapatkan hatinya.Nyatanya, usaha itu akhirnya membuahkan hasil. Ghea bisa menerimanya kembali, setelah 3 tahun menyendiri. Martin juga bisa membuktikan kepada Ghea, kalau ia pantas mendapatkan maaf dan cinta dari wanita itu. Bahwa ia memang sudah berubah dan hari ini adalah waktunya, Ghea dan Martin akan menikah."Daddy, kalau kamu tidak mau bangun. Aku mau pergi sama cowok lain aja!" seru Alea mengancam suaminya yang masih diam saja dan tak merespon ucapannya. Bibirnya memonyong ke depan, menunjukk
Ghea menggeleng cepat. “Jangan, Mas… jangan bilang hal-hal kayak gitu. Aku gak butuh siapa-siapa selain kamu. Aku cinta kamu…”Arkan menarik napas pelan, tubuhnya gemetar menahan sakit luar biasa. Namun bibirnya tetap memaksakan senyum. “Tapi kamu butuh seseorang yang bisa nemenin kamu sampai tua. Yang bisa berjalan di sebelah kamu, bukan yang hanya bisa tinggal di hati kamu.”Martin berdiri terpaku, tubuhnya kaku di ambang pintu. Ia mendengar setiap kata Arkan. Hatinya bergetar, tapi dia belum mengerti arah pembicaraan itu sampai akhirnya Arkan memanggil namanya.“Martin… ke sini…”Martin melangkah perlahan, seperti dibawa angin. Ia tidak bisa berkata apa pun. Luka Arkan terlalu mengerikan, namun senyumnya terlalu damai untuk ukuran orang yang sedang sekarat.“Aku tahu kamu masih sayang Ghea. Meskipun kamu pernah salah… Tapi kamu pria yang kuat. Aku titip Ghea ke kamu…”Martin membelalak mendengar ucapan Arkan yang begitu lirih d an memohon itu seakan kata-katanya adalah yang terakhi
Maya menangis tersedu-sedu, hingga membuat Alea dan Ghea bingung. "Ma, ada apa? Mas Arkan kenapa?" tanya Ghea khawatir. Dadanya tiba-tiba panas, saat bibir Maya yang terisak itu menyebut nama Arkan."Arkan ...mobil yang membawa Arkan,saat dalam perjalanan ke sini ...mengalami kecelakaan."Ghea tersentak kaget, ia berdiri dari tempat duduknya. Dadanya sesak, matanya berkaca-kaca, hatinya tidak percaya dengan semua ini. Kepalanya menggeleng-geleng berulang kali.Alea juga terkejut mendengar kabar tidak menyenangkan itu. Namun, ia tidak berkomentar selain wajahnya yang memperlihatkan rasa prihatin."Nggak. Mama pasti bohong. Belum lama Mas Arkan bilang, dia bakal datang. Dia akan datang!" seru Ghea dengan tangan gemetar."Ghea, tenangkan diri kamu, ya?" Akhirnya Alea bicara. Bermaksud menenangkan Ghea.Akan tetapi, Ghea melangkah pergi dari ruang rias. Ia berlari dengan memakai gaun pengantinnya dan melihat beberapa tamu undangan yang sudah hadir di sana. Bahkan pria yang akan menikahkan
Hari pernikahan Ghea dan Arkan pun tiba. Ghea tampak cantik mengenakan gaun putih ala sabrina dengan mahkota kecil menghiasi rambutnya yang disanggul. Ia sangat cantik, berbeda dengan pernikahan pertamanya yang tidak sebahagia ini. Pernikahan karena kecelakaan.Saat ia sedang bercermin, ia malah terbayang wajah Martin semalam. Ya, semalam mantan suaminya itu datang menemuinya."Mau apa lagi kamu ke sini, Kak?" tanya Ghea dengan tidak ramah seperti sebelumnya. Hingga ia pun terkejut melihat wajah pria itu yang memerah dan bibirnya yang tersenyum seperti orang linglung.Jalannya sempoyongan, ia mendekati mantan istrinya itu."Selamat malam mantan istri.""Kamu ...kamu mabuk, Kak?" tanya Ghea saat ia menghirup aroma alkohol yang menyengat dari tubuh Martin."Aku gak mabuk. Aku baik-baik aja kok. Hehe. Aku ke sini, karena aku mau ngucapin selamat untuk pernikahan kamu. Besok mungkin aku gak bisa hadir, tapi aku udah siapkan hadiah untuk kamu dan calon suamimu," tutur Martin seraya menatap
Sore menjelang malam, Ghea akhirnya mulai sadar. Kelopak matanya bergerak perlahan, dan ia mendengar suara mesin monitor berdetak pelan. Aroma antiseptik memenuhi hidungnya, dan lampu di langit-langit ruangan terlihat menyilaukan.“Ghea?” suara itu lembut dan penuh harap. Arkan langsung mendekat.Ghea mengerjap pelan, melihat sosok Arkan yang wajahnya dipenuhi kekhawatiran. “Mas…” suaranya lirih.“Syukurlah… kamu sadar,” ucap Arkan dengan suara yang hampir pecah. Ia langsung memeluknya lembut, takut menyentuh area yang terluka.“Lula… dia baik-baik aja, kan?” tanya Ghea pelan.Arkan tersenyum haru. “Kamu bahkan masih mikirin dia dalam keadaan begini.” Bisa-bisanya Ghea memikirkan adiknya yang selama ini bersikap tidak baik padanya.Ghea memaksakan senyum. “Aku nggak papa, Mas. Yang penting… dia selamat.”Di luar ruangan, Lula mengintip dari balik kaca. Air matanya kembali mengalir. Tapi kali ini bukan karena takut atau sedih, melainkan karena sebuah rasa yang baru mulai tumbuh di hati
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments