Share

2. Kenangan buruk Will Greyson

Sebelum Hanna masuk kedalam rumah, ia menghirup napasnya dalam-dalam. Seakan mengumpulkan keberanian untuk bercerita kepada ibunya. Pintu kayu yang sudah usang itu ia buka perlahan yang menimbulkan suara berdecit. Mery Jolie, ibunya Hanna terlihat sibuk dengan penggorengan dan ikan tuna yang baru ia beli.

Hanna memeluk ibunya dari belakang. Ia sandarkan kepalanya di punggung ibunya. Seolah sudah mengerti gelagat Hanna, Nyonya Mery membalikan badannya dan memegang kedua pipi Hanna. Ia selidiki mata coklat itu. Lalu nyonya Mery tersenyum.

”Dipecat lagi?” suaranya terdengar lembut. 

Hanna menganggukkan kepalanya dan sedikit memanyunkan bibir mungilnya. Ia mulai membasahi pipinya dengan air asin yang keluar dari pelupuk matanya.

”Ibu, mengapa aku tidak bisa bekerja dengan benar? Aku hanya memukul pria mesum itu, karena dia telah meraba bokongku. Aku malah berakhir dipecat. Apa yang harus kulakukan, Bu?” Tangisannya semakin pecah.

Nyonya Mery menyeka air mata putrinya itu dengan kedua ibu jarinya. Ia sisingkan rambut Hanna ke belakang telinganya.

”Mereka hanya tidak memahami niat baikmu. Kau jangan menangis lagi. Bukankah Hanna yang ibu kenal seorang gadis tangguh.”

Hanna menarik kursi kayu yang ada di dekatnya dan menjatuhkan tubuhnya diatas kursi itu. Ia mengepalkan tangannya dan memukul meja yang ada disisinya.

”Harusnya aku memukul si manajer culas itu juga. Aku tidak salah.” Teriakannya menggema di rumah yang kecil itu.

Nyonya Mery hanya bisa mengelus dada melihat putrinya. Ia sangat memahami sifat Hanna yang terlalu berani. 

”Hanna, kau seorang gadis. Bersikaplah seperti gadis pada umumnya. Harus anggun dan sopan. Bagaimana pria bisa menyukaimu dengan sikap yang seperti itu.” Ungkap nyonya Mery.

”Ibu, putrimu yang cantik ini memiliki banyak penggemar. Jadi ibu jangan khawatir, mereka tetap menyukaiku yang seperti ini.” Balas Hanna percaya diri.

”Yah, ibu tidak bisa pungkiri itu. Aku hanya merasa kasihan saja pada pacar-pacarmu itu. Aish, anak gadis ini sungguh luar biasa.” Nyonya Mery menggelengkan kepalanya melihat Hanna yang mengangkat kakinya ke atas meja.

Meskipun Hanna memiliki sifat yang seperti itu, banyak pria yang bertekuk lutut padanya. Jelas saja dengan tubuh bohai berparas cantik akan membuat pria mana pun mabuk kepayang. Hanna baru-baru ini menjalin hubungan dengan George, seorang dokter muda yang dikenalnya ketika ia membawa ibunya berobat bulan lalu. Bisa dibilang Hanna seorang 'playgirl'. Ia tipe yang mudah bosan dalam hubungan. Paling lama hanya sebulan.

Ah, 2 minggu yang lalu ia baru putus dengan Sean sebelum bersama George. Sean yang hampir melompat dari jembatan karena di campakkan Hanna. Sean malang jatuh cinta pada gadis yang salah.

”Hanna, bila ibu pikir-pikir usiamu sekarang hampir 30 tahun. Sebaiknya kau jangan lagi bermain-main dengan George. Dia pria yang mapan dan juga tampan. Ibu rasa kalian menikah saja. Kau tidak perlu mencari pekerjaan lagi. Bahkan semua temanmu sudah memiliki anak. Kau masih saja asik bermain-main.” Papar Nyonya Mery.

Hanna membelalakkan matanya. ”Ibu aku masih 29 tahun bahkan mendekati 30 pun belum. Aku masih belum menemukan yang cocok bu.” Hanna menguncir rambutnya sebab udara di rumah itu terasa pengap ditambah perkataan ibunya membuat Hanna semakin gerah.

”Mengenai George, aku masih belum terlalu mengenalnya. Ibu jangan risau. Aku pasti akan menikah tapi tidak sekarang.” Pungkasnya kemudian.

Nyonya Mery menyipitkan matanya yang lebar. ”Baiklah terserah kau saja. Ibu malas berdebat denganmu. Oh, kau lanjutkan saja memasak ikan tuna yang di mangkuk itu.” Nyonya Mery mengambil sweeter abu-abu miliknya yang tergantung di dinding.

”Ibu mau kemana?” Tanya Hanna.

”Ibu mau bekerja dulu. Mungkin Tuan Greyson sudah pulang. Ibu harus tepat waktu, kalau tidak si anak muda itu akan memecat ibu.” Jawab Nyonya Mery.

”Anak muda? Apa majikan ibu seorang pemuda lajang? Apakah ia tampan?” Mata Hanna berbinar ketika membayangkan majikan ibunya.

Nyonya Mery memukul pelan kepala Hanna. 

”Kau sudah bersama George. Jangan harap untuk mempermainkan perasaan pria lain lagi. Lagi pula kau bukan tipe tuan Greyson.” Nyonya Mery meletakan dagunya di antara telapak tangannya sambil membayangkan majikannya itu.

”Dia pemuda yang tampan dan berbakat. Tapi sedikit galak dan angkuh. Ia tidak bisa melihat rumahnya berantakan. Benar-benar sangat perfeksionis.” Lalu nyonya Mery mengalihkan matanya ke Hanna. ”Sementara gadis yang di hadapanku ini sangat sembrono dan bar-bar. Haiyoo...” 

Raut wajah Hanna berubah masam seasam perasan lemon. Ia memandangi punggung ibunya hingga hilang di balik pintu. Ia masih merasa malas untuk melakukan yang dikatakan Nyonya Mery. Ia melihat jam yang terpaku di dinding. Masih pukul 16.00. Masih ada waktu untuk menonton siaran kesukaannya sebentar.

Terkadang Hanna merasa heran dengan ibunya. Bila majikannya tidak ada di rumah, maka ibunya pun tidak bekerja. Hanna semakin penasaran dengan si tuan muda Greyson yang dikatakan Nyonya Mery. Wajahnya bersemu merah menebak-nebak ketampanan si majikan ibunya itu.

Will Greyson tiba di rumahnya diantar sang Manajer, Ryan. Ia meninggalkan Ryan di halaman depan. Will enggan mendengarkan suara berisik Ryan yang mengganggunya selama di perjalanan tadi. Ketika ia masuk kedalam rumah, Nyonya Mery menyambutnya dan memberi air perasan lemon. Ritual yang biasa dilakukan Will sehabis konser, minum air perasan lemon agar suaranya tetap terjaga. 

”Mery, apakah kau sudah bersih-bersih hari ini?” Tanya Will sembari mengusap permukaan meja dengan jarinya.

”Iya tuan, semuanya sudah saya bersihkan.” Ia menundukkan kepalanya tak berani menatap mata Will yang seakan menusuknya.

”Bagaimana dengan handukku?” 

”Saya sudah merapikannya berdasarkan warna di rak kamar mandi, seperti yang Tuan minta kemarin.”

Will mengangkat alisnya dan melengkungkan bibirnya kebawah. Kemudian ia melangkah ke atas. Saat di anak tangga ke empat ia menghentikan langkahnya.

”Ah, aku ingin makan salad buah dan dada ayam rebus. Juga smash potato beri sedikit lada.” Perintah Will dan kembali melanjutkan langkahnya.

”Baik tuan, seperti yang anda minta.”

Nyonya Mery segera membuat makanan yang diminta Will. Ia tahu betul tidak boleh melakukan kesalahan sedikit saja. Will sangat menghindari makanan yang digoreng. Demi menjaga pita suaranya tetap sehat, ia rela menahan seleranya. Padahal ia paling suka makan steak yang berminyak.

Di dalam kamar, Will terlihat memandangi sebuah gambar dua anak-anak yang sedang tersenyum sambil bergandengan. Itu adalah potret dirinya dan Kimberley semasa kecil. Dulu saat Will mengalami hari yang buruk, Kimberley lah yang selalu menemaninya. Ia masih mengingat dengan baik saat ayahnya mengalami kebangkrutan, ibunya lebih memilih pergi bersama pria lain yang lebih kaya. Meninggalkan Will kecil bersama ayahnya yang mulai sakit-sakitan. 

”Aku harus pergi dari rumah ini, Hans. Aku tidak bisa menghabiskan hidupku yang berharga dengan merawatmu dalam kemiskinan.” Ujar Nyonya Rose, ibunya Will.

Hans Greyson hanya bisa pasrah. Tidak masalah jika Rose pergi asal Will tetap bersamanya. Will kecil saat itu tidak mengerti apa yang terjadi. Yang dia tahu, ibunya tidak membawa Will bersamanya. Meskipun Will menangis hingga matanya bengkak, Rose bahkan tidak menoleh sedikitpun. Ia tetap lurus kedapan menggandeng pria barunya.

Sejak kepergian Rose, Will membenci setiap orang yang memiliki keluarga harmonis. Bahkan ia membenci ayahnya. Jika bukan karena kebangkrutannya, Will tidak akan mengalami semua itu. Kenangan buruk itu selalu terekam dalam memorinya paling dalam. Yang membuatnya trauma dengan ikatan antara pria dan wanita. Seiring berjalannya waktu rasa traumatis-nya berubah menjadi philophobia. 

Selama ini Will menghindari kontak fisik dengan lawan jenis, itu bisa memicu phobianya. Meskipun Will seorang idola, ia sering mengabaikan para fansnya yang ingin memeluk dan berfoto dengannya. Banyak penggemarnya yang menjulukinya si tampan yang angkuh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status