Share

3. Tak sengaja bertemu denganmu

Senin yang sibuk datang lagi. Hanna tengah bercermin mencoba pakaian yang akan ia kenakan hari ini. Ia memilih memakai rok plisket putih pendek dan memadukannya dengan blouse pink transparan berenda. Rambut coklat yang indah itu, ia biarkan terurai. Sentuhan akhir lipbalm pink yang menggoda ia poles di bibir seksi itu.

Selama semalam ia menulis iklan di selebaran. Yah, Hanna mulai menyerah bekerja pada orang lain. Ia mencoba menawarkan jasa apa saja yang bisa dilakukannya. Entah itu bersih-bersih, mengantar barang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan jasa.

Ia masukkan lembaran kertas itu kedalam tas besar. Sebelum pergi Hanna menyempatkan mengganggu Nyonya Mery yang sedang asik mengganti gorden jendela.

”Booo!” Hanna dengan sengaja mengusili Nyonya Mery.

”Haah!" Sontak Nyonya Mery berteriak kaget hampir terjatuh.

”Hannaa.... Dasar gadis nakal. Jika ibu terkena serangan jantung bagaimana?” Hardik Nyonya Mery sembari menggetok kepala Hanna.

”Aww,” Hanna meringis. ”Ibu, aku akan keluar. Doakan aku ya Bu semoga hari ini adalah keberuntunganku.” 

”Mencari pekerjaan baru lagi ya? Kau masih belum menyerah. Menikah sajalah dengan George dengan begitu kau tak perlu bekerja lagi.” Ujar Nyonya Mery.

”Sudah kukatakan aku belum mau menikah, Bu. Kalau begitu aku berangkat dulu ya bu.” Balas Hanna sembari mengambil sepatu kets putih dari rak sepatu.

Cuaca pagi ini sangat cerah. Hanna menempelkan setiap selebaran di tembok bangunan dan di tiang listrik yang ia temui di sepanjang jalan. Seorang pria mengikuti Hanna diam-diam. Dengan perlahan ia mendekati Hanna yang sibuk memasang iklan di tembok. Dan sedetik kemudian pria itu merangkul Hanna dari belakang yang membuat Hanna berteriak. Sekejap kemudian Hanna membalikkan badannya dan menampar wajah pria itu.

”Aww..Hanna ini aku, Sean. Aduh wajahku sakit sekali.” Rupanya pria itu Sean mantan Hanna. 

Sean memegangi pipinya yang merah. Telapak tangan Hanna tergambar jelas di kulit putih itu.

”Sean? Huh! Rasakan sendiri. Beraninya memeluk tanpa izin. Apa kau mengikutiku kesini? Ini tidak mungkin kebetulan.” Hanna mengernyitkan alisnya.

Sean selangkah mendekati Hanna. ”Hanna, aku merindukanmu. Aku tidak bisa tanpamu. Ku mohon mari kita ulangi lagi kisah kita.” Ungkap Sean.

Hanna melipat kedua tangannya di depan dada. Ia memalingkan wajah indah itu ke jalanan. Mengamati setiap kendaraan yang melintas.

”No way! Rasa cintaku sudah hilang tuh. Kau cari saja wanita lain. Aku sudah memiliki pacar baru.” Hanna menjawab Sean dengan datar.

Sean berlutut dengan menangkupkan tangan. Pelupuk matanya penuh dengan air yang siap membanjiri pipinya.

”Aku sangat mencintaimu, Hanna. Beri aku kesempatan. Aku bahkan tidak tahu apa kesalahanku. Kau tiba-tiba mengatakan putus. Itu membuatku frustrasi.” 

Hanna melirik Sean. Ia mulai merasa malu di perhatikan orang-orang yang melintas. Ia menendang pelan paha Sean.

”Kau membuatku merasa malu. Berdirilah Sean.” Suara Hanna sedikit meninggi.

Sean menggeleng kepala. ”Tidak mau. Sebelum kau menerimaku kembali aku akan tetap seperti ini.”

Bola mata coklat Hanna membesar. ”Baiklah. Kau berlutut saja disana selamanya. Toh, aku tidak peduli.” Hanna melangkah pergi meninggalkan Sean.

Namun, Sean pria yang teguh. Secepat kilat ia menangkap kaki Hanna dan merangkulnya erat-erat. Hanna merasa risih dengan tindakan Sean, berusaha melepaskan diri. Mereka menjadi pusat perhatian. Ada yang tertawa menyaksikan adegan itu, tak sedikit pula yang merasa kasihan pada Sean.

Di seberang jalan itu, Will Greyson sedang memperhatikan Hanna dan Sean yang sedang tarik ulur dari balik jendela kaca. Will tersenyum miring menikmati pertunjukan itu. 

”Apa itu menarik?” tanya Kimberley yang duduk di hadapan Will.

Will melirik Kimberley. ”Ya, sedikit menghibur. Aku hanya merasa kasihan saja pada pria itu. Ia menjatuhkan harga diri seorang pria. Dan si wanita itu sangat tidak memiliki empati. Benar-benar bukan sifat seorang wanita.” Will memaparkan dengan rinci yang ia saksikan barusan.

Bibir Kimberley melengkung hingga membentuk garis di sudut. ”Lalu, bagaimana dengan ku? Coba ceritakan aku gadis seperti apa?” Kimberley hanya ingin tahu, siapa dirinya di hati Will.

Will terdiam sejenak. Ia ragu mengungkapkannya. Sebenarnya ia ingin menyatakan rasa yang ada di hati. Tapi, ia mengurung niatnya dalam-dalam. Philophobia yang dideritanya selama ini seakan mengikat Will. Ia takut mengalami penolakan lagi seperti dulu saat ibunya menolak Will.

”Kau wanita yang anggun.” Balas Will singkat dengan sedikit senyuman.

Kimberley yang mendengar itu merasa bahagia. Ia tanpa ragu meraih tangan Will. 

”Terima kasih.” Ucap Kimberley.

Will merasa panik. Bulir-bulir air asin keluar dari setiap pori-pori kulitnya. Jantungnya mulai berdetak cepat yang membuatnya merasa sesak. Will segera menarik tangannya dari Kimberley. Sebenarnya Will tidak suka bersentuhan dengan lawan jenis. Itu memicu philophobia-nya. Kimberley tidak mengetahui Will menderita philophobia. 

Kimberley terkejut dengan tindakan Will. Ia merasa Will tidak menyukainya. Melihat Will yang semakin kesulitan bernapas, Kimberley mendekati Will.

”Will, kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” Tanya Kimberley cemas.

Will mengangkat tangan kanannya dan memberikan isyarat pada Kimberley untuk menjauh. Kimberley menurut saja. Wajah Will semakin terlihat pucat. Ia segera bangkit berdiri dan keluar restoran mencari udara segar.

Will setengah membungkuk menopang tubuhnya dengan kedua tangan yang bertumpu di paha. Ia terlihat sangat kesakitan. 

Hanna berhasil melepaskan diri dari cengkraman sean. Ia berlari ke seberang menghindari Sean. 

”Hanna, tunggu aku. Jangan tinggalkan aku Hanna.” Sean memanggil Hanna dengan suara keras sambil menyusul Hanna.

Sesekali Hanna menoleh kebelakang memastikan Sean tetap disana. Namun sial ia malah menabrak Will Greyson. Hingga Hanna jatuh mendarat di atas Will. Hanna terhenyak melihat wajah tampan Will. Ditambah dengan bola mata yang berwarna biru seperti sedalam samudera. Sudah jelas Hanna pasti terpesona.

Kelopak mata Will berkedip berkali-kali. Ada yang aneh. Seketika rasa sesak dan kecemasan Will menghilang. Hanna segera berdiri. Ia segera mengutip selebarannya yang berserakan. 

”Maaf, aku tidak sengaja menabrakmu. aku sedang terburu-buru.” Hanna kembali berlari. 

Will masih terpaku dengan hal yang ia alami. Pertama kali dalam hidupnya ia merasa tenang. Biasanya Will mengalami kepanikan yang parah bila kontak fisik dengan wanita. Tapi, saat Hanna menyentuhnya tadi justru rasa sesak Will hilang. Will melihat kebawah. Ada beberapa selebaran milik Hanna tertinggal. 

Will memungut kertas itu. Ia tersenyum membaca iklan Hanna. 

”Jadi namanya Hanna.” Kemudian Will melipat kertas itu dan menyimpannya dalam saku celana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status