Share

Pulang Taklif

Di kedalaman laut, sebuah misteri tentang dunia tak dapat kita prediksi.

* * * 

Aiza dan Wira memesan dua gelas kopi hitam. Jam pulang sekolah telah usai, mereka berdua beristirahat sejenak, mumpung ini menuju malam Minggu kembali. Tapi kali ini Wira tak meminta Aiza, untuk menemaninya kencan buta. Seharian ini lelaki berkuncir itu, justru tak banyak bicara. Ia menyapa dan menjawab sekedarnya, Aiza yakin sesuatu tengah dipikirkan lelaki itu.

Batangan nikotin dihisap Aiza perlahan, Wira melirik ke arahnya dan tertawa ringan. Ponsel di tangannya di scroll terus menerus, sesekali memberi tanda hati pada media yang ia sukai.

"Lu jadi ngerokok?" Ujar Wira yang masih fokus pada benda tipis itu, mengambil kopi hitam menenggaknya sedikit demi sedikit.

"Hm?! Yah, gak tau juga sejak kapan." Kepulan asap kembali mengisi udara, zat beracun itu selalu menjadi hal lazim di muka umum. "Kau sendiri, kenapa gak banyak ngomong seperti biasa? Tumben."

"Semalam.. gua keinget Taklif." Hening. Aiza mematikan rokoknya, mengambil gelas kopi lalu menenggak isinya nyaris hampir tandas. "Udah berapa lama ya, kita gak mengunjungi dia?"

"Baru dua tahun kemarin kali, gegara pandemi ini." 

"Oh! Iya, bener juga. Dua tahun.." jeda kembali, hingga kenangan sekelebat datang. "Kau ingat tidak, si Taklif pas bedah marmot, dia bilang apa ya..?" Aiza sedikit berpikir. 

"Kita semua penjagal! Hahaha! Ampun, tuh orang. Sampai Bu Ida di depan kaget, gak kebayang nilai praktikum dia berapa." Wira tertawa getir, Aiza tersenyum.

"Aku juga ingat, dia paling dekat dengan kau." Wira tak berani menyangkal, bahkan ketika peristiwa itu terjadi. Taklif baru saja berbaikan dengannya. Wira tak pernah menyangka, bahwa sobatnya itu akan pergi dengan cara seperti ini.

* * *

Laut Selatan, 2015.

Perjumpaan kembali Wira dan Derana, membawa luka tak terlihat untuk Taklif. Pemuda itu berwajah sendu, melihat dua orang di depannya mengobrol. Wira memperkenalkan Aiza, salah satu temannya juga, Derana juga mengenal Aiza. Katanya, "si jangkung misterius."

"Kenapa?" Tanya Wira tidak percaya, sejak kapan kelakuan aneh Aiza menjadi terlihat keren.

"Dia sering ngobrol sendiri di taman samping laboran, bahkan temenku bilang.. dia naksir cowo macam Aiza!" Jelas Derana masih mengulas senyum, sementara Taklif makin sendulah dia. Mendengar hal itu, ia bahkan permisi untuk menjauh dari mereka bertiga. Bahkan panggilan Wira pun, tak didengarnya. Aiza dan Wira paham apa yang tengah menimpa sobatnya itu.

Malam harinya ketika mereka semua tengah berkumpul, Wira dan Aiza berencana akan membantu Taklif untuk menyatakan cinta pada Derana. Mereka mengatakan hal ini pada Taklif, dengan roman campur aduk Taklif merangkul kedua sobatnya itu erat. Walau grup yang lain memandang Genk 3 MATa_ itu aneh.

Rencana telah di buat, Wira mengirim pesan pada Derana untuk bertemu. Taklif sudah siap jiwa--raga, Aiza membantu menyiapkan kejutan. Semua telah direncanakan dengan matang, ketika Wira dan Derana bertemu di aula santai tenis meja. Taklif menunggu di luar bersama Aiza, Wira menyapa Derana sebelum kejutan diberikan. Tapi di luar dugaan, gadis itu justru menyatakan cinta duluan pada Wira.

Lampu remang di luar berkedip, sosok lain tertawa menyaksikan kekacawan semesta Taklif. Sementara Wira harus menghadapi kesalahan pahaman Derana, Taklif pergi meninggalkan mereka, dan Aiza yang mengejarnya dengan rasa takut dalam hati.

Treet... Treet!

Wira: 'Apa?'

"Taklif, Wir! Dia kabur! Aku kehilangan jejaknya!" Ujar Aiza di sebrang sana, dengan napas terengah-engah. Panggilan dimatikan, Wira menarik napas.

"Derana. Sebelumnya, gua minta maaf. Lu salah paham. Yang mau ketemu dan jatuh cinta sama lu, bukan gua. Tapi Taklif. Dia yang harusnya datang ngasih kejutan buat lu hari ini, sorry.. mungkin dia denger ucapan lu tadi. Jawaban gua buat lu adalah, gua menganggap lu sebagai teman. Dan gua akan sangat mendukung lu dan Taklif, kalau lu liat gua karena tampan. Ya, gua akui gua emang cakep." (Narsis abis si mamang!) "Tapi kalau harus milih, gua memilih Taklif jadi sobat gua daripada perasaan lu. Sorry, sekarang gua harus cabut!" Wira lekas berlari keluar aula, meninggalkan Derana yang merasa malu sendiri dengan kejadian ini.

Panggilan kembali dibuat, Aiza mengangkat telpon. "Lu di mana?" Tanya Wira sambil berlari, mencari Aiza di jalanan menuju arah pantai.

Aiza: 'Aku di jalan arah timur laut, mau ke pantai! Taklif cepet banget dia larinya, bentar! Duh' tuh anak mau ngapain sih! Kau buruan! Taklif!! Eling sia!!" Suara Aiza memanggil terdengar nyaring di telpon, Wira mengerang kesal berlari sekuat tenaga. 

"Taklif! Sia dek naon! Istighfar Lif, istighfar!" Teriak Aiza kencang, barang bawaan di tangannya dihempas begitu saja. Tidak ada jalan lain selain mengejar Taklif, lelaki itu seperti tertarik sesuatu. Aiza berlari, menarik tangan Taklif cepat dari bibir pantai, air laut setinggi lutut menghempas mereka di malam hari. Bibir Aiza berjampih--menarik Taklif keluar dari sana sekuat mungkin. "Lif! Kau harus lawan, ini setan Lif! Dan kau lebih mulia dari setan!" Taklif masih meronta, mereka bergelut di dalam air. Hingga Wira berteriak--berlari dan membantu Aiza menarik Taklif keluar.

Napas Aiza dan Wira terengah-engah, sementara Taklif nampak tak sadarkan diri, mereka bertiga telentang menatap langit malam yang bersih dan berbintang.[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status