MasukSetelah kedatangan Sia di rumah utama Valora beberapa hari lalu, Tuan Valora tak hentinya memikirkan ucapan Sia tempo hari. Ia lantas memutuskan untuk menemui Adrian di villa ujung utara. Ia juga ingin mencari jejak pernikahan cucunya itu dan mencaritahu seperti apa sebenarnya Adrian memperlakukan Sia hingga wanita itu memintanya agar Adrian mau menceraikannya. Hubungan antara kakek dan cucu itu juga tak pernah baik. Tuan Valora yang selalu bersikap keras pada Adrian juga Adrian yang tak pernah mau mendengarkan Tuan Valora. Namun sebenarnya, Tuan Valora berharap banyak pada Adrian sebagai penerus keluarga Valora. Pinggangnya cukup pegal karena terus duduk selama berjam-jam. Sopir pribadinya lalu membukakan pintu mobil, dengan sedikit tertatih ia turun dari mobil. Para pengawal Adrian yang sedang berjaga langsung memberi hormat tatkala melihat kedatangan Tuan Valora. Dominic yang mengetahui itu juga langsung memanggil Adrian yang sedang berada di ruangannya. "Si Tua itu datang berku
Melody, Cassie, Lexsi, dan Valerie tidak percaya pada apa yang Sia katakan. Mereka mendekati Sia. "Kami tahu kau berbohong, ada yang kau sembunyikan kan dari kami?" Sia terlihat gugup. "Ah, apa? Tidak, tidak ada yang kusembunyikan dari kalian semua. A-aku hanya kaget mendengar apa yang Paman Wenart katakan tadi." "Tentang isi laboratorium itu?" Sia mengangguk. "Ya, aku benar-benar tak pernah berpikir hal-hal semacam itu ada di dunia ini." Cassie dan yang lainnya pun tertawa. "Ya, benar. Aku juga kaget mendengar hal-hal itu benar-benar ada." "Sudah seperti di dalam film saja, ya kan?" Tambah Melody. "Di dunia ini tetap ada satu manusia paling gila yang terobsesi untuk menciptakan hal-hal aneh seperti itu!" Lexsi menambahkan. "Kau pernah menemuinya?" Valerie bertanya dengan nada penasaran. Lexsi tersenyum dan mengangguk. "Kupikir aku akan segera menemuinya." "Paman Houston maksudnya." Sia menambahkan, mereka lalu kembali tertawa. Wenart juga, semenjak ada teman-teman Sia, ia t
Setelah kurang lebih tiga jam Melody berkutat pada laptopnya untuk mencari keberadaan Tuan Tua Agraf, akhirnya ia bisa menemukannya. Melody berteriak girang. "Aku menemukannya, Sia! Aku menemukannya!" Sia, Wenart, dan teman-temannya yang lain yang sejak tadi menunggu langsung mendekat ke arah Melody dan melihat isi laptopnya. "Di mana itu?" Sia tidak mengerti gambarannya. "Ini sepertinya bangunan yang cukup tua, tetapi tidak terlalu terbengkalai. Lihatlah, sekitarannya bersih dan terawat." Melody memperbesar gambar di laptopnya. Wenart menatap lokasi pada gambar tersebut, semua yang terlihat di laptop Melody terasa tidak asing baginya. Ia lalu mencoba mengingat-ingat kembali bangunan itu. "Aku ingat sesuatu!" Sia dan teman-temannya langsung menoleh pada Wenart. Apakah jaraknya sekitar tujuh belas kilometer dari pusat kota JinLan?" Melody mengeceknya kembali, lalu mengangguk. "Gunung berbatu di belakangnya, dekat danau, dan jauh dari pemukiman?" Melody kembali mengang
Hari ini Sia kedatangan tamu di apartemennya. Melody Huang mencarinya setelah tadi sempat mencari Sia di perusahaan tapi tidak bertemu. Melody lantas menghubungi Sia dan bertanya ia ada di mana, Sia lalu memberitahukannya. Melody menemui Sia untuk sebab ia harus segera kembali ke luar negeri untuk bekerja. Sebagai teman yang baik, tentu saja ia ingin berpamitan secara langsung pada Sia. Ditambah Sia pun sangat baik padanya. "Maaf aku tidak memberitahumu kalau aku hanya sementara waktu akan tinggal di sini. Jika kau pergi ke luar negeri, ingatlah untuk mengunjungiku." Sia memeluk Melody hangat. "Tidak apa-apa, toh aku masih ingat alamatnya. Aku pasti akan mengunjungimu." Mereka lalu masuk ke apartemen Sia. Di sana ia melihat Wenart yang tengah berdiri di sisi jendela balkon. Melody menyapanya ramah, begitu juga Wenart yang hanya membalasnya dengan anggukan singkat. "Omong-omong, bagaimana keadaan keluargamu, Melody?" Melody tidak langsung menjawab, ia menggeleng pelan. Mata
Houston semakin serakah, mentang-mentang dirinya sudah menjadi pemimpin keluarga Agraf saat ini, ia kini berniat untuk mengambil alih perusahaan Grafsia. Perusahaan yang saat ini dikelola oleh Sia. Ia meminta Sulli untuk mengunjungi ke perusahaan Grafsia hari ini untuk pemberitahuan dan rapat darurat pemegang saham."Kalau nanti sampai berhasil, maka kau bisa memimpin perusahaan itu, Sayang." Kata Houston membuat Sulli yang awalnya merajuk karena Sia memiliki token resmi keluarga Agraf, kini mulai terhibur."Perusahaan ini yang dikelola Sia, jadi kalau kau bisa mendapatkannya maka sudah seharusnya Sia akan tamat.""Tentu saja, Ayah, aku pasti akan mendapatkannya."Sulli lalu pergi ke perusahaan Grafsia ditemani beberapa pria kekar yang sudah direkrut ayahnya menjadi pengawal pribadi Sulli. Wanita itu datang ke perusahaan tersebut dengan percaya diri, orang-orang di sana menatapnya heran sebab mereka tidak mengenalnya."Maaf, Anda siapa?" tanya salah seorang penjaga di sana.Sulli ters
Sepuluh panggilan tidak terjawab dari Adrian sebab Sia memilih mengabaikannya dan tidak menerimanya. Sia kini benar-benar takut dan muak pada Adrian. Setelah banyak kejadian yang memperlihatkan betapa kejamnya Adrian, Sia berpikir tidak mau ada urusan lagi dengan lelaki itu. Setelah memastikan Adrian tidak akan meneleponnya, Sia langsung mematikan ponselnya. "Aku tak mau dia menghubungiku lagi!" Ia menaruh ponselnya jauh darinya. Membayangkan apa yang Adrian lakukan pada keluarga Blade benar-benar membuatnya ngeri. "Maaf karena mengatakannya pada mu, Nona. Tapi aku pikir kau harus tahu itu." Wenart merasa bersalah sebab telah membuat Sia tidak nyaman dan ketakutan. Sia menggeleng. "Tidak apa apa, Paman. Kini aku makin yakin kalau Adrian juga yang membuat keluarga Huang mengalami kehancuran." Kali ini, Wenart mengernyit sebab ia tidak tahu tentang hal itu. "Maksudmu, Nona? Keluarga Huang?" "Sebelumnya, Melody Huang menemuiku, ia berlutut meminta bantuanku. Ia mengatakan kalau







