“Mas ….”
Azizah menatap suaminya yang memakai jam tangan dihadapannya saat ini, perasaannya bimbang, antara ingin bertanya dan melupakan. Bukan hal mudah untuknya membahas kontak nama CH yang ada di ponsel sang suami.
Darino yang sudah selesai memakai jam tangannya pun menatap Azizah yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh arti, sehingga membuatnya sulit untuk memahaminya.
“Kenapa, Sayang?” tanya Darino dengan suara yang lembut, ia mengusap puncak kepala sang istri. Salah satu cara untuk menenangkan Azizah yang mungkin sedang banyak fikiran, sementara itu Azizah hanya bergeming memperhatikan Darino.
Azizah menggelengkan kepala dengan senyum manisnya, “Tidak jadi, Mas,” tuturnya dengan suara yang lembut. Ia merapihkan rambut sang suami yang sedikit berantakan dengan jari lentiknya.
“Hari ini cuma satu kelas?” tanya wanita itu, dijawab dengan anggukkan kepala.
“Tapi aku pulangnya telat. Selesai kelas jam dua belas, lanjut acara makan-makan sama dosen lainnya. Ada yang nikah, terus nikahannya di luar negri, jadi kebanyakan tidak ada yang datang,” jelas Darino, menatap istrinya yang menanggapinya dengan ‘oh’ dan kepala yang mengangguk-angguk.
“Berarti aku yang jemput Arlin?” tanya Azizah, menatap Darino yang menganggukkan kepala. Ia menghela nafasnya perlahan, “Okee. Tidak masalah,” lanjutnya, tersenyum manis kepada suaminya.
Seperti biasa, Azizah mengantar Darino hingga teras. Setelah kepergian Darino, Azizah masuk ke dalam rumahnya. Dirinya memilih untuk membuka laptop milik pribadi, saat Darino mandi, Azizah login w******p suaminya di laptop.
Sejak kejadian itu, kepercayaan Azizah terhadap Darino berkurang. Selalu curiga, ditambah Azizah menemukan satu pesan dengan kontak nama CH. Semakin membuatnya overthinking.
Raut wajah yang cemas, tetapi sedikit tenang, memperhatikan layar laptop yang menyala. Azizah bisa melihat semua chat yang dikirim dan diterima oleh Darino tanpa harus membuka pesan tersebut.
“Hahh?” Azizah menganga tidak percaya saat membaca pesan yang dikirim oleh kontak nama CH. “Cardanio Herlando? Temennya Mas Darino? Hahh?” Azizah dibuat hah-heh-hoh dengan fakta yang baru saja ia ketahui.
Wanita itu menghela nafas beratnya dengan tidak santai, seperti waktu sedang mengajaknya bercanda. Susah payah untuk membuktikan bahwa kecurigaannya itu benar, tetapi dipatahkan oleh fakta.
“Kenapa dikasih namanya CH?”
Azizah menegakkan tubuhnya, menggerakkan kursornya ke arah chat tepat dibawah chatnya. Darino memang menyematkan chat darinya, sejak mereka pacaran hingga saat ini. Jadi sepertinya mustahil kalau Darino bermain dibelakang, tetapi tidak semudah itu untuk Azizah percaya.
“Kali ini aku percaya,” monolognya, menutup laptopnya setelah meyakinkan diri bahwa suaminya tidak berbuat macam-macam diluar sana dan tidak ada pengkhianatan.
Azizah menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, meraih ponselnya untuk membaca notifikasi dari sahabatnya yang mengatakan sedang perjalanan ke rumah. Hal itu membuatnya langsung bangkit untuk menyiapkan cemilan dan minuman.
Beberapa menit kemudian terdengar suara perempuan di depan rumah dibarengi dengan ketukan pintu tidak santai, sehingga membuat Azizah yang berada di dapur pun melangkah dengan langkah lebar.
“La–”
Azizah tesenyum gemash, tangan kanannya mencapit mulut wanita dihadapannya saat ini. “Aku tadi di dapur, lagian yaa .. kamu cuma nunggu tiga menit,” ocehnya dengan sedikit kesal, menatap malas wanita dihadapannya saat ini yang terkekeh.
Azizah menepi ke sisi lain agar tidak menghalangi jalan sahabatnya yang ingin masuk. Wanita bersurai sebahu itu melangkah masuk setelah bingkisannya diterima oleh Azizah. Carlinta, sahabat Azizah itu menipiskan bibir.
“Kamu sedang mencari apa?”
Azizah menoleh, menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak tahu konteks apa yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Sedangkan Carlinta menghentikan langkah, menatap Azizah yang sedang menatapnya.
“Ekspresi seperti orang gelisah,” ucap Carlinta, ia menyunggingkan senyum penuh arti dan kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Azizah yang bergeming.
“Kamu bisa mengelak, tapi bukan sama aku,” tambahnya tanpa menoleh kebelakang. Bagaimana tidak paham tentang Azizah, sementara itu dirinya dan Azizah sudah lama berteman dari SMA? Atau SMP? Ya sudah dari jaman sekolah.
Jadi mudah saja untuk Carlinta memahami kecemasan yang tidak sengaja diperlihatkan oleh Azizah.
Azizah menyusul Carlinta yang sudah sepuluh langkah di depannya. “Entahlah. Akhir-akhir ini aku selalu curiga sama Mas Darino,” tuturnya setelah sejajar dengan Carlinta yang mengangguk-anggukkan kepala.
“Sejak kehadiran Carisa?” tanya Carlinta tepat sasaran. Ia menghentikan langkahnya, sehingga membuat wanita disisi kirinya ikut menghentikan langkah.
Mereka saling melempar pandang satu sama lain. Carlinta bersidekap dada, memperhatikan penampilkan sahabatnya yang hanya mengenakan daster bunga-bunga berwarna hijau, sangat jauh dari kata modis.
“Kamu bisa merubah cara berpakaianmu, supaya Darino tidak kepincut lagi dengan masalalunya,” ujar Carlinta, menatap kedua mata Azizah yang sedang menatapnya.
Saran yang diberikan oleh Carlinta tidak buruk, tetapi tidak baik juga. Azizah sepenuhnya menjadi Ibu Rumah Tangga, tugas dan kewajibannya mengurus rumah, anak dan suami. Untuk merawat diri saja kalau ingat dan kalau ada waktu senggang.
Azizah menghela nafasnya, lalu melangkahkan kaki meninggalkan Carlinta yang langsung mengikuti langkahnya.
“Laki-laki itu tidak menolak kalau dikasih makanan lezat, walaupun dia sudah kenyang dengan hidangan sebelumnya,” ujar Carlinta. Dirinya sesekali melirik ke sisi kirinya untuk melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh Azizah. Sayangnya, Azizah tidak bereaksi apapun.
“Aku percaya suamiku tidak ada hubungan spesial dengan Carisa,” ucap Azizah dengan keyakinan penuh, ia menghentikan langkah dan berdiri berhadapan dengan Carlinta.
Ting!
Carlinta mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya, ia membuka satu notifikasi pesan dari sang suami yang mengirim sebuah foto kepadanya. Dirinya menaikkan pandangan setelah melihat jelas foto tersebut.
“Kalau aku memberitahumu sesuatu. Apakah kamu akan menarik kalimatmu sebelumnya?
Fernandra tersenyum manis menatap sosok wanita yang sudah ia tunggu satu jam yang lalu. Azizah, wanita itu datang seorang diri ke sebuah restaurant yang lokasinya dibagikan oleh Fernandra.Setibanya di restaurant, Azizah seperti seseorang yang terkena hipnotis. Hanya diam tanpa bersuara, bahkan ia lupa akan tujuannya bertemu dengan Fernandra saat ini.Fernandra menaikkan sebelah alisnya, “Azizah … kamu baik-baik saja, kan? Tidak ada halangan selama perjalanan?” tanyanya penuh khawatir.“Ya ….” Azizah tersadar, lantas berdeham lalu menegakkan tubuhnya. Fokusnya terkunci hanya kepada Fernandra yang duduk berhadapan dengannya dengan gaya santai, dan bisa dilihat dari pakaian pria itu, sangat formal. Sudah jelas, Fernandra belum kembali ke rumah.“Kamu tahu di kampus tempat suamiku mengajar itu ada masalah?” tanyanya to the point, mengingat tidak ada waktu untuk basa-basi. “Aku rasa, kamu tahu tentang itu,” imbuhnya karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari pria yang sedang bersamanya s
Azizah mengirim pesan kepada Fernandra, mengatakan bahwa dirinya ingin bertemu sebelum suaminya bertemu dengan Fernandra nanti malam. Ia tidak tenang dihantui oleh rasa penasarannya tentang kecurangan di salah satu universitas tempat suaminya mengajar.Tidak butuh waktu lama, Azizah mendapatkan balasan dari Fernandra, masalalunya itu mengirimkan lokasi sebuah restaurant yang letaknya cukup jauh dari rumahnya saat ini. Lebih tepatnya, restauran terdekat dari rumah Fernandra.Wanita itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 11:00, menggigit bibir bawahnya dan berfikir ulang. Haruskah ia pergi sekarang disaat Darino sedang menjemput Arlin? Sedangkan waktunya sangat mepet.“Tidak, bukan sekarang. Nanti aku hubungi,” monolognya dengan jari lentik yang menari pada layar ponsel yang menampilkan room chat antara dirinya dan Fernandra yang sedang online.Azizah benar-benar menunggu balasan Fernandra, karena ia memanfaatkan waktu yang ada. Fernandra bukan pria yang banyak waktu luang, jadi
Beberapa hari kemudian ….Darino menghela nafas setibanya di rumah. Ia menyandarkan kepala pada sandaran sofa dengan kedua mata yang terpejam. Hanya beberapa detik, karena merasakan sofa yang ada di sisinya bergerak.Ketika pria itu membuka kedua mata, terlihat sosok perempuan yang tersenyum manis kepadanya. Darino menegakkan tubuhnya, membalas senyuman sang istri.“Tidak bilang kalau pulang cepat?” tanya Azizah dengan wajah bingung, tetapi masih tetap mempertahankan senyumannya, karena ia tahu mood suaminya sedang tidak baik-baik saja. Terlihat dari ekspresi wajah sang suami yang murung, dan tidak cerah seperti biasanya.“Ada masalah sedikit tadi di kampus, jadinya semua dosen dan mahasiswanya dipulangkan,” jelas Darino, menatap Azizah dengan tangannya yang mengusap punggung tang sang istri.Azizah bergeming, mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan oleh suaminya. Berusaha untuk menerka-nerka, masalah apa yang sedang terjadi di sebuah universitas sehingga mengharuskan dosen dan maha
Azizah terdiam, menatap barang-barang yang berada di bagasi mobilnya. Ia benar-benar membawa barang-barang tersebut ke rumah orangtuanya, karena Fernandra memaksa dan mengancamnya. Tidak ada pilihan lain selain meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Fernandra, daripada merusak suasana atau memperburuk keadaan.“Maaf ….” gumamnya penuh penyesalan, menunduk dan mencengkram kuat kardus tersebut. Tanpa disadari olehnya, air matanya turun membasahi pipi. Seketika saat itu juga ia tersadar, lalu mengangkat kardus itu masuk ke dalam rumah lewat pintu samping.“Sayang … kok ke sini?”Azizah mengulas senyumnya saat berpapasan dengan mommynya di ruang tengah, “Ada barang yang harus aku taruh di gudang, Mom.” Atensinya melirik kardus yang berada dalam dekapannya, sehingga membuat mommynya mengikuti lirikannya.Mommy menaikkan sebelah alisnya, kembali menatap Azizah yang tersenyum lalu meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah katapun. Rasa penasarannya tinggi, membuatnya mengikuti langkah putrinya
Fernandra tersenyum lebar menyambut kedatangan Azizah, walaupun ia sangat tahu wanitanya itu datang dengan perasaan yang marah, karena melihat wajah Azizah yang memerah. Tetapi itu bukan masalah untuknya.“Mau kamu apa sih?!”Fernandra bergumam pelan, sedikit membungkukkan punggungnya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Azizah yang menatap tajam kepadanya. “Kalau aku bilang, memangnya kamu akan memberikannya?” tanyanya dengan nada lembut, tersenyum penuh arti kepada Azizah.Azizah berdecak kesal, melipat kedua tangannya di depan dada. “Kamu ingin bermain-main denganku?” tanyanya penuh penekanan. Tidak ada raut wajah takut disaat tidak ada orang lain disekitarnya.“No. Aku sedang berusaha,” balas Fernandra, menaikkan dagu Azizah dengan jari telunjuknya. Ia menelisik wajah Azizah, lalu tersenyum dan kembali berkata, “Mengambil kembali yang seharusnya milikku.”Azizah menepisnya, membuat Fernandra terkekeh dan menegakkan kembali punggung pria itu. Ia bedecih, “Kamu belum sembuh, Nandra.
Azizah membuka pintu rawat yang tidak ada penjaganya. Lorong kosong, membuat keningnya mengkerut dan kedua alisnya bertaut. Sudah dicurigai olehnya bahwa telah terjadi sesuatu, dan kecurigaannya bertambah saat masuk ke dalam ruang rawat VIP, tidak menemukan Carisa di brankar.“Di kamar mandi, mungkin,” ucap Darino, berusaha untuk memberikan positif viber terhadap istrinya yang sudah berfikiran negatif.“Fernandra … kamu yakin dia ada di rumahnya?” tanya Azizah, menatap suaminya yang menganggukkan kepala, lantas memberikan ponsel miliknya. Tanpa pikir panjang, ia mengotak-ngatik ponselnya dan terhenti pada roomchat Fernandra.Tanpa pikir panjang, wanita itu menekan icon ‘panggilan suara’, seketika membuat Darino melebarkan kedua mata. Pria itu telat melarang Azizah untuk tidak menghubungi Fernandra. Dan yang bisa dilakukan oleh Darino hanya terdiam, diam-diam menghela nafasnya perlahan dengan kedua kaki yang menyisir setiap sudut ruang rawat ini.“Carisa hilang,” ucap Azizah setelah pa