Share

Bagian 3

"Kau yakin dia tidak mati?"

"Bisakah kau tenang sedikit? Aku hanya membuatnya pingsan, tidak lebih."

Ruangan berukuran kecil ini benar-benar tidak mampu meredam gema suara pertengkaran dua orang di sudut pintu masuk. Terlalu keras hingga mungkin dapat membangunkan orang mati sekalipun.

"Siapa kalian?"

Benar saja, sosok lain di dalam ruangan telah terbangun.

Suasana mendadak hening.

Gadis bertubuh mungil tetapi bersuara lantang bergegas menoleh, nyaris bersamaan dengan pria tinggi kekar ditambah poin plus wajah rupawan yang eksotis. Tatapan mereka bertemu, tetapi detik berikutnya, gadis itu bergerak cepat menyembunyikan diri di balik punggung pria di sebelahnya.

"Oh, Ash, tolong sembunyikan aku. Dia benar-benar menakutkan."

Pria tampan bernama Ash, memutar bola mata, teramat jengkel tetapi di satu sisi tidak dapat melakukan apapun pada gadis itu. "Tenanglah, jika dia menggigit, aku hanya harus membunuhnya," balasnya, acuh tak acuh.

"Kau gila!" Gadis itu berteriak protes.

"SIAPA KALIAN?!"

Kontan, keduanya terdiam. Tidak menduga akan diteriaki pemuda yang tengah duduk di atas tempat tidur sembari menatap nyalang.

Sekali lagi, keheningan melanda ketiganya.

Tetapi, terbangun di antara orang asing tentu mengundang kecurigaan. Setidaknya, itulah anggapan yang terbesit oleh si Pemuda. Satu-satunya hal yang ingin dia lakukan hanya membela diri untuk mencegah kemungkinan terburuk. Karenanya, dia bertindak lebih cepat dan menyerang detik itu juga.

Ash segera mengambil langkah penyelamatan, merengkuh lalu memindahkan tubuh gadis di sebelahnya ke sisi lain. Kemudian, berbalik menahan serangan yang dilayangkan sosok yang tidak lain ialah si Pemuda Petarung di arena budak.

Ash mencengkram kuat tinju pemuda itu lantas menyeringai. Menariknya mendekat. "Kudengar kau baru berusia 17 tahun, itu berarti aku tiga tahun di atasmu. Jadi, bisakah kau tunjukkan sopan santunmu pada orang yang lebih dewasa terlebih kami telah menyelamatkanmu?"

Si Pemuda menyeringai. "Menyelamatkanku? Dari apa?"

Dengan gesit tubuhnya berputar lalu kembali melayangkan pukulan keras tepat ke wajah Ash. Sayangnya, serangannya terlalu mudah dibaca dan hanya menyisakan lubang di dinding ruangan. Ash balas menyeringai. Dia melakukan gerakan serupa, tetapi sama halnya pertarungan dengan King beberapa waktu lalu, si Pemuda jelas mampu menghindar dengan cepat.

"Hei, bisakah kau tenang sedikit, mari kita bicara sebentar." Ash mencoba membujuk. Sejujurnya, dia hanya sedang menahan diri. Toh, dia bukan pria sabaran.

Alih-alih mendengar, si Pemuda justru memancing. Dia bergerak ke arah samping seolah tahu kelemahan Ash ada di sana. Ya, gadis itu. Menyeringai, si Pemuda lantas melayangkan tinju seakan tak peduli bahkan jika gadis di hadapannya telah melebarkan mata. Wajahnya pias karena rasa takut.

BRAK!!

Sayangnya, Ash tentu tidak akan membiarkan mimpi buruknya terjadi.

Bahkan sebelum tinju tersebut menyentuh si Gadis, Ash sudah lebih dulu menerjang membabi buta seolah-olah dia kerasukan. Tubuh si Pemuda dibanting dengan keras di atas lantai kayu penginapan hingga retak. Dari atas, Ash bergerak cepat mengunci pergerakan lawan sembari melayangkan pukulan mengerikan. Menyisakan robekan di sudut bibir dan hidung berdarah untuk si Pemuda.

"ASH!! HENTIKAN!" teriak si Gadis.

Tidak mendengarkan, sebaliknya Ash melayangkan satu pukulan lain. Jauh lebih keras hingga membuat si Pemuda terbatuk berkali-kali. Ash menguarkan aura membunuh yang tidak main-main. Bahkan pemuda yang tidak gentar dengan ancaman apapun mendadak membeku, ketika Ash seakan mencekiknya dengan pekatnya aroma kematian milik pria itu.

Rahang Ash mengeras. Benar-benar marah. "Jika saja tangan kotormu melukai sedikit saja kulit gadis itu, aku tidak akan segan membunuhmu detik ini juga."

Si Pemuda hanya mengerang.

Sebaliknya, gadis itu jelas panik. "Oh, tidak, tidak!" pekiknya.

Sesungguhnya Ash bukan pria yang mudah diredam ketika amarahnya memuncak, tetapi berpikir bahwa si Pemuda bisa saja mati bahkan sebelum mereka saling menyampaikan tujuan, gadis itu tentu harus melakukan sesuatu.

Tanpa pikir panjang gadis itu bersimpuh. Salah satu yang paling Ash benci. "Ash, kumohon, lepaskan dia. Aku bersumpah! Dia sama sekali tidak melukaiku." Menggulung naik lengan bajunya, hendak memperlihatkan kulitnya yang pucat, tetapi Ash sudah lebih dulu memelototinya sembari menahan pergerakan tersebut.

"Jangan coba-coba." Ash mengeram marah.

Gadis itu tersenyum sumringah. "Kalau begitu lepaskan dia."

Mau tidak mau, Ash hanya bisa membuang napas. Lalu menurut.

***

Perkelahian kecil yang sempat terjadi jelas telah menambah keruh suasana. Bahkan jika waktu terus berjalan hingga satu jam lamanya mereka tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan bercengkrama.

Di satu sisi, si Pemuda terlalu sibuk membalut lukanya meski gadis di sebelahnya telah menawarkan diri untuk membantu. Tetapi, pemuda itu tentu menolak dengan keras. Tidak, setelah dia tahu bahwa ada pria berbahaya yang akan mengamuk bila dia melakukan kesalahan kepada gadis itu barang secuil.

Merasa waktu terbuang percuma, pada akhirnya, pemuda itu memilih mengalah, lalu bersuara. "Aku rasa kalianlah yang seharusnya menjelaskan situasinya. Apa maksudnya semua ini? Mengapa aku bersama kalian dan berada di luar kawasan penjagaan budak?"

Gadis itu tersenyum ramah. "Pertama-tama mari kita berkenalan." Mengulurkan tangan tetapi Ash menepisnya dengan cepat. Enggan membiarkan tangan gadis itu menyentuh si Pemuda. "Ah, maafkan dia ... jadi, aku Ameera, dan pria emosian ini bernama Ash." Dia menunjuk Ash di sebelahnya, sementara Ash justru terlihat tidak bersahabat.

Si Pemuda menghela napas. Cukup lama terdiam sampai kemudian membalas, "Yuu," ucapnya, "orang-orang di perbudakan memanggilku demikian."

"Bagus, jadi itu namamu, benar-benar persis," celetuk Ameera.

Kening Yuu kontan berkerut. "Kau berbicara seolah telah mengenalku."

"Memang benar, aku—"

"Ameera," peringat Ash, hendak mencegah Ameera mengatakan hal yang tidak perlu.

Ameera berbalik menatap Ash lalu menggeleng.

"Aku tidak akan gegabah, tenang saja, Ash." Mengalihkan perhatiannya kepada Yuu yang sejak tadi terlihat kebingungan, Ameera melanjutkan, "sebaiknya, kau mendengarkan dengan baik. Jadi, pertarunganmu dengan King kacau dan orang-orang mulai menuduh yang tidak-tidak. Maka sebelum kau dihakimi, kami menolong dan membawamu kemari."

Yuu mendengkus, namun meski begitu dia tidak beranjak dari posisinya. "Lalu apa tujuanmu menyelematkanku?"

"Apa kau pernah mendengar tentang Klan Naga dari Kerajaan Eros?"

"Tidak."

Ameera tersenyum. "Bagus!" Tetapi berikutnya cemberut. "Eh? Kau tidak tahu?" Sementara di sebelahnya Ash justru terbahak. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu, Yuu."

Yuu tampak enggan. "Untuk apa aku tahu tentang klan dari kerajaan tetangga. Hidupku di kerajaan sendiri bahkan lebih buruk," ungkapnya, setengah hati.

Ameera mengerang tidak terima, tangannya bahkan mengepal namun Ash menggenggamnya seolah hendak menghentikan.

"Dengar, Yuu, Kerajaan Ernes bukan tempatmu, kau seharusnya berada di Kerajaan Eros. Kau adalah pewaris Kerajaan Eros! Itulah mengapa kami menolongmu."

Hanya saja, perkataan itu tampaknya telah membuat suasana hati Yuu berubah buruk. Tatapannya menajam seiring tubuhnya bangkit berdiri. Ash buru-buru mengambil posisi di hadapan Ameera, menyembunyikan tubuh gadis itu jika saja Yuu kembali berubah buas lantas menyerang mereka.

"Apa ini semacam lelucon dari orang seperti kalian? Apakah aku terlihat mudah dipermainkan hanya karena aku seorang budak?" Yuu semakin tidak bersahabat. Auranya berubah kelam.

Ameera menyembulkan kepala dari balik punggung Ash. Wajahnya terlihat pucat, tampak menahan sesuatu. "Hei," panggilnya, perlahan. "Aku minta maaf jika perkataanku membuatmu tersinggung, namun aku berkata benar dan kau harus percaya," tambahnya, berusaha lembut.

Sayangnya Yuu berpaling, mengambil langkah lebar lalu berjalan meninggalkan ruangan setelah melempar tatapan permusuhan ke arah Ameera. Namun, bahkan sebelum pemuda itu meraih gagang pintu, dia tidak pernah menduga bahwa gadis mungil itu akan berlari menghadang. Merentangkan tangan hendak memotong langkah Yuu, sementara Ash melotot di tempat.

Kendati tubuhnya gemetar, Ameera bergegas menarik naik lengan bajunya yang panjang hingga menampakkan kulit pucatnya. Namun, itu bukan intinya. Ukiran emas berlambang singa lah yang menjadi pusat perhatian Yuu meski dia tidak mengerti. Ukiran itu memanjang dari lengan atas nyaris menyentuh telapak tangan.

Terlihat indah, namun di satu sisi terasa menyakitkan.

"Aku adalah Puteri bungsu Kerajaan Eros saat ini. Kemampuanku yang dapat melihat potongan masa lalu dan masa depan telah menuntunku kepadamu! Aku datang untuk menuntunmu pulang Yuu, si Naga terakhir!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status