"Kau yakin dia tidak mati?"
"Bisakah kau tenang sedikit? Aku hanya membuatnya pingsan, tidak lebih."Ruangan berukuran kecil ini benar-benar tidak mampu meredam gema suara pertengkaran dua orang di sudut pintu masuk. Terlalu keras hingga mungkin dapat membangunkan orang mati sekalipun."Siapa kalian?"Benar saja, sosok lain di dalam ruangan telah terbangun.Suasana mendadak hening.Gadis bertubuh mungil tetapi bersuara lantang bergegas menoleh, nyaris bersamaan dengan pria tinggi kekar ditambah poin plus wajah rupawan yang eksotis. Tatapan mereka bertemu, tetapi detik berikutnya, gadis itu bergerak cepat menyembunyikan diri di balik punggung pria di sebelahnya."Oh, Ash, tolong sembunyikan aku. Dia benar-benar menakutkan."Pria tampan bernama Ash, memutar bola mata, teramat jengkel tetapi di satu sisi tidak dapat melakukan apapun pada gadis itu. "Tenanglah, jika dia menggigit, aku hanya harus membunuhnya," balasnya, acuh tak acuh."Kau gila!" Gadis itu berteriak protes."SIAPA KALIAN?!"Kontan, keduanya terdiam. Tidak menduga akan diteriaki pemuda yang tengah duduk di atas tempat tidur sembari menatap nyalang.Sekali lagi, keheningan melanda ketiganya.Tetapi, terbangun di antara orang asing tentu mengundang kecurigaan. Setidaknya, itulah anggapan yang terbesit oleh si Pemuda. Satu-satunya hal yang ingin dia lakukan hanya membela diri untuk mencegah kemungkinan terburuk. Karenanya, dia bertindak lebih cepat dan menyerang detik itu juga.Ash segera mengambil langkah penyelamatan, merengkuh lalu memindahkan tubuh gadis di sebelahnya ke sisi lain. Kemudian, berbalik menahan serangan yang dilayangkan sosok yang tidak lain ialah si Pemuda Petarung di arena budak.Ash mencengkram kuat tinju pemuda itu lantas menyeringai. Menariknya mendekat. "Kudengar kau baru berusia 17 tahun, itu berarti aku tiga tahun di atasmu. Jadi, bisakah kau tunjukkan sopan santunmu pada orang yang lebih dewasa terlebih kami telah menyelamatkanmu?"Si Pemuda menyeringai. "Menyelamatkanku? Dari apa?"Dengan gesit tubuhnya berputar lalu kembali melayangkan pukulan keras tepat ke wajah Ash. Sayangnya, serangannya terlalu mudah dibaca dan hanya menyisakan lubang di dinding ruangan. Ash balas menyeringai. Dia melakukan gerakan serupa, tetapi sama halnya pertarungan dengan King beberapa waktu lalu, si Pemuda jelas mampu menghindar dengan cepat."Hei, bisakah kau tenang sedikit, mari kita bicara sebentar." Ash mencoba membujuk. Sejujurnya, dia hanya sedang menahan diri. Toh, dia bukan pria sabaran.Alih-alih mendengar, si Pemuda justru memancing. Dia bergerak ke arah samping seolah tahu kelemahan Ash ada di sana. Ya, gadis itu. Menyeringai, si Pemuda lantas melayangkan tinju seakan tak peduli bahkan jika gadis di hadapannya telah melebarkan mata. Wajahnya pias karena rasa takut.BRAK!!Sayangnya, Ash tentu tidak akan membiarkan mimpi buruknya terjadi.Bahkan sebelum tinju tersebut menyentuh si Gadis, Ash sudah lebih dulu menerjang membabi buta seolah-olah dia kerasukan. Tubuh si Pemuda dibanting dengan keras di atas lantai kayu penginapan hingga retak. Dari atas, Ash bergerak cepat mengunci pergerakan lawan sembari melayangkan pukulan mengerikan. Menyisakan robekan di sudut bibir dan hidung berdarah untuk si Pemuda."ASH!! HENTIKAN!" teriak si Gadis.Tidak mendengarkan, sebaliknya Ash melayangkan satu pukulan lain. Jauh lebih keras hingga membuat si Pemuda terbatuk berkali-kali. Ash menguarkan aura membunuh yang tidak main-main. Bahkan pemuda yang tidak gentar dengan ancaman apapun mendadak membeku, ketika Ash seakan mencekiknya dengan pekatnya aroma kematian milik pria itu.Rahang Ash mengeras. Benar-benar marah. "Jika saja tangan kotormu melukai sedikit saja kulit gadis itu, aku tidak akan segan membunuhmu detik ini juga."Si Pemuda hanya mengerang.Sebaliknya, gadis itu jelas panik. "Oh, tidak, tidak!" pekiknya.Sesungguhnya Ash bukan pria yang mudah diredam ketika amarahnya memuncak, tetapi berpikir bahwa si Pemuda bisa saja mati bahkan sebelum mereka saling menyampaikan tujuan, gadis itu tentu harus melakukan sesuatu.Tanpa pikir panjang gadis itu bersimpuh. Salah satu yang paling Ash benci. "Ash, kumohon, lepaskan dia. Aku bersumpah! Dia sama sekali tidak melukaiku." Menggulung naik lengan bajunya, hendak memperlihatkan kulitnya yang pucat, tetapi Ash sudah lebih dulu memelototinya sembari menahan pergerakan tersebut."Jangan coba-coba." Ash mengeram marah.Gadis itu tersenyum sumringah. "Kalau begitu lepaskan dia."Mau tidak mau, Ash hanya bisa membuang napas. Lalu menurut.***Perkelahian kecil yang sempat terjadi jelas telah menambah keruh suasana. Bahkan jika waktu terus berjalan hingga satu jam lamanya mereka tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan bercengkrama.Di satu sisi, si Pemuda terlalu sibuk membalut lukanya meski gadis di sebelahnya telah menawarkan diri untuk membantu. Tetapi, pemuda itu tentu menolak dengan keras. Tidak, setelah dia tahu bahwa ada pria berbahaya yang akan mengamuk bila dia melakukan kesalahan kepada gadis itu barang secuil.Merasa waktu terbuang percuma, pada akhirnya, pemuda itu memilih mengalah, lalu bersuara. "Aku rasa kalianlah yang seharusnya menjelaskan situasinya. Apa maksudnya semua ini? Mengapa aku bersama kalian dan berada di luar kawasan penjagaan budak?"Gadis itu tersenyum ramah. "Pertama-tama mari kita berkenalan." Mengulurkan tangan tetapi Ash menepisnya dengan cepat. Enggan membiarkan tangan gadis itu menyentuh si Pemuda. "Ah, maafkan dia ... jadi, aku Ameera, dan pria emosian ini bernama Ash." Dia menunjuk Ash di sebelahnya, sementara Ash justru terlihat tidak bersahabat.Si Pemuda menghela napas. Cukup lama terdiam sampai kemudian membalas, "Yuu," ucapnya, "orang-orang di perbudakan memanggilku demikian.""Bagus, jadi itu namamu, benar-benar persis," celetuk Ameera.Kening Yuu kontan berkerut. "Kau berbicara seolah telah mengenalku.""Memang benar, aku—""Ameera," peringat Ash, hendak mencegah Ameera mengatakan hal yang tidak perlu.Ameera berbalik menatap Ash lalu menggeleng."Aku tidak akan gegabah, tenang saja, Ash." Mengalihkan perhatiannya kepada Yuu yang sejak tadi terlihat kebingungan, Ameera melanjutkan, "sebaiknya, kau mendengarkan dengan baik. Jadi, pertarunganmu dengan King kacau dan orang-orang mulai menuduh yang tidak-tidak. Maka sebelum kau dihakimi, kami menolong dan membawamu kemari."Yuu mendengkus, namun meski begitu dia tidak beranjak dari posisinya. "Lalu apa tujuanmu menyelematkanku?""Apa kau pernah mendengar tentang Klan Naga dari Kerajaan Eros?""Tidak."Ameera tersenyum. "Bagus!" Tetapi berikutnya cemberut. "Eh? Kau tidak tahu?" Sementara di sebelahnya Ash justru terbahak. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu, Yuu."Yuu tampak enggan. "Untuk apa aku tahu tentang klan dari kerajaan tetangga. Hidupku di kerajaan sendiri bahkan lebih buruk," ungkapnya, setengah hati.Ameera mengerang tidak terima, tangannya bahkan mengepal namun Ash menggenggamnya seolah hendak menghentikan."Dengar, Yuu, Kerajaan Ernes bukan tempatmu, kau seharusnya berada di Kerajaan Eros. Kau adalah pewaris Kerajaan Eros! Itulah mengapa kami menolongmu."Hanya saja, perkataan itu tampaknya telah membuat suasana hati Yuu berubah buruk. Tatapannya menajam seiring tubuhnya bangkit berdiri. Ash buru-buru mengambil posisi di hadapan Ameera, menyembunyikan tubuh gadis itu jika saja Yuu kembali berubah buas lantas menyerang mereka."Apa ini semacam lelucon dari orang seperti kalian? Apakah aku terlihat mudah dipermainkan hanya karena aku seorang budak?" Yuu semakin tidak bersahabat. Auranya berubah kelam.Ameera menyembulkan kepala dari balik punggung Ash. Wajahnya terlihat pucat, tampak menahan sesuatu. "Hei," panggilnya, perlahan. "Aku minta maaf jika perkataanku membuatmu tersinggung, namun aku berkata benar dan kau harus percaya," tambahnya, berusaha lembut.Sayangnya Yuu berpaling, mengambil langkah lebar lalu berjalan meninggalkan ruangan setelah melempar tatapan permusuhan ke arah Ameera. Namun, bahkan sebelum pemuda itu meraih gagang pintu, dia tidak pernah menduga bahwa gadis mungil itu akan berlari menghadang. Merentangkan tangan hendak memotong langkah Yuu, sementara Ash melotot di tempat.Kendati tubuhnya gemetar, Ameera bergegas menarik naik lengan bajunya yang panjang hingga menampakkan kulit pucatnya. Namun, itu bukan intinya. Ukiran emas berlambang singa lah yang menjadi pusat perhatian Yuu meski dia tidak mengerti. Ukiran itu memanjang dari lengan atas nyaris menyentuh telapak tangan.Terlihat indah, namun di satu sisi terasa menyakitkan."Aku adalah Puteri bungsu Kerajaan Eros saat ini. Kemampuanku yang dapat melihat potongan masa lalu dan masa depan telah menuntunku kepadamu! Aku datang untuk menuntunmu pulang Yuu, si Naga terakhir!"Hari sudah mulai gelap ketika Yuu tiba di depan gerbang permukiman para budak. Pemuda itu jelas siap untuk menerima segala bentuk hukuman lantaran telah berani meninggalkan area tersebut tanpa izin. Hanya saja, Yuu terkejut ketika penjaga memberitahu bahwa dia dan ayahnya telah ditebus. Dalam artian, seseorang telah membeli mereka. Langkah Yuu bergerak lebih cepat. Satu-satunya tujuannya hanyalah rumah dan berharap dapat menemukan ayahnya di sana. Lalu ketika kepanikan melanda pemuda itu, berpikir ayahnya telah dibawa pergi oleh si Pembeli, namun ketegangan yang semula menerpanya mendadak terurai. Yuu mendapati seorang pria paruh baya tengah mengumpulkan kayu bakar di samping rumah dan tersenyum ke arahnya.Pria itu melangkah mendekati Yuu. Tanpa sadar menjatuhkan potongan-potongan kayu bakar di tangan, tatkala tubuhnya bergerak cepat merengkuh puteranya. "Oh, Yuu, aku pikir kau tidak akan kembali setelah pertandingan ini." Pria itu menangis keras. "Syukurlah, kau selamat." Yuu ters
DUAR!!Sesaat setelah ledakan terjadi, asap mengepul ke udara bersamaan dengan puing-puing tanah disertai serpihan bangunan. Berhamburan tak tentu arah kemudian terhempas jatuh di sekitar titik ledakan. Hanya saja, tidak ada aroma daging terbakar atau bahkan tubuh hangus milik Yuu. Menyadari hal itu, pria misterius yang masih berdiri tegak tidak jauh dari posisi di mana dia hendak mengeksekusi mati Yuu, kontan mendengkus keras. "Kau selalu saja menjadi pengganggu, Ash!" ujarnya rendah, tetapi terdengar tajam. Dia kemudian berbalik hanya untuk menemukan sosok Ash di belakang tubuhnya. Tidak ada Yuu di sana. "Di mana dia?" tanyanya, kesal.Ash tersenyum remeh. "Wah, apa sekarang kau beralih membunuh seorang bocah, Drake?" celetuk Ash, mengejek."Kau tahu betul apa yang aku incar, pengkhianat!" Suaranya naik satu oktaf.Ash justru tertawa. "Pengkhianat?" ulangnya. Tatapan Ash balik menajam. "Kalianlah pengkhianatnya, sialan!" Tidak pikir panjang, Ash maju lebih dulu, menerjang dengan ke
"Yuu, sejak awal kau bukanlah Puteraku. Kau adalah Pangeran Kerajaan Eros yang sah seperti yang dikatakan oleh mereka berdua. Dan aku, Ervan, diperintahkan langsung oleh Raja Ryuu untuk menyelamatkanmu." Yuu tercengang ketika menyaksikan Ervan mendadak berlutut di hadapannya. "Yang Mulia, sepertinya, memang sudah saatnya Anda kembali ke tempat asal Anda," ujarnya formal, terdengar asing di telinga Yuu.Sementara kini, duduk di kamar dengan wajah pias, Yuu masih tidak habis pikir ketika kalimat itu terngiang kembali di kepalanya. Bagai terkena serangan kejut yang lebih mengejutkan ketimbang berhadapan dengan sosok pembunuh seperti Drake, pikirnya. Tidak ada dugaan sedikitpun bahwa pria yang selama ini dia anggap ayah, bukanlah benar apa yang dia harapkan.Rasanya, ini lebih menakutkan. Meremas rambut dengan kuat, Yuu mengerang dengan wajah kesal."Kau terlihat sangat frustasi." Yuu menghela napas, sesaat setelah mendengar suara Ash yang nyatanya telah berdiri sembari bersandar di kuse
Ameera menatap sendu ke luar jendela kamar yang terbuka, sementara di sana penampakan tak elok terpampang nyata. Sisa-sisa pertarungan sengit antara Drake dan Ash telah meninggalkan kerusakan yang cukup mengesankan. Bahkan jika hanya puing-puing yang terlihat, tetapi tampaknya itu tidak membuat Ameera berpaling barang sejenak. Pandangannya lurus menghunus ke arah depan tanpa peduli jika di atas tempat tidur, ada Ash yang tengah terbaring miring menghadap ke arahnya dalam raut bosan. Ini sudah 1 jam berlalu dan Ameera seolah belum terbangun dari lamunan panjang yang tak berujung. Bangkit dari pembaringannya, Ash kemudian berjalan mendekat ke arah Ameera. Dia berkata, "Hei, apa kau akan terus diam seperti ini? Kau tidak lupa, kan? Sejak satu jam yang lalu Yuu dan Ervan sudah meninggalkan tempat ini. Bukankah seharusnya kita mengejarnya?" Ketika Ash pikir Ameera mungkin tidak akan mendengarkan, sebaliknya dia cukup terkejut begitu mendengar ada respon yang berasal dari manusia mirip ma
Singgasana raja Kerajaan Eros tampak suram. Aura pekat yang membawa ketidaknyamanan benar-benar telah melingkupi seisi aula istana. Kesan temaram yang menambah kelam seolah ingin membangunkan kejahatan terbesar yang telah lama tertidur.Sementara itu, satu sosok agung yang telah menduduki takhta kerajaan dan membawanya dalam kegelapan yang nyata, tengah menopang dagu didampingi sorot datar dari atas kursi kebesarannya.Lalu, beberapa meter di bawah singgasana raja, bersimpuh lah sosok lain dalam kekhawatiran. Ada getaran di tubuhnya tak kala menyadari kemarahan tuannya telah menanti lantaran tugas yang dibebankan kepadanya sama sekali tidak dapat dijalankan dengan baik. Menunduk sembari memelankan suara untuk menarik perhatian pria berkuasa di atas sana, dia berkata, "Kali ini Hamba akan memastikan Anak itu terbunuh, Yang Mulia!"Hanya saja, satu decakan keras yang berhasil lolos dari belah bibir sang raja telah membuat hati pria itu menggigil seolah dia baru saja diterjang hawa dingi
"Kemungkinan besar kita baru akan tiba di pintu gerbang perbatasan Ernes dan Erdamus besok pagi, Ayah." Yuu mendongak menatap langit yang nyaris gelap. Pepohonan besar dan lebat seolah menghalangi binar cahaya lolos menembus tanah hutan yang lembab. Hari bahkan masih sore, tetapi keadaan sekitar seolah menunjukkan malam telah tiba. "Mungkin ada baiknya kita membuat kemah," Yuu menambahkan.Ervan ikut mengamati sekitar kemudian mengangguk. "Kurasa kamu benar, Yuu.""Kalau begitu, biar aku yang mencari kayu bakar. Ayah bisa beristirahat dan serahkan pekerjaan ini padaku." Selebihnya Ervan hanya mengangguk dan membiarkan Yuu melakukan apapun. Pria baya itu duduk tepat di bawah pohon berbatang besar dengan daun rimbun. Menyandarkan punggung mengingat rasa lelah seolah telah merajam tulang punggung beserta tungkainya lantaran telah berjalan sejauh ini. Sembari mengamati Yuu, mendadak teringat ketika dia seusianya. Ervan pun harus bertahan hidup di hutan belantara sembari membawa sang pange
(Beberapa jam sebelum Yuu terbangun.)"Kupikir kau akan membiarkan Yuu menderita hingga dia sendiri yang memohon pertolongan?" Ash bertanya pada Ameera, ketika dia teringat perkataan gadis itu sebelum memutuskan menyusul.Bagi Ash, tidak butuh usaha dan waktu yang lama mengejar ketertinggalan, bahkan jika kedua orang itu sudah setengah perjalanan menuju perbatasan Ernes dan Erdamus.Tidak jauh dari tempat di mana Yuu dan Ervan tidur dengan api padam, Ash bersama Ameera justru bersembunyi di balik batang pohon besar sembari mengamati keduanya. Tepatnya, Ameera yang menyeret Ash melakukan petak umpat ini. Ameera tidak menoleh ke arah Ash saat dia menjawab dengan ketus, "Aku berubah pikiran," katanya, yang seketika mendapati kekehan Ash. "Jangan bersuara, atau Yuu akan tahu kita sudah berada di sini. Kamu tahu dia sangat pemarah," imbuhnya."Jika aku menjadi kau, aku tidak akan membuang waktu."Kali ini Ameera menoleh sembari melempar pelototan. "Kita tunggu sedikit lebih lama. Aku punya
Setelah sepakat bahwa Ameera akan membawa Ervan menjauh dari lokasi mereka, Yuu akhirnya mendekati Ash seperti yang diinginkan pria itu. Ash berdalih bahwa dia telah menanamkan barrier pelindung bersama Ameera sehingga musuh tidak akan mudah menemukannya. Dan sesaat, belum ada serangan lanjutan yang diluncurkan musuh sementara Ash memanfaatkannya untuk menyeret Yuu mencari persembunyian di balik batang pohon. Di sisi lain malam kian larut, pendar cahaya bulan yang berhasil lolos dari celah dedaunan terlalu sedikit, tetapi dengan begitu mendukung persembunyian keduanya.Manik Ash berkilat tertimpa bias cahaya seolah mempertajam sorot matanya mengawasi sekitar. Tidak berbeda jauh, Yuu di samping pun melakukan hal serupa seolah keduanya saling mengintai teritori masing-masing."Mungkinkah mereka telah pergi?" Yuu berbisik, setengah bergumam namun dia yakin Ash dapat mendengarnya.Terbukti ketika Ash membalas, "Tidak," ujarnya, waspada. "Tetap perhatikan sekelilingmu. Aku tahu kau memilik