Share

Bagian 2

17 tahun kemudian.

.

.

.

"Ya! Kalahkan dia, King! Bunuh bocah itu!"

"Bunuh!"

"Bunuh!"

Sorak-sorai terdengar bergemuruh. Memekakkan gendang telinga meski mungkin tidak satupun peduli. Lalu, di tengah-tengah arena pertarungan para budak, tatapan setajam elang milik pemuda berusia 17 tahun tak sekalipun goyah menghunus lawan yang jauh lebih besar darinya. Bahkan jika nyaris semua pendukung bersorak bukan untuknya, hal itu sama sekali tidak menyurutkan tekadnya.

"Menyerahlah, Nak!"

Pria berbadan besar tersebut jelas tidak terlihat bersimpati. Sebaliknya, perkataannya justru terdengar mengejek. Toh, sekalipun pemuda itu mengangkat tangan untuk menyerah di pertandingan pertamanya, pertarungan akan tetap berlangsung. Sebagai budak di pasar gelap Kerajaan Ernes, mereka dituntut untuk bertarung di usia 17 tahun. Mereka telah dilatih sejak dini hanya untuk hari ini.

"Aku tidak akan terprovokasi," sahut si Pemuda. Kilat dingin di balik tatapannya menghunus lurus ke arah lawan.

Meski saling melempar kata yang jelas bukan sapaan ramah, kaki keduanya melangkah perlahan mengitari arena. Bahkan enggan memutus pandangan barang sedetikpun. Saling membuang tatapan tajam seolah mereka telah menyerang.

"Huh! Kau berlagak akan mengalahkanku. Sombong sekali!" ejek King.

Pemuda itu menyeringai dingin. "Memang sudah seharusnya seperti itu. Gelar King yang kau gunakan akan aku tumbangkan."

Tersulut, pria besar itu bergegas maju lebih cepat, nyaris bersamaan ketika bell pertandingan digaungkan ke seluruh penjuru arena pasar gelap. Tangan besar dan sekeras baja miliknya dengan cepat menghantam jeruji besi dinding pembatas, tepat di mana pemuda itu berada. Detik yang sama, bunyi patahan besi seketika menggema riuh di tengah kemeriahan penonton yang tidak beradab.

"Yay!!! Kalahkan dia, King!"

Sorakan kembali terdengar.

"Bunuh bocah sombong itu! Dia terlalu berani memilihmu sebagai lawan di pertandingan pertamanya."

Berhasil menghindar dengan baik, pemuda gagah itu memulai ancang-ancang hendak memberi serangan balasan. Dari arah belakang dia melompat sangat tinggi lantas mendarat tepat di kedua pundak King. Otot bisepnya mengeras dan menegang tatkala tangannya dengan kilat membekap mulut lalu mencengkram rahang kokoh milik lawan, hendak memelintir, tetapi gagal!

"Argh! Kau masih terlalu lemah, Bocah!" raung King.

BRAKK!!

Hantam keras kembali terdengar. Tangan besar King berhasil meraih tubuh si Pemuda, mencengkeramnya kuat lantas melemparnya umpama benda mati. Namun, pemuda itu mampu mendarat dengan baik. Arena yang dibiarkan becek oleh tanah dan air membuat tubuh mereka kotor tak ubahnya hewan peternakan bermandikan lumpur. Hanya saja, itu bukan penghalang.

"Satu-satunya cara untuk bisa keluar dari perbudakan adalah mengalahkan orang-orang sepertimu!" Pemuda itu meludah tanpa rasa takut. Membuang sisa darah di mulut lantaran pipinya sempat membentur dinding besi.

"Huh! Bermimpi saja!" hardik King.

Sekali lagi, ayunan tangan sekeras baja itu menghantam tepat di sebelah si Pemuda, menciptakan lubang besar berasap kendati arena tengah basah. Tetapi, tidak ada yang mengira betapa lihainya pemuda itu menghindar dari serangan mematikan.

Si Pemuda menyeringai seolah mengejek. "Giliranku," katanya.

Mencari celah lalu mendapati kesempatan, pemuda itu berlari sangat cepat memutari arena. Memaksa lawan mengeram marah lantaran tak mampu membaca gerakannya. Sebuah kepalan tinju dari arah yang tidak disangka-sangka telah melayang begitu kuat lantas menghantam rahang milik King. Sempat oleng, tetapi sebagai petarung senior yang nyaris lepas dari perbudakan, King tidak akan ditumbangkan semudah itu.

Kuda-kuda yang sempat goyah berhasil diseimbangkan kembali.

Rahang mengeras, sementara bibirnya bergetar marah, King berkata, "Akan aku akhiri ini dengan cepat. Kau membuatku marah, Bocah!"

"Argh!" Jeritan mendadak terdengar.

Pemuda itu jelas tidak berkutik ketika King balik menyerang dengan kecepatan penuh. Dalam hitungan detik tangan kokohnya berhasil meraup batang leher si Pemuda. Mencengkeramnya kuat-kuat. Mengangkat tinggi tubuh tersebut hingga melayang beberapa meter di udara.

King menyeringai. "Lihat dirimu, Nak. Kau mungkin cukup cepat dan aku terkesan dengan hal itu mengingat ini pertarungan pertamamu." Seringainya makin melebar. "Tetapi sayang sekali, kau akan mati sekara—ARGH!!"

Cekikan kuat itu mendadak terlepas. Tidak pernah ada yang menduga bahwa si Pemuda akan menggunakan kakinya yang telah mati rasa untuk menyerang bagian perut King. Dia lalu mundur beberapa langkah hanya untuk terbatuk keras sembari meraup oksigen lebih banyak. Terlambat sedikit saja dan dia benar-benar akan mati.

"SIALAN! Setelah aku membunuhmu, aku akan mendatangi keluargamu! Akan aku lenyapkan kalian semua!"

BRAK!!

Untuk kesekian kalinya pemuda itu berhasil menghindar. Hanya saja, sorot matanya mendadak berbeda. Ancaman yang King lontarkan jelas telah membuat darahnya memanas. Dia tidak akan pernah membiarkan ayahnya mati, terlebih di tangan pria menjijikan semacam King.

"Kau pikir aku akan membiarkannya?" Sorot dingin si Pemuda menusuk jauh ke arah King.

Lalu, di detik yang sama jemarinya mengepal terlalu kuat hingga merobek kulit tangannya sendiri. Sepasang maniknya yang gelap mendadak bersinar kemerahan di tengah remang cahaya arena pertarungan. Kejanggalan tidak hanya berhenti di sana, tiba-tiba angin bertiup hingga penonton yang semula berisik kini terdiam. Mereka mendongak memasang raut kebingungan.

Toh, bagaimana mungkin tempat pengap seperti ini diterpa tiupan angin cukup kencang? Jelas, hal semacam ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

"Apa yang terjadi?"

"Dari mana datangnya angin ini?"

Terkaan demi terkaan terdengar dari atas lantai penonton. Mereka kembali riuh tetapi kali ini berpusat pada kejanggalan yang terjadi di arena pertarungan. Mereka lantas tercengang ketika sebuah kilatan aneh bergerak terlalu cepat hingga mata telanjang sulit mengikuti—bergerak lurus ke arah King yang masih terdiam kebingungan di dalam arena.

Dan ... BRAK!!

Tubuh King yang besar terpental menabrak dinding pembatas arena. Berikutnya, terbanting ke arah sebaliknya seolah-olah tubuh pria itu adalah bola yang sedang memantul. Lantai penonton mendadak diam membisu, terlalu tercengang menyaksikan kejadian yang tengah berlangsung di bawah sana.

Kilatan disertai pantulan itu baru berhenti ketika dinding pembatas benar-benar ambruk.

Lalu, teriakan salah seorang penonton menggema usai mendapati tubuh petarung andalan mereka nyaris hancur, tergeletak tepat di pinggir arena. Kepala King pecah dengan patahan tulang menonjol keluar di beberapa bagian.

"Aaa!!"

"Apa yang terjadi?"

"Apakah bocah itu yang melakukannya? Tetapi, bagaimana mungkin?"

Sementara di sisi lain, pada sudut tergelap di lantai penonton yang tengah riuh, seseorang menyeringai di balik tudung jubahnya.

Bibirnya berbisik, "Belum saatnya kau menonjol," ujarnya, terdengar misterius.

Detik yang sama, jemarinya melempar jarum berukuran kecil tepat ke arah arena. Bergerak lurus menuju leher pemuda yang sedang bersimpuh di tengah arena, sembari menatap kebingungan kedua telapak tangannya yang melepuh.

Pekikan penonton sekali lagi terdengar tatkala menyaksikan pemuda itu ikut tumbang.

"Sepertinya ada pengganggu di pertarungan ini. Tidak mungkin bocah itu yang mengalahkan King," riuh para penonton.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status