ホーム / Fantasi / Kebangkitan Sang Putri Terbuang / Bab 4_pemulihan dan rencana baru

共有

Bab 4_pemulihan dan rencana baru

作者: Lilis
last update 最終更新日: 2025-08-07 18:44:38

"Qingyan... jika hukumanku berakhir, apakah aku akan dibawa kembali ke istana?" tanya Lin Yue pelan, menatap langit-langit kamar dari dipan kayu yang dingin.

"Benar, nona... Tapi..." Qingyan menghela napas, lalu menatap keluar jendela kecil. "Tempat ini lebih baik daripada istana. Di sana, tidak ada yang benar-benar peduli pada putri."

Lin Yue tersenyum tipis. “Memang benar… Tapi sekarang aku bukan lagi Lin Yuexi, aku adalah Lin Yue. Dan apa pun yang kumulai… tidak akan pernah berhenti.”

Tatapannya tajam, menyiratkan dendam yang membara.

Qingyan menatap khawatir. “Nona... sebaiknya jangan kembali ke sana. Tembok besar dan megah itu menyimpan luka dan mimpi buruk.”

Lin Yue tidak menjawab. Ia meraih sebuah botol kecil berwarna merah dari balik bantal, lalu menyerahkannya pada Qingyan. “Ambil ini.”

Qingyan menatap botol itu terkejut. “Apa ini…? Nona, ini…”

“Benar. Ini penawar racun. Aku ingin kau menggunakannya padaku. Kau bisa, bukan? Aku tahu kau bukan gadis lemah.”

Qingyan terdiam sesaat, lalu tersenyum kecil. “Baiklah, nona. Aku akan menyiapkan bahan yang diperlukan.”

Setelah Qingyan pergi, Lin Yue menatap botol itu dalam diam. Ia tidak tahu kapan ia memilikinya. Tapi tiba-tiba ia teringat—suara misterius sebelum ia berpindah ke tubuh ini. Suara yang memberinya bekal. Ternyata ini maksudnya.

"Aku kira botol ini tak berguna..." gumamnya lirih.

Pengobatan berlangsung selama berhari-hari. Tubuh Lin Yue yang semula lemah seperti kapas mulai terasa lebih ringan. Rasa sakit yang menusuk di persendian menghilang perlahan. Namun ia sadar, tubuh ini masih jauh dari sempurna. Ia butuh makanan bergizi dan pelatihan ringan untuk membangkitkan kekuatannya.

Tiga bulan berlalu. Kini, Lin Yue mampu berjalan sendiri. Ia melangkah keluar dari gubuk kecil itu, menghirup udara hutan yang segar. Pohon-pohon tinggi menjulang seperti raksasa yang diam, dan tidak ada satu pun pemukiman di sekitar. Rumah mereka berdiri sendirian, dikelilingi keheningan dan misteri. Saat ia menatap ke kejauhan, matanya membulat. Seekor rusa lewat tak jauh darinya, ukurannya dua kali lebih besar dari rusa biasa.

‘Apa semua binatang di sini sebesar itu?’ pikirnya.

Ia berjalan ke samping rumah, dan mendapati Qingyan sedang memasak.

“Kau sedang masak apa?” tanya Lin Yue.

“Eh! Nona? Kenapa keluar? Di sini dingin. Lebih baik nona di kamar saja…” Qingyan panik.

“Berapa lama lagi aku harus di dalam kamar? Aku bosan. Lagipula, itu hasil buruanmu?” tanya Lin Yue sambil menunjuk daging yang digantung.

“Benar, nona. Hari ini kita makan daging rusa panggang. Selama ini nona hanya makan kacang-kacangan. Hari ini harus makan daging sebanyak mungkin!”

Lin Yue tertawa pelan. “Tubuhmu kecil, tapi bisa membunuh rusa sebesar itu? Kau hebat juga. Tapi, kenapa tidak pergi dari hutan ini? Tempat ini sepi dan penuh bahaya.”

Qingyan menatapnya serius. “Aku tidak bisa meninggalkan nona. Kita sudah membuat kontrak jiwa. Hanya nona lah tuanku.”

Lin Yue mengernyit. “Kenapa sampai membuat kontrak jiwa?”

“Itu... suatu keharusan,” jawab Qingyan singkat.

“Panggil aku nona saja. Aku tidak suka dipanggil putri.”

“Baik, nona. Makanannya sudah matang. Ayo kita makan,” ucap Qingyan dengan senyum lebar.

Mereka duduk dan menikmati makanan. Lin Yue menggigit daging rusa yang lembut dan berlemak. Rasa gurihnya menyebar di mulut, dan perutnya yang lama kosong terasa hangat.

“Enak…” ucapnya.

“Benarkan! Lihat, stok kita banyak. Kita bisa makan sepuasnya!” ujar Qingyan sambil mulutnya penuh.

Tingkah laku Qingyan yang polos membuat Lin Yue tak bisa menahan senyum. Untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa nyaman… meski hanya sementara.

“Qingyan, kapan kau akan berburu lagi?” tanya Lin Yue.

“Minggu depan, mungkin. Stok masih banyak.”

“Aku ingin ikut. Setidaknya, aku butuh jalan-jalan. Aku tak tahan terus di rumah ini.”

“Tentu, nona. Aku akan bawa nona keliling hutan,” jawab Qingyan semangat.

Hari berburu pun tiba.

Dengan penuh semangat, Lin Yue mengenakan jubah tipis dan sepatu dari kulit rusa yang dibuat Qingyan. Qingyan sudah menyiapkan senjata dan tas kecil berisi peralatan berburu. Setelah semuanya siap, mereka pun melangkah ke dalam hutan yang lebat.

Langkah pertama menuju kekuatan baru... dan mungkin, menuju takdir berdarah yang menanti.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 21

    “TIDAAK...!!!” Teriakan Qingyan memecah keheningan malam, menggema menyayat langit yang gelap.Panah itu melesat cepat—cepat sekali—dan menancap tepat di dada Lin Yue. Tepat di atas jantungnya.Darah merah pekat menyembur deras, membasahi kain putih di tubuhnya. Setetes demi setetes jatuh di lantai kayu yang bersih, menciptakan irama kematian yang menakutkan. Aroma bunga lili yang semula memenuhi ruangan, kini tergantikan bau anyir darah yang menyengat.Putri Ronghua berdiri dengan tawa lepas, tubuhnya sedikit gemetar karena euforia kemenangan. “HAHAA! KAU AKAN MATI! INI AKHIRMU, LIN YUEXI!”Namun, Lin Yue tidak mengindahkan suara itu. Matanya tetap menatap ke arah jendela, mencari siluet bertudung yang telah menembakkan panah dan langsung menghilang di kegelapan.Dengan suara setipis bisikan tapi setegas perintah raja, ia berkata pada Fenghuang yang melayang di dekat pundaknya, “Kejar dia... cari tahu siapa dia. Dan... siapa yang membayarnya.”Fenghuang langsung mengepakkan sayap, me

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang    Bab 20

    Bab: Warisan Sang IbuAroma bunga lili menyeruak lembut saat Lin Yue melangkah masuk ke dalam paviliun yang dulu menjadi tempat tinggal ibunya. Waktu boleh bergulir, namun kehangatan ruangan itu tetap abadi—menyelimuti hati dengan damai yang membuat dada sesak oleh rindu. Tirai sutra bergoyang pelan ditiup angin malam, membawa harum manis yang seketika menghidupkan kembali memori pelukan sang ibu—hangat, menenangkan, dan penuh cinta.Langkahnya perlahan, seolah takut mengusik kenangan yang tertinggal. Jemarinya menyusuri dinding kayu, berhenti di sebuah lukisan besar di dekat meja rias. Sosok perempuan dalam lukisan itu menatapnya dengan mata teduh—anggun, lembut, tapi menyimpan kekuatan yang tak terbantahkan.Lin Yue menatapnya lama, senyum samar mengembang, namun di balik senyum itu, matanya menyimpan luka. Luka lama... yang kini menjadi bara kecil dalam hatinya."Ini... Ibu Putri Lin Yuexi," bisiknya, nyaris tak terdengar.Tangannya menyentuh kanvas. Lembut, terawat. Aroma khas itu

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 19

    Di dalam aula istana—Kaisar duduk kaku di atas singgasananya. Udara di ruangan itu terasa berat, seolah menanti badai yang tak terelakkan. Para pejabat menunduk dalam diam, namun lirikan mereka sesekali tertuju pada sang putri yang berdiri tegak di sisi aula—penuh percaya diri, seolah istana ini sudah kembali berada dalam genggamannya.Suara Kaisar akhirnya memecah keheningan. Dalam satu kalimat, ia menjatuhkan petir:> “Mulai hari ini, Selir Agung harus angkat kaki dari Paviliun Angin Timur. Paviliun itu secara hukum adalah milik Putri Lin Yue.”Wajah Selir Agung langsung menegang. Matanya melebar, dadanya naik-turun menahan gejolak. Ia melirik ke arah Lin Yue, seolah hendak menerkam. Tapi yang ia dapati hanyalah senyuman tipis yang penuh ejekan.Lin Yue melangkah maju, langkahnya mantap, matanya tak berkedip. Suaranya dingin, nyaring, dan tajam bagai cambuk. “Selir Agung, telingamu masih sehat, bukan? Maka tak perlu ku ulang perintah Kaisar. Angkat kakimu dari paviliun ku. Sekaran

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 18

    Qingyan mondar-mandir gelisah di depan pintu, memeluk kedua tangannya yang dingin diterpa angin malam. Langit telah menggantungkan bintang-bintangnya, namun sang nona belum juga kembali. Jantungnya berdegup tak karuan."Nona... cepatlah kembali. Jika ketahuan kau keluar malam-malam begini, habislah aku... nyawaku taruhannya," gumamnya sambil menatap langit dengan resah.Tiba-tiba terdengar suara dari luar.“Qingyan.”Suara tenang itu membuat Qingyan tersentak. Ia segera membuka pintu dan mendapati Lin Yue berdiri di ambang. Pakaiannya berdebu, namun sorot matanya setajam pedang yang baru diasah.“Nona! Dari mana saja?! Putri Ronghua tadi datang mencarimu! Ia murka bukan main!”“Untuk apa dia datang kemari?” tanya Lin Yue dingin.“Seperti biasa... mencaci, memaki, lalu pergi setelah puas mempermalukan nona.”“Kau bilang aku pergi keluar?”“Tidak! Aku bilang nona sedang sakit parah... tak bisa diganggu siapa pun.”Lin Yue mengangguk puas. "Bagus."Ia menyerahkan bungkusan makanan, lalu

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 17

    Malam yang MencobaKedai tua itu ramai oleh suara tawa, obrolan, dan dentingan gelas. Namun di sudut paling tenang, Lin Yue duduk santai, menikmati teh hangat yang mengepul di cangkir tanah liat. Matanya menatap kosong ke luar jendela, tapi telinganya tajam menangkap obrolan para pengunjung di belakangnya."Kompetisi antar kultivator akan digelar minggu depan," kata seorang pria paruh baya. "Kali ini terbuka untuk umum. Hadiahnya besar."Lin Yue menoleh pelan, mengangkat satu alis. Ia menyeka uap teh yang menempel di bibir cangkir."Kompetisi, ya...? Cocok untuk menguji seberapa jauh aku berkembang..." batinnya. Suara pria itu memudar seiring pikirannya melayang ke latihan panjang di hutan, ke rasa sakit saat tulangnya retak karena tekanan Qi, dan ke senyum khawatir Qingyan setiap kali ia jatuh pingsan karena memaksakan diri.Tehnya habis. Seolah menjawab pikirannya, seorang pelayan mendekat sambil membawa nampan besar.“Tuanku, ini makanannya. Apakah sudah sesuai?”Lin Yue mengangguk

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 16

    Sebentar lagi ulang tahun Putri Ronghua akan diselenggarakan dengan meriah. Istana dipenuhi kesibukan—para pelayan berlari-lari kecil membawa baki perhiasan, kasim sibuk menyampaikan perintah, dan para selir berlomba-lomba mempersiapkan penampilan serta hadiah terbaik demi menyenangkan sang Putri dan tentu saja, menarik perhatian Kaisar.Namun, di satu sudut istana yang dingin dan sepi, suasananya kontras. Kediaman Putri Lin Yuexi tetap sunyi, tenang, dan tidak tersentuh euforia pesta. Tidak ada pelayan yang sibuk menyiapkan pakaian, tidak ada kasim yang mengatur jadwal latihan tari atau pilihan perhiasan. Hanya suara angin yang sesekali meniup tirai tipis, menggesek lantai batu dengan lembut.Di dalam ruangan, Lin Yuexi duduk santai sambil menyeruput teh hangat, ditemani Qingyan yang berdiri setia di sampingnya. Sesekali mereka tertawa kecil membahas hal remeh, hingga langkah cepat seorang kasim memecah ketenangan.“Putri Lin Yuexi… Anda diundang untuk memeriahkan pesta ulang tahun P

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status