Mendengar peringatan tersebut, Bintang hanya tersenyum dingin. Namun pandangannya segera tertuju kearah pria yang kini mulai membuka matanya. Jelas dia masih tidak tahu identitas Bintang.
"Kenapa kamu membiarkannya pergi begitu saja? Tuan apa kamu juga memiliki niat untuk mencelakaiku?" Pria yang bernama Zidan segera menanyakan tindakan utusan Dewi Medist yang hanya diam.
"Tuan selagi telah memecahkan giok kehidupan, meski kamu akan menghadapi kematian. Aku juga takan membiarkannya begitu saja."
Braaaak!
Percakapan mereka terhenti, suara dobrakan pintu yang sangat keras terdengar ketika sosok Anya telah memasuki ruangan dengan membawa banyak bahan herbal sesuai dengan permintaan Bintang.
Melihat kondisi ruangan yang tenang, Anya menatap wajah Bintang dengan seksama.
"Tuan apakah Dokter Tirta mengacau disini? Maaf aku terlambat untuk tiba secara tepat waktu."
Bintang menggelengkan kepalanya, dia kemudian meraih semua bahan herbal ditangan Anya dengan wajah yang terlihat cukup puas. Semua kualitas dari setiap bahan itu sangat baik, bahkan semua bahan herbal cukup langka keberadaannya, tapi Anya dapat membawanya dalam waktu kurang dari waktu satu hari. Diartikan, identitas Anya mungkin juga tidak biasa.
"Semua bahan telah kudapatkan, apa tuan bisa memulai pengobatannya saat ini?"
"Bisa... Tapi aku masih memiliki beberapa syarat yang harus kalian ketahui."
"Apa itu?"
"Sangat mudah, kalian hanya perlu menyembunyikan identitasku, dari siapapun itu ketika ayahmu telah sembuh dari racun yang dia derita."
Mendengar permintaan mudah itu, Anya segera menyetujuinya. Apalagi ayahnya? Dengan permintaan ini, dia tahu bahwa sosok Bintang mungkin tidak ingin menjadi pembicaraan hangat ataupun memunculkan masalah yang tidak perlu dikedepannya.
*
Memulai dengan mengeluarkan enam jarum titik akupuntur. Bintang kini telah menancapkan pada setiap titik fital pada tubuh Zidan. Kedua kaki, kedua tangan, dada bidang, serta kening pada kepala.
Tindakan ini dilakukan karena Bintang telah mengetahui, bahwa racun telah berkembang keseluruh peredaran darah Zidan.
Melihat hal itu Anya mulai bergumam.
"Pengobatan yang terlalu kuno, tapi yang saat ini aku percayai hanya sosok Bintang... Jika ayahku benar benar sembuh ditangannya, bahkan jika aku harus menyerahkan tubuhku, aku juga tidak akan menolak." Berkata dalam hati, Anya terus melihat proses pengobatan kuno yang dilakukan Bintang.
Hingga sepuluh menit kemudian.
"Proses terakhir ini mungkin sangat menyakitkan, tapi setidaknya separuh racun yang berada di pembuluh darah akan keluar... Apa anda dapat menahannya?"
"Tuan lakukan saja!" Zidan membalas dengan cepat.
Mengerti akan kuatnya fisik seorang komandan perang, Bintang kini mulai menarik satu persatu jarumnya.
Hingga reaksi aneh terjadi, saat jarum dilepas. Peredaran darah didalam tubuh Zidan mulai bergerak sendiri kearah kakinya. Sensasi rasa seperti kesemutan, hingga sedikit menyakitkan terjadi. Namun ini baru awal prosesnya.
"Tarik nafasmu..."
Klaaaaash!
Bintang menggores ujung jempol kaki Zidan menggunakan pisau kecil yang sangat tajam. Aksinya begitu cepat, hingga darah merah kehitaman keluar secara cepat yang menyebabkan ruangan hening itu berubah menjadi kacau.
"Huueeek!" Anya tentu merasa mual.
Aroma tak sedap mulai memenuhi ruangan, namun diwaktu yang bersamaan. Setelah banyak darah terkuras dari dalam tubuhnya, sosok Zidan secara perlahan mulai kehilangan kesadarannya.
Beberapa saat proses penjahitan kecil selesai.
"Bersihkan semua noda darah yang berserakan, setelah ini proses akhir serahkan padaku..."
Anya menahan dirinya sendiri, saat ingin meminta sang pelayan untuk membersihkan noda darah yang berbau tak sedap. Bintang segera menghentikan niat Anya.
"Hanya darah dari ayahmu masa perlu orang lain yang membersihkannya? Anya masih banyak musuh didalam rumah ini yang tidak kau ketahui, jadi lebih baik kamu yang bekerja sendiri. Lagi pula, aku juga akan meracik obat ditempat ini..."
Terpaku terdiam, dan akhirnya mengikuti perintah Bintang. Anya mulai membersihkan noda darah yang membasahi lantai di hadapannya.
Sesekali melihat aksi yang dilakukan oleh Bintang dalam meracik beberapa bahan herbal menjadi satu. Anya terus melakukan tugasnya dengan baik.
Hingga lima menit kemudian.
"Anya berikan segelas ramuan herbal yang telah ku racik sesuai dengan catatan ini setiap dua hari sekali."
"Ba-bagaimana caraku meraciknya?"
Tersenyum tipis, Bintang berkata pelan, "Anya kamu sudah melihat semuanya kan? Untuk apa masih berpura pura, lakukan saja... Tiga hari kemudian, jika ayahmu terus mengonsumsi dua obat yang kuresepkan ini pasti akan sembuh seperti sedia kala."
Bintang duduk pada kursi yang memang disediakan untuknya.
Anya meraih gelas diatas meja, lalu memberikannya secara perlahan menggunakan sendok kedalam mulut ayahnya.
Lima jam kemudian.
"A-ayah?" Mata Anya berbinar, bagaimana bisa kulit ayahnya yang selama beberapa tahun terakhir selalu pucat kini telah bewarna?
Bahkan jari jemarinya mulai bergerak yang membuat wajahnya terlihat begitu senang menyambut kesadaran ayahnya yang telah kembali.
"Tubuhku?" Reflek terbangun sendiri karena merasa syaraf otot tubuh bekerja sesuai kendalinya. Zidan segera duduk dan ingin segera berjalan.
Namun Bintang segera menghentikan tindakan itu, dia segera berkata.
"Tidak perlu terburu buru, meski fisikmu kuat, tapi tuan sudah berbaring diatas ranjang lebih dari satu tahun... Maka tuan perlu membiasakan diri, atau berjalan dengan alat bantu untuk sementara..."
"Benar juga..." Zidan yang sebenarnya ingin berterimakasih itu mengurungkan niatnya.
Dia menatap anaknya untuk sejenak, lalu berkata. "Nak, bagaimana sebagai hadiah dari rasa terimakasihku, kamu ku jodohkan dengan putriku satu satunya ini?"
Mendengar permintaan ayahnya, wajah Anya menjadi merah layaknya tomat matang.
Mungkin wajah Anya begitu terawat. memiliki kulit yang bersih, dan tentunya sangat cantik. Tapi untuk menikahinya, dia tidak akan bisa menerimanya sama sekali. Pasalnya, kelima gurunya lebih sempurna dari Anya!
"Maaf tuan, aku tidak bisa menerimanya..."
Mata Anya terbelalak, rasa tak terima atas penolakan secara spontan itu membuat emosinya seketika meledak!
"Ka-kamu..." sembari menunjuk wajah Bintang.
"Hssst!" Zidan menghentikan kemarahan Anya. Dia tersenyum kecil sembari menjelaskan kelebihan Anya.
"Anakku adalah pemilik grup Star Fire. Penghasilan perbulannya lebih dari ratusan juta dolar. Dengan identitasnya ini, hidupmu akan berubah, bahkan hanya segelintir orang yang dapat menyaingimu dalam soal penghasilan, selain itu masih banyak kejutan lain yang tidak akan ku bocorkan.,.. Tuan bukankah penawaran ini sangat menggiurkan?"
Bintang mengulurkan tangannya, melihat sepertinya sosok murid dari Dewa Medist menyetujui keinginannya. Zidan segera meraih tangan anaknya, saat akan memberikan gandengan tangan. Tiba tiba Bintang mengundurkan tangannya.
"Bukan menyetujuinya, aku hanya meminta dua bantuan darimu saja."
"Ka-kamu!" Anya bertambah kesal mendengarnya.
"Apa itu?" Zidan mencoba menghentikan emosi putrinya.
"Pinjamkan ponsel anakmu itu selama tiga jam..."
Zidan hanya memberikan kode dengan kepalanya agar anaknya menuruti permintaan Bintang. Sesaat menerimanya, Bintang mulai membuka sosial media milik Anya.
"Memiliki folowers yang sangat banyak... Sepertinya sudah saatnya aku mencari uang untuk membeli tempat tinggalku sendiri!" Berkata dalam hati, Bintang segera memosting status, 'Pelelangan giok kehidupan akan dimulai hari ini dimulai dengan harga $100.000.000. Pelelangan akan ditutup setelah jam 00.00!"
Maha Raja tidak bisa berbuat apapun, dia menatap Zidane dengan serius. "Bukankah kamu orang kepercayaan Bintang paling lama?" "Benar..." "Tolong ceritakan padaku, bagaimana bisa Bintang diangkat menjadi murid dari lima wanita Naga..."Zidane menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. Meski dia orang lama, tapi Bintang tidak pernah banyak bercerita tentang asal usulnya. * Mengendarai mobil BMW E30 miliknya yang sederhana. Bintang menatap gerbang pintu keluarga Bela Diri Cahya dengan beberapa perasaan campur aduk."Kenapa aku menjadi ragu? Bukankah Dewi Perang itu kekasihku sendiri? Lagi pula, keluarganya sudah merestuiku...," Bintang menyatukan kedua rahangnya.Namun sang penjaga yang mengenal mobil yang dikendarai oleh Bintang segera membuka pintu."Tuan muda, silahkan masuk kedalam wilayah keluarga Cahya..."Tersadar dari lamunannya, Bintang segera memarkirkan mobilnya di wilayah keluarga Bela Diri Cahya.Beberapa saat berjalan, dia menatap kehadiran Yoga yang ternyata juga
"A-Aku akan menyerah... Aku akan membawa semua anggotaku untuk pergi dari seluruh wilayah Negara Amerta..." Kepala keluarga Rahwana menyatukan kedua rahangnya secara kuat. Dia sama sekali tidak dapat melawan. Semua menimbulkan kerugian, dan belum tentu dua keluarga kuno mau membantunya jika pertempuran berdarah terjadi.Semua anggota organisasi Naga Langit melepas sandera ditangan mereka. Namun sebelum mereka benar benar meninggalkan wilayah istana Naga Biru."Apa aku sudah mengizinkan kalian pergi?" Suara Bintang terdengar dingin, dia melepas topengnya."Raja Naga apa maksudmu... Aku sudah menyerah! Bukankah anda harus melepaskan kami semua?""Jika aku melepaskan mu begitu saja, bagaimana dengan penderitaan wilayah desa desa kecil di provinsi wilayah Malam Indah? Setiap satu anggota, potong satu jari kelingking kalian... Maka kalian bisa pergi?!""I-ini..." Kepala keluarga Rahwana menyatukan rahangnya.Jika para orang tua, melakukannya mungkin tak begitu masalah. Tapi bagaimana denga
Semua tatapan mata dari dua kepala keluarga kuno, dan dua tempat paviliun besar di negara Amerta menatap kearah kepala keluarga Sananta. Mereka semua meminta jawaban, atas hadirnya berkas yang bahkan leluhur mereka sendiri harus tunduk dibawah kekuasaan Kediaman Langit."Kalian begitu takut padanya... Berkas itu, hanya berkas yang berlaku pada masalalu... Semua usaha yang kita dirikan, itu adalah usaha kita sendiri... Kalian untuk apa masih takut?" Kepala Keluarga Rahwana tersenyum sinis."Ka-kamu..." semua tidak bisa banyak berdebat. Pilihan saat ini sangat sulit. Namun kepala keluarga Rahwana kembali menegaskan."Dia hanya berdua... Apa kalian tidak tahu kondisi kuat tengah berada dipihak mana?" sembari menyeringai.Maha Raja mendengus dingin, kesabarannya mulai goyah. Namun, lagi dan lagi cucunya yang menenangkan situasi."Aku hanya ingin meminta keputusan pada kalian semua..."Semua pandangan mata tertuju kearah Bintang. Hingga Bintang melemparkan buku semua keburukan dari tiga ke
"Didepanmu bisa mengaktifkan token Raja Naga... Sekarang masih ingin menunduk dan tidak ingin membuka pintu?!" wajah Maha Raja semakin suram.Hingga kesepuluh ahli bela diri yang ditugaskan menjaga Istana Biru membukakan pintu. Mereka, dengan sikap cepat memberikan jalan, lalu menundukan kepala sebagai tanda hormat.Melihat sikap para ahli bela diri yang dikirim keluarga kuno, Bintang mulai bergumam."Bermuka dua, ku ingin lihat seberapa besar ego mereka ketika keluarga Rahwana datang?!" Bintang tersenyum tipis. Dia bersama kakeknya memasuki halaman wilayah Istana Naga Biru.Istana ini, sangat luas. Mungkin jika beberapa helikopter pribadi mendarat, itupun masih terlihat berapa luasnya halaman istana termegah."Tempat ini, adalah tempat dimana ayah dan ibumu berkuasa... Dan di tempat ini, adalah tempat ayah dan ibumu terbunuh... Bintang, gejolak kekuasaan kali ini. Apa kamu benar benar siap?"Bintang mengangguk tenang, "aku tidak menantikan keberadaan tiga keluarga kuno... Tapi teruta
"Maksudmu kamu ingin menghancurkan keluarga Rahwana?" Bintang mengangguk, "kau ternyata tidak sebodoh itu..." "Tciiiih! Kau kira menghancurkan keluarga Rahwana itu mudah?" "Tunggu waktunya tiba... Kamu akan mengerti." Bintang keluar dari ruangan, dia segera masuk kedalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Hingga tak berselang lama, dia melihat sebuah token emas. Memiliki ukiran naga, dan nama, 'Raja Naga.' "Istana Naga Biru...," senyum tipis terlihat. Dia segera menyimpan token, dan kembali menggunakan topeng, serta Jaz mewah. Keluar dari dalam kamar, Bintang segera menemui kakek, dan Zidane. "Tuan muda, apa kita akan mulai sekarang?" Bintang menganggukan kepalanya. Hal ini membuat Maha Raja yang bingung dengan rencana cucunya mulai berkata, "apa yang ingin kalian lakukan? Kenapa tidak berdiskusi denganku?" "Aku memanggil kakek juga karena hal ini..." Bintang berbisik. Hingga sorot mata yang tajam dari Maha Raja terlihat. "Kau ternyata sangat pintar... Mari, kake
Bintang membalas pelukan itu, hingga dia mulai berkata, "bagaimana dengan situasi kediaman ini?""Selama kabarmu meninggal... Kami melakukan masa berkabung hingga saat ini... Bintang maafkan aku..."Tak ingin menyalahkan mereka. Pintu kediaman yang telah terbuka memperlihatkan Awan, beserta para CEO yang memang selalu ada didalam kediaman Langit."Bu-bukankah itu tuan muda?!""Tu-tuan muda masih hidup?!""Apakah ini hanya mimpi?!"Semua orang di dalam kediaman Langit meracau tak jelas. Namun setelah Bintang melangkahkan kaki diikuti oleh banyak orang dibelakangnya. Semua para CEO mulai tersadar. Ini memang bukan sebuah mimpi!"Tuan muda salam hormat?!"Bintang menganggukan kepalanya, dia berjalan kearah aula pertemuan para CEO diikuti oleh semua orang. Duduk di bangkunya, Maha Raja yang tak asing dengan kediaman Langit hanya diam terpaku. Dia melihat sosok Bintang tengah menunjukan kedewasaan, sekaligus kewibawaannya sebagai pemimpin."Dia memang cucuku yang paling hebat?!""Semuanya