"Kalian keluarlah..." Tatapan mata Dokter Tirta bertambah serius.
Dia berpikir siapa sosok Bintang? Kenapa dia dapat menggunakan metode kuno yang sangat diinginkan oleh para dokter dimasa ini untuk mengobati racun, bahkan penyakit yang sulit di tangani oleh alat medist dijaman modern?
Jika dia membiarkan Bintang terus hidup, ancaman nyata tentu dapat dia terima. Selain itu, mungkin Bintang akan menjadi seseorang yang dipuja oleh semua orang yang membutuhkan jasanya. Itu sudah cukup untuk membuatnya sakit hati!
*
Jalanan Cahaya sangat sepi, dan setelah menunggu sepuluh menit dijalanan itu. Akhirnya mobil BMW X4 yang sama dimiliki oleh Diana mulai berhenti didepan Bintang. Melihat dari mobilnya, Bintang mulai bergumam.
"Akhirnya seseorang telah menjemputku..."
Pintu mobil terbuka dan kini seorang gadis muda, dengan pakaian sederhana mulai menatap keseluruh tubuh Bintang dengan anggukan kepala lalu bergumam.
"Seluruh pakaian hitam, wajah yang tampan sesuai dengan ciri ciri wanita yang membahas sosok Dewi Medist..."
"Kenapa hanya diam?" Bintang berkata, pasalnya dia sudah mengantuk hingga gadis itu segera membuka mulutnya kembali.
"Apa anda adalah Tuan Bintang?"
Hanya mengangguk, hal ini membuat sang gadis itu segera membuka pintu dan membawanya untuk kembali ke kediamannya yang berada ditengah kota Awan.
Sepuluh menit kemudian.
Kediaman megah tak membuat pandangan Bintang tercengang, namun dia sedikit heran dengan penjagaan super ketat yang dimiliki oleh kediaman itu. Para penjaga memiliki senjata api, jelas identitas pemilik rumah ini mungkin tak bisa dibandingkan dengan Clara.
Mengikuti gadis itu memasuki kediaman, dan berjalan santai, tiba tiba gadis itu mulai membuka topik.
"Didalam rumah, ayahku terkena penyakit aneh... Dia sudah berbaring diranjang selama tiga tahun terakhir ini, dan tadi dia mengalami masa koma sesaat, harapanku aku ingin tuan menyelamatkannya, meski tidak dapat pulih seperti sedia kala, namun setidaknya ayahku tidak merasakan penderitaan yang sama dalam waktu tiga tahun ini." Gadis itu menyelesaikan ungkapannya, dia membuka pintu yang memperlihatkan seorang pria paruh baya dengan tubuh kekar terbaring diatas ranjang dengan banyak perlengkapan medist yang memperlihatkan bahwa kondisi pria itu benar benar memprihatikan.
"Dimana giok kehidupan yang telah kamu pecahkan?"
Gadis itu menganggukan kepalanya, dia mengeluarkan giok berwarna biru terang milik gurunya.
"Tuan ini..."
Memeriksanya dan menganggukan kepala setelah memastikannya, kini Bintang telah membuang potongan yang tersirat nomor telepon milik gurunya. Dia juga menyimpan bagian giok kehidupan itu kedalam sakunya.
Memeriksanya, dan melihat bahwa gadis itu tak banyak berkata. Bintang akhirnya memulai pengobatannya dengan memeriksa bagaimana kondisi pria paruh baya itu.
Sesaat setelahnya.
Tekanan darah yang tidak stabil, ada beberapa bekas luka peluru panas yang tidak sembuh, lalu racun yang hampir sama dengan dialami oleh ayah Clara. Sebenarnya bagaimana bisa ini terjadi? Bintang mengerutkan alisnya hingga gadis itu mulai berkata.
"Tuan bagaimana? Apa anda dapat menyembuhkan ayahku?"
"Ini hanya masalah ringan, kamu carikan aku beberapa bahan herbal mentah yang ku tulis segera... Aku akan melakukan pengobatan besok ketika semua bahan telah tersedia."
"Baik..."
Melihat semua bahan herbal yang telah tertulis, gadis itu menganggukan kepalanya.
"Bagaimana jika tuan keluar, dan biarkan ayahku beristirahat lagi? Jujur ruangan ini harus steril."
"Tidak bisa." Bintang menyangkal keinginan gadis itu.
"Tuan..."
"Jujur saja, ayahmu terkena racun yang menghambat sel darah yang seharusnya mengobati luka malah menjadi tak berfungsi, selain itu racun ini juga telah menyerang semua pembuluh darah dan juga jantung... Aku hanya ingin tahu dari mana asal racun ini berasal."
Gadis itu tercengang, lalu menatap Bintang dengan serius.
"Apa benar yang tuan bicarakan? Jika begitu, apa yang harus ku jelaskan kepada atasan ayahku? Ayahku adalah komandan pasukan Negara Amerta, identitasnya tak biasa. Jadi untuk memastikan keamanannya, Jendral besar tidak ingin siapapun menganggu waktu peristirahatannya!"
"Kamu tenang saja, katakan bahwa aku hanya seorang pembantu yang menjaga kebersihan dan melaporkan setiap kondisi kepadamu. Lagi pula ini hanya semalam, maka kamu akan tahu banyak kebenaran yang harus kamu tahu."
Gadis itu mengangguk, entah kenapa dia merasa bahwa apa yang dikatakan Bintang adalah kebenaran. Saat ini, dia tidak perduli akan hal lain kecuali keselamatan ayahnya. Hingga setelah gadis itu keluar.
Bintang mulai menatap pria paruh baya itu yang sebenarnya telah tersadar ketika dia memeriksa kondisi tubuhnya.
"Tuan apa kamu Dewi Medist yang dikatakan oleh putri kecilku itu?"
"Aku tak berani merebut identitas besar itu. Yang pasti putri kecil anda telah mengeluarkan giok kehidupan, jadi sudah tugasku untuk menyelamatkan anda."
Pria itu kembali memejamkan matanya, hingga saat melihat bahwa pria itu tidur terlelap. Bintang mulai menghela napas dan bergumam.
"Seharusnya yang akan masuk keruangan akan mengecek kondisinya."
Kraaak!
Pintu ruangan terbuka, Bintang dengan reflek berdiri dan memberi sambutan kepada pria bertubuh gempal yang tak lain adalah Dokter Tirta.
"Ka-kamu kenapa ada disini?!"
"Ha? Apa tuan sebelumnya mengenaliku?" Sembari memberikan senyum tipis, Bintang bersikap seolah tidak mengetahui sosok siapa didepannya itu.
"Penjaga! Ada penipu disini! Kenapa kalian membiarkannya masuk begitu saja?!" Dokter Tirta berteriak hebat. Dia sungguh tak menyangka bagaimana sosok Bintang dapat memasuki ruangan seorang komandan kusus pasukan penjagaan Negara Amerta!
Mendengar teriakan itu, salah satu penjaga mulai memasuki ruangan. Dia menodongkan senjata api kearah Dokter Tirta.
"Dia adalah pembantu baru nona Anya. Kamu sebagai dokter seharusnya dapat menjaga situasi tetap tenang, tapi kini malah berteriak! Kamu kira disini merupakan taman bermain?!"
Dokter Tirta terdiam, ancaman ini nyata! Dia tidak bisa banyak bertingkah kecuali membiarkan sosok Bintang juga berada disisinya.
"Baiklah..."
Penjaga itu mengangguk, dia menatap Bintang dengan tatapan berbeda, lalu keluar dari ruangan dengan santai.
Setelah beberapa saat. Situasi berubah menjadi tenang, Bintang terus menatap apa yang dilakukan oleh Dokter Tirta.
Dia menyuntikan cairan berwarna sedikit kehijauan kearah selang infus yang membuat Bintang mulai membuka mulutnya.
"Seorang dokter mengutamakan keselamatan nyawa pasiennya, tapi baru kali ini seorang dokter ingin membunuh pasiennya. Dokter Tirta, dengan identitasmu sebagai dokter terbaik di kota ini, apa begini caramu bertindak?"
Dokter Tirta tersenyum tipis, "Bintang kamu jangan sok pintar, lagi pula Komandan ini tengah menjalani masa koma, jadi apa semua penjaga ini akan percaya bahwa aku akan membunuhnya?"
Mendengar hal itu, Bintang mendekatkan diri kearah ayahnya yang ingin memaki dokter Tirta segera menekan syaraf otot pergerakannya agar membiarkan Dokter Tirta pergi tanpa timbul rasa curiga.
"Benar juga, aku hanya seorang pembantu... Apa yang aku lihat tentu bisa dapat kamu bungkam dengan mudah!"
"Tahu diri juga, tapi kusarankan jangan ikut campur urusanku, jika hal ini terjadi itu hanya akan membawamu kedalam bencana yang tak pernah kamu pikirkan!" Dokter Tirta yang telah menyelesaikan tugasnya segera keluar dari ruangan
Bintang menganggukan kepalanya, dia meraih satu jarum akupuntur lalu membuka gembok jeruji besi secara diam diam. Dibantu oleh pengawasan Jaka. Hingga gembok terbuka, Bintang mulai menjalankan aksinya. Dia segera keluar sembari mengendap endap! "Berhati hatilah!" Jaka memberi pesan. Bintang menganggukan kepalanya, dia terus melangkahkan kaki secara hati hati. Hingga saat melihat dua penjaga penjara yang tengah berjaga terlalu fokus menghadap ke depan. Bintang dengan langkah cepat mengambil tiga jarum akupuntur, lalu menancapkan ke semua syaraf pergerakan mereka! Jleeeeeb! Jleeeeeb! Menarik kedua tubuh penjaga kedalam penjara. Bintang segera mengganti pakaiannya bersama Jaka. Beberapa saat kemudian. "Apa yang kamu lakukan padanya? Kenapa dia hanya bisa diam seperti patung?" "Jendral... Aku akan memberi tahu fungsinya setelah rencanaku berjalan lancar. Sekarang kita akan menyelinap, dan mencari cara meledakan barak militer ini." Jaka mengangguk, entah mengapa rasa untuk memperc
Jaka yang melihat kejadian tersebut hanya bisa diam dengan dipenuhi banyak pertanyaan dipikirannya. Bagaimana bisa sosok dokter militer yang baru masuk itu memiliki kemampuan yang tak bisa dipikir dengan nalar biasa? "A-apa Jendral Bangkit telah mati?! I-ini..." Bintang menatap kearah pasukan Negara Jiwa dengan raut wajah tanpa ekspresi. Yang pasti, dia tak berniat untuk melepas mereka setelah membunuh prajurit dari pasukan barak militer negara Amerta. "Ka-kami menyerah!" Satu persatu prajurit Negara Jiwa membuang senjata mereka. Hingga ditengah mereka akan dikumpulkan satu persatu. Doooooor! Suara senjata api meletus yang membuat seluruh orang di tempat Bintang menundukan kepalanya. Namun Bintang tak sigap, hingga kejadian yang begitu cepat menembus kulit pada area perutnya terjadi! Jleeeeeb! Darah segar keluar dari luka yang diakibatkan peluru panas, hal ini membuat sosok Jendral Jaka segera memberi perintah cepat! "Bentuk pertahanan! Dan cari siapa yang menggunakan senjat
"Jendral, aku akan membantumu... Bagaimanapun, aku memilih dua keahlian... Jadi tak salah kan?""Tidak bisa! Meski dua pilihan, kamu belum berlatih dibawah bimbinganku, ikut bertahan di tempat ini... Sama saja kamu akan mati?!"SWUUUUUUSH!Tiba tiba sebuah pedang melintas cepat dari arah timur kearah Bintang. Namun insting pertahanan hidupnya telah bergejolak, Bintang melakukan salto kesamping sembari meraih gagang pedang yang hampir menusuk jantungnya itu.Haaap!"Re-reflek sangat cepat!" Jendral Jaka terkejut, dia tersadar, malahan sosok dokter baru itu telah bergerak menuju kearah pertempuran utama!Slaaaash! Slaaaash! Tiiiing! Tiiiing!Bergerak ke arah sumber suara pertempuran, kini dia dapat mencium aroma amis yang menyebar! Bahkan sepatunya telah menginjak genangan darah."Pembantaian ini..." Wajahnya berubah menjadi datar, hingga seorang pria bercadar bergerak menghunuskan pedang kearah Bintang.Merasakan adanya serangan, Bintang mulai mengayunkan pedang ditangannya.CTIIIIIING
Kehilangan lengan, Bintang dapat melihat luka itu diakibatkan oleh sebuah pedang. Luka kulit membiru, tubuh pucat, menggigil, semua itu diakibatkan oleh racun! Dan perban di badan, itu mungkin karena peluru panas. Namun tidak semua prajurit terkena peluru panas. Bintang dapat melihat bahwa dari banyaknya korban perang, mereka hanya terkena racun, dan juga luka diakibatkan oleh sebuah pedang! "Cara perang yang terlalu kuno, namun sangat mematikan..." "Tebakanmu benar, perang di dua negara kali ini tidak melibatkan kontak senjata berat... Kami saling berperang layaknya dimasalalu, hanya kontak senjata tajam, dan serangan kuno lainnya... Apakah melihat ini semua kamu jadi takut?" Apa yang dia takutkan? Hingga setelah tiba di barak utama pelatihan. "Sekarang kamu isi formulir sesuai keinginanmu... Dan setelahnya nanti ada seseorang yang melatihmu sebelum berperang!" Bintang menganggukan kepalanya, dia kembali mengisi formulir yang dia isi. Di formulir itu, terdapat dua ke
"Mungkin ayahku tidak berani melakukan hal seperti ini karena dia menghormati ibuku... Tapi, kedua orang tuaku telah tiada, lantas di hidupku ini, aku hanya menghormati orang yang mau menghormati ku... Eni, enyah dari hadapanku, atau..." Eni keluar dari aula dengan langkah cepat menahan marahnya. Yang pasti, dia hanya berkata, "semoga kamu masih bisa hidup setelah menamparku!" Bintang tak membalasnya, dia menatap pak Diki yang sejak tadi tidak ingin ikut campur urusan keluarga. "Pak Diki, kinerjamu bagus... Tapi jika ada luang kosong, bantu Anya untuk mengelola Asosiasi Pill Naga..." Pak Diki mengangguk, dia segera keluar dari aula pertemuan dengan langkah santai. Setelah kepergian pak Diki, tiba tiba seorang yang begitu familiar memasuki aula. Bintang hanya memijat keningnya untuk beberapa kali. "Setiap duduk disini, banyak sekali yang mencariku..." Dia menggerutu kesal, namun Diana yang mendengarnya mulai mendengus dingin. "Hmppp! Tuan muda, apa kamu tidak ingin menjalani mis
Bintang melakukan aksi yang menarik, setelah menyerap semua gas racun kedalam tubuhnya. Dia mulai membuka mulutnya. Hingga gas racun yang ada didalam tubuhnya keluar menyembur kearah Dewa Racun! "Ka-kamu?!" Dewa Racun mencoba menghindar, hal ini membuat Bintang yang telah mengeluarkan semua racun itu mulai duduk sembari menancapkan beberapa jarum akupuntur ke beberapa titik peredaran darahnya. "Meski semua gas racun terlihat kamu buang... Tapi masih ada beberapa racun itu menempel di mulut, dan hidungmu... Bintang kamu benar benar naif?!" "Naif?" Senyuman tipis mulai terlihat, Bintang mulai mengeluarkan satu Pill berwarna merah darah. "Pill penangkal seribu racun... Pill ini ku bentuk saat aku masih belajar menciptakan beberapa Pill dan tak pernah ku gunakan... Akhirnya kamu berguna juga..." Memejamkan matanya, sontak gas hitam keluar dari pori pori kulitnya. Melihat hal itu, mata Dewa Racun terbelalak! "Ba-bagaimana bisa?!" "Aku berani melawan mu, bearti aku telah memi