Share

Bab 6

"Aku sungguh nggak apa-apa. Apa kamu sudah meringkas pekerjaan kemarin?"

Alya langsung membicarakan pekerjaan, Tiara tidak punya pilihan selain membawakannya dokumen yang tertata rapi itu. Lalu, Tiara juga menuangkannya segelas air hangat.

"Karena nggak mau ke rumah sakit, Kak Alya harus minum air hangat yang banyak."

Tiara adalah asisten yang Alya pekerjakan sendiri. Wanita ini biasanya bekerja dengan rajin, tetapi mereka berdua tidak mempunyai hubungan apa pun di luar kerja.

Oleh karena itu, Alya cukup terkejut dengan kekhawatiran yang ditunjukkan asistennya.

Hatinya pun menghangat. Kemudian, dia meminum air hangat itu beberapa teguk.

Sebelumnya dia merasa agak dingin, tetapi setelah minum air hangat tersebut, akhirnya Alya mulai merasa lebih baik.

Namun, Tiara masih menatapnya dengan khawatir.

"Kak Alya, bagaimana kalau aku saja yang melakukan presentasi hari ini? Kamu istirahat dulu saja di kantor, ya?"

Alya menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, aku bisa kok."

Dia hanya merasa agak tidak enak badan, dia tidak selemah itu.

Jika dia meminta orang lain mengambil alih pekerjaannya hanya karena sedikit tidak enak badan, lama-kelamaan dia akan menjadi malas.

Bagaimana bila tidak ada orang yang membantunya ketika dia benar-benar sakit nanti?

Alya merapikan dokumen-dokumen di mejanya, lalu berdiri dan pergi ke ruang kantor Rizki.

Ruang kantornya dan Rizki agak jauh. Biasanya dia tidak apa-apa, tetapi mungkin karena pileknya hari ini, Alya merasa agak lelah.

"Tok tok."

"Masuk."

Suara dingin dan berat pria itu terdengar dari dalam ruangan, Alya pun membuka pintu.

Setelah pintu terbuka, Alya menyadari bahwa ada orang lain di dalam ruangan.

Gaun putihnya menonjolkan pinggangnya ramping, lalu rambut panjangnya dengan lembut menggantung di sisinya. Di bawah sinar matahari yang masuk melalui jendela prancis di kantor itu, sosok Hana tampak begitu anggun dan cerdas.

Setelah menyadari siapa orang itu, sekujur tubuh Alya membeku.

"Alya, masuklah."

Hana menghampirinya sambil tersenyum. Sebelum Alya dapat bereaksi, wanita itu tiba-tiba memeluknya.

Tubuh Alya makin membeku, melalui pundak Hana, matanya bertemu dengan mata hitam Rizki.

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke meja kantor, menatapnya dengan tatapan yang misterius. Alya tidak tahu apa yang dipikirkannya.

Di tengah kebingungan Alya, Hana pun melangkah mundur.

"Aku sudah mendengar tentangmu dari Rizki. Aku turut merasa bersalah." Wajah Hana menunjukkan ekspresi menyesal. "Kalau ada yang bisa aku bantu, katakan saja padaku."

Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Hana sudah mendengar semuanya dari Rizki?

Alya dengan cepat memahami situasinya.

Tentu saja, pernikahan mereka selalu berada di bawah mata publik, tidak mungkin mereka bisa menyembunyikannya dari Hana.

Karena tidak bisa menyembunyikannya, maka Rizki perlu menjelaskannya.

Selain itu, Hana juga bersikap baik padanya.

Alya menyingkirkan kegetiran di hatinya dan memaksakan sebuah senyum di bibir pucatnya.

"Terima kasih, sejak kapan kamu kembali?"

"Aku kembali dengan pesawat kemarin."

Kemarin?

Dengan kata lain, Rizki langsung pergi menemuinya ketika dia baru kembali.

Tentu saja, Hana adalah orang yang paling pria itu sayangi.

"Oh ya, kenapa kamu pucat sekali? Apa kamu sakit?" Hana tiba-tiba bertanya.

Mendengar pertanyaan tersebut, Rizki yang sedang bersandar dengan santai di meja, mendongak dan menatap Alya. Setelah mengamati wanita itu, dia mengerutkan keningnya.

"Apa karena kamu kehujanan semalam?"

"Kehujanan?" Hana terlihat bingung.

Alya menghela napas dan hendak menjelaskan, tetapi disela oleh suara dingin Rizki yang berkata, "Kamu sakit, tapi kenapa keras kepala sekali? Perusahaan ini nggak hanya bergantung padamu. Pulang dan istirahatlah."

Hana tanpa sadar melirik Rizki.

Kenapa pria ini tiba-tiba terlihat marah?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bahasanya terlalu kaku dan baku. persis cerita terjemahan dari luar. biasanya cerita dari negeri tirai bambu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status