Share

Pertarungan Kakak dan Adik

Selene mencibir kakaknya dengan seringai menyebalkan.

Gadis itu mengatakan semua apa adanya. Nyatanya, memang tidak ada yang lebih tahu realita kehidupan di akademi dibanding Lucas sendiri.

Dia juga murid di sana!

Lucas tidak bisa menutupi raut kesalnya. Apa-apaan dengan tuduhan tanpa dasar itu!

Aku? Takut dengannya?! Dia pasti sudah gila!

"Untuk apa aku takut padamu?" sanggahnya.

"Oh sungguh? Hmm... kau pasti sangat percaya diri dengan kemampuanmu sampai-sampai meremehkanku begitu ya."

"Hentikan, Selene!" sergah Duke memperingatkan. 

"Kalau begitu, bertarunglah denganku! Kita buktikan siapa yang lebih baik! Jika kau berhasil menang, maka aku akan menyerah untuk masuk ke akademi."

Hah! Mana mungkin aku menyerah begitu saja!

"Tapi jika aku yang menang, itu artinya aku memang pantas berada di sana karena telah berhasil mengalahkan salah satu murid terbaik di akademi. Bagaimana? Cukup adil, bukan?"

Jika Selene dirasa tidak pantas masuk ke akademi hanya karena dianggap lemah, maka dia hanya perlu membuktikan bahwa dirinya tidak selemah itu.

"Hentikan, Lucas! Jangan melawan adikmu!"

Pikiran Lucas berkecamuk. Perkataan Selene yang menuduhnya hipokrit membuatnya tidak tenang. Selene sudah membuktikan kemampuannya di hadapan semua orang dan berhasil meyakinkan semuanya bahwa dirinya memang berbakat.

Di satu sisi, dia tidak ingin melawan adiknya, tapi di sisi lain nama baiknya benar-benar sedang dipertaruhkan.

Tidak ada salahnya jika aku menerima tantangannya dan membuatnya menyadari kemampuannya, bukan? Lagipula kemungkinannya untuk menang jauh lebih kecil.

Maka dengan mengabaikan peringatkan ayahnya, Lucas akhirnya menjawab tantangan Selene. "Baiklah, kuterima tantanganmu!"

Yes!

Selene bersorak dalam hati.

Dia tahu kemungkinannya menang dari kakaknya memang lebih kecil. Namun, bukan berarti kemungkinan itu tidak ada sama sekali.

"Jangan khawatir, Sir. Aku pasti akan memenangkan pertandingan ini. Terima kasih sudah membantuku." Selene memeluk Sir Nicholas sebagai bentuk rasa terima kasih.

"Semoga beruntung, Lady Selene."

Pertandingan antara Lucas dan Selene akan segera dimulai. Selama Lucas mempersiapkan diri, Duke terus mendesaknya agar berubah pikiran.

"Aku tidak akan menyakitinya, Ayah. Aku janji, aku hanya ingin menyadarkannya bahwa hanya di sinilah dia seharusnya berada. Dunia luar bukanlah tempat yang tepat untuknya."

Meskipun Duke tahu maksud dan tujuan Lucas adalah untuk kebaikan Selene, tapi sebagai orang tua perasaannya sungguh tidak tenang.

Memangnya orang tua mana yang rela melihat darah dagingnya mengacungkan pedang satu sama lain?

"Peraturannya masih sama seperti sebelumnya. Dilarang melukai satu sama lain. Siapa yang pertama kali berhasil melepaskan kain yang terikat di tubuh lawan adalah pemenangnya." Sir Nicholas kembali menjelaskan peraturannya sebagai wasit dalam pertandingan ini.

"Kuharap kau tidak segan-segan padaku," oceh Selene, memprovokasi.

Lucas tidak menanggapinya dan hanya memasang raut wajah datar.

"Fight!"

Pertandingan sudah dimulai.

Selene mulai menyerang terlebih dulu. Dia mengayunkan pedangnya, mencoba mendesak Lucas. Pelajaran pertama yang diajarkan Sir Nicholas padanya, 

"Pertahanan terbaik adalah dengan menyerang."

Adegan saling serang pun tak dapat terelakan. Baik Lucas atau Selene, keduanya sama-sama tidak gentar meski lawan yang mereka hadapi adalah saudara kandung mereka sendiri.

"Sudah kubilang, menyerahlah pada keinginanmu itu. Tidak ada tempat yang bisa memberimu keamanan sebaik rumah ini." Lucas mengacungkan ujung pedangnya pada Selene.

Pelajaran kedua, 

"Jangan lengah sebelum lawanmu benar-benar kalah."

Selene hampir saja kalah, gadis itu tertunduk dengan tumpuan pedangnya. Cerobohnya Lucas tidak langsung memotong kain yang ada di lengannya. Maka ketika pria itu mendekat, Selene sudah bersiap untuk memberikan serangan balik.

Pelajaran ketiga, 

"Manfaatkan peluang sekecil apa pun. Setiap detik dalam pertempuran akan menentukan hasil akhirnya."

Dengan gerakan cepat Selene mengangkat pedangnya. Namun, refleks cepat Lucas berhasil menangkisnya. Kini mereka kembali beradu pedang.

"Sudah kubilang, aku tidak akan menyerah apa pun keadaannya."

Pelajaran keempat, 

"Kemenangan tidak akan bisa diraih jika kau menyerah."

Setelahnya, Lucas kembali mendominasi pertandingan. Dia berhasil memojokkan Selene hingga gadis itu hampir keluar dari pembatas. Di saat semua orang berpikir kemenangan Lucas sudah hampir di depan mata, saat itulah Selene memupuskannya.

Kaki kanan Selene menginjak pagar pembatas hingga tubuhnya terangkat dan dengan tumpuan tangan kirinya, dia memutar tubuhnya. Seperti gerakan lambat layaknya film aksi, tubuh Selene melayang di udara. Dengan gerakan cepat, tangan kanannya dia ayunkan ke arah lengan Lucas.

SRETTT!!

Hal selanjutnya yang terjadi adalah kain biru itu tergeletak di atas tanah.

Selama beberapa saat, keadaan sangat hening. Semua mata menatap dengan tidak percaya melihat hasil pertandingan yang mereka saksikan saat ini.

"Lady Selene menang!" teriak seorang prajurit yang berada di bangku penonton diiringi sebuah tepuk tangan. Seketika itu sorakan pun mulai terdengar. Semua orang bersorak untuk kemenangan Selene.

Selene awalnya tidak menyangka akan menang saat bertanding melawan kakaknya. Namun kemudian dia tersadar, dia berbalik dan mendapati kakaknya masih mematung di tempatnya berdiri. Dia melirik potongan kain yang berhasil dia robek.

Selene berjalan mendekati kakaknya, kemudian memungut kain itu dan menyodorkannya pada kakaknya. Sambil tersenyum dia berkata, "Kau tidak perlu cemas lagi, Kak. Aku sudah lebih kuat dari sebelumnya. Mulai sekarang, mari kita jaga Ayah dan keluarga ini bersama-sama."

Pelajaran kelima, 

"Ilmu berpedang dipelajari bukan untuk saling menyakiti, melainkan untuk melindungi apa yang kau cintai."

Lucas tidak mampu membendung air matanya mendengar perkataan adiknya barusan. Tanpa berkata apa pun lagi, pria itu kemudian memeluk adiknya dengan erat.

Selene membalas pelukan kakaknya sama eratnya. "Aku minta maaf sudah menyebutmu hipokrit," bisiknya. 

Lucas hanya bisa tertawa mendengarnya. Dia benar-benar mengakui kekalahannya kali ini. Adiknya ini benar-benar berhasil mempermainkan akal sehatnya. 

"Ini yang kukhawatirkan, kau sudah cukup kurang ajar padaku sekarang. Bagaimana jadinya nanti setelah kau masuk dan bergaul dengan anak-anak di akademi?" kelakarnya. 

Keduanya tertawa bersama sambil memeluk satu sama lain. Para pelayan dan kesatria yang melihatnya pun merasa tersentuh dengan keakraban kedua bersaudara ini. 

Duke Alpheratz yang mendengar pertandingan berakhir, bergegas kembali memasuki arena latihan.

Selama pertandingan berlangsung, dia terus berdoa di luar arena. Dia berharap akan hasil terbaik apa pun yang terjadi, karena baginya bukan siapa yang menang atau kalah, namun keselamatan anak-anaknya.

Dia begitu terkejut ketika mendapati putra dan putrinya memeluk satu sama lain di pinggir arena.

Lucas dan Selene menoleh bersamaan menatap ayahnya yang datang dengan raut khawatir.

"Ayah, mari kita kirim Selene ke akademi. Dia pantas mendapatkannya," ucap Lucas.

Duke melirik sekilas kain biru yang dipegang Selene dan kain merah yang masih terikat di lengannya. Tanpa berpikir dua kali, pria itu bergegas menghampiri Lucas dan Selene lalu memeluk keduanya dengan erat.

"Syukurlah kalian tidak terluka. Jantung Ayah hampir berhenti memikirkan kalian saling mengacungkan pedang satu sama lain. Ayah tidak sanggup melihatnya."

"Ayah seharusnya melihat betapa kerennya putri Ayah saat mengalahkanku tadi," celetuk Lucas membuat Selene menyikut perutnya. "Kau berlebihan."

Begitulah bagaimana akhirnya, Selene berhasil membuktikan bahwa dirinya memang pantas menjadi ahli pedang sesungguhnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status