Entah siapa lagi yang disebutkan Syasya. Aku sudah tak fokus pada ucapan yang keluar dari mulut istri mudaku itu. Raut sumringah terpancar pada wajah Nisa. Siapa gerangan mereka? Kenapa Syasya mengenali semuanya.
Aku melihat kearah Syasya, wajahnya sudah pucat. sepertinya darah tak mengalir pada tubuhnya.
"Kamu baik-baik saja, Sya?" tanyaku karena baru kali ini melihat wajahnya pasi seperti mayat.
"Eee ... A-aku ngga papa, tiba-tiba perutku sakit. Aku mau pulang saja ya!" ucapan Syasya membuat aku makin penasaran siapa laki-laki yang di kenalinya. Temannya kah? Sejauh ini aku tak pernah dikenalkan dengan teman-teman Syasya.
Syasya beranjak berdiri, dengan cepat meraih tas yang sempat ia letakan di atas meja.
"Kamu mau kemana?" tanya Nisa pada Syasya dengan menarik satu tangannya.
"Ini acara khusus untuk pesta lajangmu loh!" Nisa menambahkan.
Aku melonggo, apa maksudnya pesta lajang. Bukankah pesta itu hanya untuk kaum laki-laki sebelum menikah?
"Ayolah! Kita sedikit bernostalgia, apa kamu tak ingin mengenang masa-masa manis bersama mereka. Mereguk manisnya madu cinta?" Sungguh ucapan Nisa tak bisa aku cerna. Ia terlalu luwes dalam berbicara. Penuh teka teki. Ah! Kukira dia hanya istri pemalas yang tahunya hanya mengurus rumah dan anak kembar kami.
Nisa menarik tangan Syasya, membuat ia tak mampu menolak. Semua laki-laki yang berjumlah delapan orang itu duduk. Mereka seperti sudah tak sabar untuk menikmati hidangan yang telah disediakan.
Pantas Nisa meletakan banyak piring, bahkan lebih dari dua puluh. Tunggu! Kalau ia meletakkan piring sebanyak itu? Artinya masih ada yang akan datang? Siapa lagi yang Nisa undang. Semua orang disini saja aku tak mengenali.
"Ayo makanlah! Kita rayakan kemenangan suamiku yang telah berhasil dari kalian." Senyum Nisa mengembang.
"Selamat ya, Ar! Kamu pria hebat, dapat bertahan dengan Syasya. Aku saja nyerah hanya kuat lima bulan berpacaran dengannya! Badgetku tipis bro, karena aku hanya direktur saja!" Apa jadi lelaki bertubuh besar dan tinggi dengan pakaian rapi itu ternyata mantan pacarnya Syasya. Itu artinya yang lain juga ....
Aku memijit kening, tak aku balas ukuran tangan lelaki tadi. aku masih syok. Apa maksud dengan semua ucapanya? Bagaimana dia bilang aku kuat? Dan menghubungkan dengan profesi. Selama ini Syasya baik-baik saja. Tak pernah meminta hal lebih kecuali sekedar jalan-jalan.
"Udah makan dulu, nanti aja mengucapkan selamatnya. Aku takut Mas Arman pingsan sebelum makan. Kalau udah makan kan bisa lebih kuat menghadapi kenyataan. Betul kan, Mas?" Nisa menatapku menggoda, seolah tengah mengejek.
Apa maksud semua ini. Aku bingung dengan drama yang dibuat Nisa. Bahkan kulihat Syasya terdiam bagai patung.
"Syasya itu mantap goyangannya, Bro! Sayang aku juga nggak kuat sama keroyalannya. Itu juga yang membuat aku harus bubar dengannya. Dia itu glamaur, bedaknya saja setara gajihku satu bulan. Kalau diteruskan bisa-bisa aku kenyang makan bedak dan goyangannya di ranjang." Lagi seorang lelaki berkata, membuat aku hampir pingsan mendengar kata ranjang?
Aku menatap wanita bermake-up cantik itu, aku memang mengagumi kepintarannya dalam mempercantik diri, tapi ... Apa maksud ucapan dari para lelaki disini. Apa benar mereka pernah menjamah Syasya. Itu artinya?
"Syasya!" Aku mencoba mencari jawaban padanya namun sepertinya aku tak menemukan, karena Syasya hanya terdiam dan tertunduk, bahkan kulihat bibirnya bergetar karena ketakutan. Apa mereka semua itu hantu bagi Syasya?
"Sudah, sudah ... Slow dulu. Jangan buat kondisi makin tak kondusif. Ayo-ayo nikmati makanan kalian!"
"Iya Mbak Nisa. Makasih udah undang kami kesini. Terima kasih atas jamuannya ya, Mbak!" Semua mengangguk mengikuti instruksi satu laki-laki yang berucap.
"Ayo, Mas. Makan dong! Suapin juga tuh Syasya. Sepertinya dia juga belum menyentuh makanannya. Mungkin dia grogi bertemu para mantannya!"
Aku membelalakkan mata. Jadi benar semua laki-laki disini adalah mantan Syasya. Astaghfirullah ... Aku nomor berapa? Ternyata aku mendapatkan wanita yang seperti piala bergilir.
"Ayo, Mas. Kenapa makananya didiamkan saja! Biasanya kamu paling lahap lho." Nisa mendekat kearahku. Mengusap punggung ku dengan sedikit berbisik.
"Makan, Mas. Masih ada kejutan lain menantimu. Aku takut kamu tak kuat menerima kenyataan!"
Sial! Apalagi yang di maksud Nisa? Sepertinya aku ingin pingsan saja.
===!!!==
Nisa kembali duduk pada tempatnya, setelah sebelumnya menatapku dengan senyum penuh arti. Ah! Aku tak tahu apalagi yang akan ia lakukan."Makanlah, makanlah!" tawar Nisa pada semua yang ada di sana. Para laki-laki tersenyum dan menikmati hidangan. Hanya aku dan Syasya yang masih belum menyentuh makanan itu. Bahkan Bisa saja sudah mulai menyendok makanannya kemulut."Ngomong-ngomong semua yang disini, siapa yang paling lama pacaran dengan Syasya?" Lagi, Nisa membuka percakapan yang tak terduga. Seketika para lelaki yang aku yakin buaya semua itu menghentikan aktifitas makanya sejenak."Aku cuma kuat, 4 bulan.""Aku hanya satu bulan, tapi walau satu bulan tetap bisa menikmatinya kok!""Aku 7 bulan." Akhirnya hanya satu orang yang menjawab tujuh bulan. Aku sendiri makin tak mengerti tapi penasaran dengan apa yang mereka sampaikan.Mereka saling bersuara, memamerkan setiap hal yang mereka pernah lewati dengan istri baruku ini. Sungguh aku malu tapi sepertinya aku terlambat.Kini apa yang
Ting ... Tong!Bel berbunyi, siapa lagi yang datang? Aku menautkan alis, menatap Nisa, wanita yang hari ini kulihat lebih energik. Seratus delapan puluh derajat aku telah salah duga.Kukira kepulangan ku membawa madu untuknya akan membuat dia meraung dengan tangis yang tumpah-tumpah. Nyatanya dia justru terlihat sumringah bahkan kulihat dia lebih ... Ah! Aku lupa jika selama aku pulang, aku belum melihat Al dan El--anak kembarku-- dimana dia? Biasanya saat aku pulang langsung disambut tangisannya yang berebut maninan.Nisa beranjak, aku menahannya."Siapa lagi?" tanyaku dengan menyorotnya dengan mata tajam. Dia tersenyum, ada sedikit rasa nylekit dihati ini.Bukan jawaban yang kutemukan, dia justru melepaskan tanganku darinya dengan sehalus mungkin."Nisa!" Panggilku sedikit geram. Namun, Ita tetap melangkah menuju pintu.Jantungku berpacu, lebih cepat dari mobil balap, seperti akan meloncat saja. Aku sudah tak mempedulikan laki-laki mantannya Syasya yang masih asik berbincang tentang
"Ma-maksud kamu apa, Nis?" tanyaku dengan suara yang bergetar. Sungguh aku tak kuat lagi jika harus terkejut untuk kesekian kalinya."Loh! Kok kamu malah bingung. Ini sengaja acara untuk kamu loh. Kamu ngga suka aku buatkan pesta atas pernikahan keduamu. Harusnya kamu bangga, ngga ada istri seikhlas aku. Yang rela merogoh tabungan hanya untuk mengadakan pesta pernikahan suaminya yang kedua." Nisa berkata penuh penekanan. Tak dapat di sangkal apa yang ia katakan. Benar, baru kali ini mungkin, ada perempuan yang mau membuatkan pesta pernikahan untuk madunya."Ta-tapi?" Aku masih saja tergagap, namun sedetik kemudian Nisa sudah berhasil membuatku berdiri walau dengkulku terasa linu."Mbak, ini pesta pernikahanku, kenapa kamu yang dandan?" Kali ini Syasya terlihat protes. Benar juga? Aku malah jadi makin bingung."Oh, kamu mau dandan juga?" tanya Nisa dengan nada pelan."Iya!" Dia tersenyum sumringah."Baik, Mbak!" Panggil Nisa pada perias."Iya, Mbak.""Berapa duit untuk merias dia?" tan
"Ha ... Haa ... Haa ...!" Tawa riuh para tamu yang hadir, membuat aku yang hampir kehilangan kesadaran langsung pulih. Mataku kembali terang. Aku harus menyelamatkan Syasya dari ejekan para tamu yang hadir. Apalagi ada petinggi di perusahaan ku. Pak Denis, selaku direksinya. Bisa malu tujuh turunan aku.Segera aku menuju dimana Syasya berdiri. Ia terlihat heran dengan semua orang yang tertawa melihatnya. Tak sadarkah dia? Jika riasnya menyerupai Kuntil beranak atau badut ulang tahun?"Sini, Sya!" Aku menarik tangannya dan membawanya masuk kekamar. Terlihat perias itu tengah tertawa terbahak sendiri di dalam kamar."Kamu!" Hardikku padanya yang langsung direspon dengan dia beranjak berdiri."Apa yang kamu lakukan pada istriku!" Aku mulai memarahinya, tak peduli lagi suaraku terdengar sampai kedepan."Aku hanya mendandaninya saja, Pak! Bukankah dia minta gratis," ucapnya tanpa rasa berdosa."Arrggghhh ...!" Tiba-tiba Syasya berteriak."Sya!" Aku langsung berusaha menenangkannya. Bahkan
Apa-apaan! Dia pikir karena aku sudah punya Syasya, dia jadi bebas dengan lelaki lain? Enak saja! Murahan sekali dia, tak jauh beda kalau begini dengan Syasya.Kutarik tangan Nisa untuk segera menjauh dari laki-laki kegatelan itu. Tanpa permisi ataupun berbasa-basi. Kalau seperti ini keadaannya, lebih baik dia aku kurung saja!Laki-laki itu mengejar, dia membuka topengnya yang ternyata adalah Hari manager juga di perusahaan ku bekerja. Manager personal tepatnya."Apa kamu? Jangan mentang-mentang aku punya istri lagi kamu bebas gangguin istriku, RI!" Aku mendorong tubuhnya yang berusaha melepaskan tanganku dari Nisa.Hari tak mau kalah, dia tetap berusaha untuk melepaskan tanganku. Semua orang sudah berkumpul melihatku. Aku masa bodoh. Pokoknya tak ikhlas jika Nisa dengan laki-laki lain selama masih menjadi istriku."Lepaskan, Ar! Dia ...!" Hari terus saja ngeyel."Mas." Dari belakang ada yang mencoba menepuk pundakku. Aku tak peduli, aku harus jauhkan Nisa dulu. Kudorong kembali tubuh
"Maaf, Pak! Jangan campuri urusan keluargaku. Aku hanya mendidik istriku agar tak kur*Ng ajar!" Aku sudah betul-betul emosi, lelah! Padahal belum ada sehari aku membawa Syasya satu rumah dengan Nisa."Ini menjadi urusanku ketika kamu sudah mulai ringan tangan kepada perempuan! Kamu sudah keterlaluan memperlakukan dia, Man. Dia sudah berbesar hati menerima poligami tapi kamu justru makin semena-mena!" Lagi, Pak Denis seperti membela penuh pada Nisa. Aku makin curiga mereka memiliki hubungan."Tapi yang ia lakukan sudah salah! Dia membawa barang haram kerumah!" Aku tak mau disalahkan."Kamu yang harusnya mikir, tanyakan apa benar dia yang membawa minuman itu kesini dan memberikan pada Syasya?!""Tak perlu, aku sudah tahu semuanya, dia biang kerok dari semua masalah, bahkan Tek segan mempermalukan Syasya didepan semua orang." Aku kembali menarik tangan Nisa. Nisa tak melawan tapi tatapan matanya sudah menyiratkan kemarahan besar. Bodo amat!"Kamu!" Pak Denis maju, mencekal kerah bajuku d
PoV Nisa."Nis! Aku pulang ...." Suara Mas Arman dari arah pintu langsung membuat aku yang tengah sibuk mengasuh putra kembarmu bergegas menyambutnya.Kucium tangannya dengan takzim walau penuh perjuangan, karena kedua tanganku mengendong Al dan El."Anak papa udah mandi?" tanya Mas Arman mencoel pipi Al dan El. "Udah dong, Pah." Aku yang menjawab, kini El berusaha berontak meminta turun dari gendongan.Mas Arman tak membantu, dia malah memberikan tas yang ia bawa. Aku makin kesusahan."Anaknya udah mandi, ibunya masih kumel. Suami kerja disambut sama daster bolong. Emang ngga ada baju lain?" Mas Arman ngedumel sambil berlalu tanpa menatapku.Aku menghela nafas berat. Andai kamu tahu, Mas. Menjaga anak kembar yang sedang aktif-aktifnya itu menguras tenaga. Jangankan untuk mandi, boker aja mesti di tahan sampai mereka atau salah satunya tertidur. Hufh ... Tentu semua hanya aku ucapkan dalam hati."Nis! Buatkan aku kopi!" teriaknya dari depan TV. Aku yang tengah menyuapi Al dan El di d
PoV NisaAku bingung harus mulai mencari dari mana jati diri Syasya. Aku tak terlalu lihai dalam menggunakan medsos. Semua karena aku sibuk mengurus anakku. Tapi, setidaknya aku tahu dan faham.Aku berfikir sejenak. Aplikasi biru!Segera saja aku scroll aplikasi pemilik sejuta umat itu. Tak menunggu lama, aku dapat beberapa nama akun yang sama, tapi aku sudah sangat hafal wajah si Syasya itu.Ketemu! Aku mulai meng-Add ternyata cukup aktif, tak menunggu lama ia meng konfirmasi pertemanan. Mungkin karena aku menggunakan akun Laki-laki hingga responya sangat cepat.Kuscoll statusnya, yang isinya hanya tentang liburan, makan enak dan jalan-jalan. Lebih kebawah, aku menemukan foto dia berjalan dengan laki-laki gagah yang tentunya bukan suamiku. Beruntung dia juga men-tag akun lelakinya. Aku harus cari tau lewat dia. Dari laki-laki bernama Samsul itu, aku tahu banyak tentang Syasya. Ternyata dia adalah korban kesekian kalinya dan semua yang pernah dengan Syasya bukan orang sembarangan tap