Share

Barisan Para Mantan

Nisa kembali duduk pada tempatnya, setelah sebelumnya menatapku dengan senyum penuh arti. Ah! Aku tak tahu apalagi yang akan ia lakukan.

"Makanlah, makanlah!" tawar Nisa pada semua yang ada di sana. Para laki-laki tersenyum dan menikmati hidangan. Hanya aku dan Syasya yang masih belum menyentuh makanan itu. Bahkan Bisa saja sudah mulai menyendok makanannya kemulut.

"Ngomong-ngomong semua yang disini, siapa yang paling lama pacaran dengan Syasya?" Lagi, Nisa membuka percakapan yang tak terduga. Seketika para lelaki yang aku yakin buaya semua itu menghentikan aktifitas makanya sejenak.

"Aku cuma kuat, 4 bulan."

"Aku hanya satu bulan, tapi walau satu bulan tetap bisa menikmatinya kok!"

"Aku 7 bulan." Akhirnya hanya satu orang yang menjawab tujuh bulan. Aku sendiri makin tak mengerti tapi penasaran dengan apa yang mereka sampaikan.

Mereka saling bersuara, memamerkan setiap hal yang mereka pernah lewati dengan istri baruku ini. Sungguh aku malu tapi sepertinya aku terlambat.

Kini apa yang bisa aku banggakan pada Nisa tentang Syasya jika ternyata Nisa saja tahu semua borok Syasya.

Aku ternyata tertipu perempuan murahan, yang hanya modal dempul untuk menggaet lelaki berduit dan memeras.

Cerita para lelaki di hadapanku sungguh membuat aku pusing. Mereka dengan tanpa Tedeng aling-aling mengatakan semua dan apa saja tentang Syasya. Ada yang bilang jika mereka merugi banyak saat berpacaran dengan Syasya yang doyan belanja dan ada juga yang berucap syukur dapat terlepas dari wanita matre satu ini.

Aku heran, saat semua manusia yang ada di hadapanku ini mengutarakan tentang kejelekan Syasya. Dia diam tanpa membantah. Apa itu artinya semua nyata adanya?

Kulirik wanita yang duduk tak jauh dariku. Matanya tertunduk, sendok dan garpu masih ia pegang dengan tangan gemetar. Apa dia merasa malu?

"Sya!" Panggilku, berusaha melihat rona wajahnya agar sedikit terangkat. Dia diam tanpa kata. Sedangkan celotehan para buaya terus aku dengar, bahkan Nisa terlihat antusias menanggapinya.

"Nis, sudah hentikan!" Akhirnya kuberanikan diri untuk berkata dengan tegas pada Nisa. Dia sudah kelewatan mempermalukan Syasya. Walau kenyataan ini juga membuat hatiku pilu dan malu.

"Kenapa, Mas. Ini hanya tentang masa lalu Syasya saja. Kenapa, Mas. Ngga terima?" Nisa mengajukan pertanyaan yang membuat aku tak mampu menjawab.

"Oh ya, diantara kalian siapa yang putus paling akhir?" tanya Nisa membuat aku muak sekali. Terlebih melihat kondisi Syasya yang sudah sangat malu.

"Saya, Mbak. Saya baru putus sama Syasya satu minggu yang lalu. Tepatnya saat Syasya menikah dengan suami Mbak." 

Aku terbelalak kaget, bagaimana bisa? Sedangkan aku menjalin hubungan dengan Syasya sudah tiga bulan hingga akhirnya aku mantap menikahinya.

"Itu saja kami sebelum putus sempat pergi ke Villa di puncak dua hari. Eh, dua harinya ia bilang ingin putus. Hanya karena aku tak membelikan tas branded yang harganya 15 juta."

Apa? I-itu artinya sebelum aku menikahi Syasya dia berkencan dengan laki-laki yang disebutnya dengan sebutan Rais? Aku meremas wajah dengan kasar. Apa-apaan ini!

"Sya ... Bantah semua perkataan mereka!" gerutuku, masih berusaha menghibur diri jika semua ini hanya lelucon konyol saja.

Nyatanya! 

Syasya tak mengucapkan sepatah katapun, aku makin tak mengerti dibuatnya. Jadi benar adanya apa yang mereka katakan?

Tiba-tiba Syasya menangis kencang. Membuat kami tersentak kaget. Kenapa? Aku ingin dengar bantahannya bukan tangisannya.

Dia menangis makin histeris, membuat kami panik. Beberapa laki-laki berusaha membujuk namun hasilnya nihil.

"Mas, tolongin Syasya dong! Kamu kan suaminya!" Perintah Nisa, aku yang sempat terpaku akhirnya berusaha mendekat. Menepuk-nepuk punggungnya agar segera tangisnya reda.

"Kamu kenapa, Sya?" tanyaku pelan begitu dia mulai reda dengan tangisnya.

"Semua yang dikatakan mereka bohong kan, Sya? Ka-kamu bilang memang tak perawan karena dulu terlalu sering main sepeda hingga selaput itu robek dan apa maksud kamu dari rintihan malam pertama kita?" Aku benar-benar tak tahan untuk segera menginterogasinya.

Sunyi tanpa jawaban, hanya isakannya saja yang masih kudengar walau pelan. Bahkan ia tak berani menaikan wajahnya.

Kudengar Nisa masih asik mengobrol dengan para buaya-buaya itu, mereka memang sudah pindah duduk tapi masih bisa aku lihat dari sini karena ruang keluarga dengan ruang makan bersebelahan tanpa pemisah.

Aku cemburu melihat Nisa tengah tersenyum dan tertawa dengan para mantan Syasya yang memang penampilan mereka kelas atas semua, ah! Kenapa ada rasa perih seperti ini di ulu hati.

Sabar, Man! Dia hanya istri malas yang tak pandai berdandan mana mungkin dia .... Hati ini berkata menolak untuk berkata cemburu. 

Ting ... Tong!

===!!??!!===

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ati Husni
hebat nisa....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status