Arman pulang membawa istri baru, niatnya memberi kejutan pada istrinya Nisa, tapi siapa sangka justru dia yang terkejut atas apa yang di lakukan Nisa. Membuat Arman jantung dan langsung kaget.
Lihat lebih banyakKutekan bel rumah, ini baru jam delapan malam aku yakin, Nisa--istri malasku-- belum tertidur.
Di sampingku, tengah bergelayut manja. Seorang wanita yang cantik dan pandai merawat diri, Syasya. Dia wanita yang baru aku nikahi seminggu yang lalu. Tentunya tanpa sepengetahuan Nisa.
Hingga hari ini aku nekad membawa Syasya kerumah karena ingin memberi pelajaran pada Nisa, seperti apa menjadi perempuan. Harus cantik dan pandai merawat diri.
"Lama banget si, Mas. Istrimu itu lelet!" Gerutu Syasya. Mungkin ia lelah karena perjalanan yang kami tempuh.
"Ya, begitulah dia, Sya. Ini yang membuat aku lebih mencintaimu! Godaku sambil mencubit pipinya yang mulus.
Kutekan kembali bel pintu rumah, kalau biasa aku masuk tanpa memencet bel karena tak terkunci kali ini aku ingin agar Nisa melihat kejutanku. Aku yakin dia pasti syok dan menangis, berdrama layaknya sinetron di ikan terbang. Namun aku akan puas membuat dia sadar akan kekurangannya.
Sekali lagi!
Kali ini terdengar teriakannya dari dalam, "Iya sebentar!"
Aku merapikan jasku, Syasya juga melakukan hal yang sama, merapikan ramput lurusnya yang sebahu itu. Ah! Andai Nisa seperti dia, cantik dengan mengurus rambutnya. Aku paling suka mahkota wanita yang panjang dan tergerai. Sayang Bisa selalu menggulung ramputnya, bahkan selalu mengenakan jilbab tanpa menyisir rambutnya.
Ceklek
Handle pintu di tariknya, pasti dia bertanya-tanya atau bahkan histeris, aku sudah siap.
"Eh Mas Arman dan Syasya. Kalian sudah pulang dari bulan madu? Masuk!"
Aku melonggo, tak menyangka jika Nisa ternyata sudah tahu, bahkan sudah mengenal Syasya. Kenal dimana?
"Loh kok malah bengong. Aku sudah menunggu kalian loh dari tadi. Karena aku tahu kalian akan datang kerumah ini! Masuklah." Nisa menarik tangan Syasya agar segera masuk kerumah. Tak ada raut kaget seperti yang kubayangkan sama sekali.
Dia membawa kami menuju meja makan. Disana banyak sekali terhidang makanan. Bahkan dengan wadah yang besar-besar. Aku mengkerut kan kening. Kenapa Nisa masak sebanyak ini?
"Aku sengaja masak ini untuk membuat acara kecil-kecilan. Maaf ya jika sesederhana ini." Nisa berkata merendah. Dia bilang masakan sebanyak ini sederhana?
"Ka-kamu ma-sak semua ini untuk kami?" tanyaku yang masih sedikit syok. Mau memberi kejutan malah dibuat terkejut.
"Iya dong, Mas. Untuk siapa lagi. Tentunya untuk menyambut kepulangan suami dan maduku, Mas. Ayo duduk, Sya!"
Aku tertegun, apa Nisa benar-benar waras?.atau dia hanya sedang berpura-pura baik. Aku mantap sorot matanya. Tak ada rasa sedih sedikitpun disana.
Aku ragu untuk duduk, bahkan aku takut jika semua makanan ini beracun. Bukankah biasanya seperti itu, bahkan ada yang lebih tragis dengan memutil*si istri simpanan suaminya dan menjadikannya sup atau rendang? Aku bergidik ngeri, tapi melihat Nisa juga mengambil makanan tanpa ragu aku sedikit berani untuk juga mengambil makanan yang sama.
Syasya lebih banyak diam, dia yang biasanya cerewet juga seolah terhipnotis dengan tingkah manis Nisa. Saat tengah mengambil rendang terdengar bel dari depan.
"Nah mereka datang! Tunggu ya, aku yang mengundang mereka."
Mereka? Mereka siapa maksud Nisa. Tak lama terdengar suara beberapa laki-laki terdengar pula suara ramah Nisa pada mereka. Sejenak aku terpaku melihat sekitar delapan laki-laki masuk keruang makan.
"Handoyo... Rais... Rino ... Anggoro... Wendi... Samsul ...." Syasya menyebutkan nama laki-laki dengan mata melotot tak percaya.
Kejutan apa lagi ini!
5 Bulan kemudian.Acara resepsi pernikahanku di gelar di sebuah gedung bertingkat. Aku bangga, sekaligus bahagia dapat menambatkan hati kembali pada sosok keren dan setia seperti Mas Denis."Gimana pengantinnya? Apa sudah siap! Sebentar lagi akan nikah akan di lakukan." Seorang wanita yang kutahu karyawan kepercayaan Mas Denis memberitahu.Aku makin deg-degan di buatnya. Walau ini hal yang kedua kali aku lalui tapi nyatanya tak menyurutkan rasa nervous yang kualami."Sudah siap, Mbak?"Aku memandangi diri pada cermin. Riasan yang natural namun elegant, bahkan aku sampai tak mengenali diriku. Sungguh MUA yang profesional."Makasih ya, Mbak," ucapku tulus.Dua orang telah menungguku untuk menuju ruang akad nikah. Satu menggandengku dan satunya lagi memegangi bajuku yang terjuntai kelantai beberapa meter.Sungguh aku merasa bak Cinderella yang sedang menunggu singgasana. Derap langkah kaki berpacu dengan jantung yang makin tak menentu."Ya Allah, berikan hambamu ini kekuatan untuk tak s
PoV Nisa.Aku fokus pada tangan Pak Denis. Botol itu? Bukankah itu botol obatku. Ya Allah! Kali ini aku kecolongan. Aku lalai dan berakibat orang lain tahu bahwa aku mengkonsumsi obat penenang. Memang sekarang itu aku mudah sekali lupa, bahkan kadang juga linglung. Apa ini efek samping dari obat itu!Saat aku hentikan mereka yang akan berkelahi, kepalaku sudah mulai berdenyut. Sakit sekali. Jangan sampai aku kambuh, aku tak ingin semua ini terbongkar. Aku kuat, aku tegar!Kusupport diriku, namun tekanan batin makin menjadi. Terus menuju kepala, makin pusing. Rasa ingin berontak dan puncaknya benar. Aku berteriak bak orang gila. Pasti mereka kaget, karena tahu bahwa aku sebenarnya gila. Ya aku yakin setelah ini pasti aku di masukan ke RSJ.Kepala serasa di putar-putar. Makin pusing tak karuan. Melihat Pak Denis dan Mas Arman sudah tak jelas hingga semuanya gelap, pekat. Apakah aku meninggal?Tut ... Tut ... Tut ... Aku membuka mata, namun kepalaku terasa berat. Kulihat sekeliling tapi
Allah!Beberapa kali aku menyebut asma Allah, sungguh hati ini perih melihat kenyataan ini. Apa aku sangat kejam? "Ya Allah! Hukumlah aku! Jangan hukum Nisa, semua masalah berawal dariku!" Aku terduduk lemas di lantai rumah sakit. Tak peduli jika ada orang yang memperhatikanku dalam.Pak Denis mendekat. Ia memegang kerahku. Aku pasrah saja. Memang aku pantas jika harus di pukul sekalipun."Apa ini yang kamu mau dari Nisa? Apa ini yang kamu inginkan, hah! Lihatlah, dia itu ibu dari anak-anakmu! Tak sedikitlah kamu iba?!" Pak Denis melepaskanmu hingga aku terjengkang kebelakang.Dia seperti sangat geram, bahkan tak kalah frustasinya. Dari itu aku sadar jika Pak Denis mencintai Nisa.Aku masih merundungi nasib di depan ruang ICCU. Nisa belum sadarkan diri. Kata dokter ada pembekuan otak akibat terlalu sering mengkonsumsi obat penenang dengan dosis tinggi. "Nisa sadarlah, aku janji akan melakukan apapun asal kamu sembuh. Aku ingin melihat kamu kembali bersama anak-anak. Aku akan pergi m
PoV Denis."Denis, kapan kamu nikah?" tanya Om Beni saat tengah kumpul keluarga."Nanti, Om. Belum ada yang cocok!" jawabku jengah, karena selalu hal itu yang di tanyakan saat bertemu. Seperti ngga ada pertanyaan lain saja!"Sampai kapan, Den! Usia kamu sudah tak muda lagi loh!" sambung Om Beni. Malas sekali meladeninya, ini yang membuat aku malas saat berkumpul dengan keluarga. Papa hanya diam, hanya dia orang yang tak pernah menuntut ku tentang pernikahan. Sedangkan Mama! ia sebenarnya lebih cerewet dari Om Beni."Den, Mama kenalin sama anak temen mama ya, Mama kenalin sama si A, Mama kenalin sama si B!" Sampai pusing aku dengarnya. Sekali dua kali aku ikuti kemauan mama.Sesi perkenalan lancar, sesi pendekatan? Rata-rata gagal total karena mereka menganggap aku aneh, mencintai mahluk berbulu. Kucing!Kadang ada yang juga masih mau menerima tapi aku tahu dia hanya pura-pura. Aku yakin orang tuanya memaksa untuk tetap bersabar sampai menikah denganku. Aku dengar saat mereka tengah m
"I-itu hanya masalah kecil saja, Man. Tak perlu di ungkit lagi!" jawab Ibu makin membuat penasaran. Apa mereka punya hubungan atau mereka mantan kekasih."Bu, menceritakan masa lalu pada anaknya itu ngga salah. Anggap saja sejarah!" Aku masih coba membujuk.Ibu mengeleng kepala dan melanjutkan menyiram tanaman."Kamu itu! Udahlah, sana pergi makan!" Ibu mencoba mengalihkan perhatianku. Aku tak peduli, aku harus tahu masa lalu mereka."Jangan-jangan Ibu dan Bapak Nisa pernah ...." Aku tak melanjutkan kata-kataku, tapi dua jariku kusatukan menandakan bahwa mereka pernah berdekatan."Apa maksud kamu? Kamu pikir Ibu sama Mertuamu itu pernah pacaran begitu?" Aku mengangguk.Ibu menonyol kepalaku, "kamu itu pikirannya negatif Mulu!"Aku terkekeh, "abis Ibu tak mau cerita!""Baik, biar ibu ceritakan. Tadinya ibu sudah berusaha memaafkan karena melihat besarnya cintamu pada Nisa. Tapi, karena kamu memaksa ....""Udah ayo cerita, Bu! Jangan kepanjangan ceramahnya!" Kupotong ucapan Ibu yang bel
PoV NisaAku harus mencari pengganti Ningsih, dia bilang kemarin sempat cek pakai testpack di kamar mandiku dan terlihat dua garis walau agak buram. Saat aku mencarinya, ketika dia menyuruhku untuk mamastikan. Nyatanya sudah tak ada.Beruntung dia, setelah lama mengidamkan anak dalam pernikahannya akhirnya ia dapatkan juga. Penuh syukur.Namun, tetap berimbas padaku, aku harus mencari baby sitter baru untuk anakku. Karena Ningsih ingin benar-benar bed rest.Kesal dengan semua ulah Mas Arman! Dia itu makin menyebalkan. Beruntung aku punya teman macam Pak Denis, kita itu satu alur. Sama-sama pecinta kucing."Kamu suka kucing dari dulu, kenapa tak memelihara?" tanya Pak Denis waktu kami tengah bermain dengan ratusan ekor kucing yang super gembul.Aku menggaruk kepala, seketika ada kutu hinggap."Anu, Pak! Suamiku tak suka, bahkan dia jijik katanya." Kukatakan saja sejujurnya. "Benarkah?" Pak Denis terlihat tak yakin, sesaat sepertinya ia tengah berfikir."Bagaimana kalau kamu bawa aja b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen