"Eh, Mbak masih siang udah nempel-nempel aja!" kata Fitri.Aku cuek aja."Udah ga sabar Fit, habis ini nikahnya resmi, ga kaleng-kaleng apalagi ngumpet-ngumpet kek pejabat yang korupsi," kataku, sambil terus mepet-mepet ke lengan Mas Reza.Mas Reza menyambut hangat bahkan mencium puncak kepalaku, mesra. Bwang, ini cuma akting plis jangan berlebihan, nyetrum tau ga!"Hayo, Dek kita pulang!" Mas Arya tampak kepanasan, apa perlu musik di pernikahan ini diganti jadi 'Hareudang... Hareudang... herudang...Vanassszzz vanazzzzz...." Ga mau ah, Mas! aku belum makan! belum minta besek juga sama Mbak Dita, bagaimanapun kamu kan berhak mendapatkan besek Mas."Mas Reza menatapku, satu alisnya terangkat. Aku hanya mengangkat bahu aja, dari pada angkat kaki, rugi dong, mending di Pitung ini aja aku angkat dan buang ke kali."Apaan sih kamu, malu-maluin aja!" bentak Mas Arya sambil memegang tangan Fitri."Mas, setop! kalau gitu ijinkan aku minta suatu permintaan sama Mbak Dita?" katanya sambil me
Hidupku kian tak menentu, setiap melamar pekerjaan selalu diceletukin."Anak raja aja kamu campakkin, apalagi Perusahaan. Maaf Mas, cari yang lain aja!" Aku hampir putus asa."Mas, ngelamar jadi OB lagi aja! Toh, kamu sudah pernah jadi pemulung kan, setidaknya kamu ga bau dan dekil kalau pulang. Aku malu tau ga lihat kamu pake baju rakyat jelata begitu, ih!" kata Fitri.Nih cewek, lupa apa amnesia. Memang saat ini kita sudah jadi kaum sudra, rakyat jelata. Yang bahkan buat makan saja harus ngais rongsokan dulu."Iya, nanti Mas coba ngelamar. Kamu juga dong, cari kerja. Kan bisa jadi OG juga," kataku merayu."Ogah ah! setiap aku ketemu orang, pasti dikatain, heh pelakor udah tobat belum? aku kesel, Mas!" wanita itu terisak."Ya sudah, Mas ajalah yang kerja kalau gitu, kamu jaga badan aja dirumah, kalau Mas pulang kerja kan enak langsung ada yang mijitin plus plus!"kataku menggodanya."Idiiih Mas, pikiran ga jauh-jauh dari situ!" rajuknya."Ya, trus mikirin apalagi dong, masa mikirin m
Akhirnya aku berdua dan Fitri, kembali pulang, menahan lapar dan kesal. "Makan rendang lagi aja ya, Mas!"kata Fitri lemas." Ya udah!"aku menjawab malas.Lumayan walau ga jadi makan mewah gratis, tapi bisa makan nasi lauk rendang, walau rendang nya dalam bentuk Indomie.******Hari ini aku keluar rumah lagi, Fitri masih tertidur pulas. Kasian jika dibangunin. Dia lagi menggambar peta Sumatra dibantal, kalau dibangunin takutnya malah jadi peta segitiga Bermuda, kan horor.Setiap gedung perkantoran aku coba datangi, tak satupun yang menerimaku."Ngelamar via online aja, Pak! kalau di tolak kan ga sakit-sakit amat!" ujar security itu julid.Ada benarnya juga, lebih baik aku ngelamar via online. Tapi online pakai apa? Gawai satu-satunya milikku sudah kujual, karena Fitri merengek terus minta dibelikan beha berenda di sopi. Dan sebagian uang penjualan gawai itu dipakai buat makan dan bayar kontrakan. Pedih banget ini ujian.Aku sampai pada sebuah Mall, ah coba aja kali aja ada lowongan di
Dan benar saja suara perempuan yang aku dengar benar-benar perempuan, bukan perempuan jadi-jadian kayak si lucintakutidak.Mataku terpana, seorang wanita cantik, putih, langsing dan punya lesung pipi pada kedua pipi nya itu tersenyum hangat padaku."Silahkan Masuk, ada yang bisa saya bantu?" katanya ramah.Mulutku masih mengaga, ups."Ma-maaf Mbak Dian, benar ini Mbak Dian kan?" kataku gugup."Benar saya Dian? kok tau?" "Karena Dian-tara banyak wanita yang kutemui hanya kamu yang paling menarik hati," uhuk jurus pertama.Wanita bernama Dian itu tersenyum manis."Ah, bisa aja. Mas ini siapa dan keperluannya apa?" tanyanya"Saya sudah diterima sebagai CS di sini oleh Pak Dicky, Mbak. Pak Dicky minta saya menemui Mbak, minta seragam, name tag juga kalau boleh minta hati nya walau sepotek," aku menunduk, pura-pura malu, Jurus kedua!Wanita itu terkekeh geli."Oh, begitu.. Saya siapkan dulu ya!" katanya lalu beranjak meninggalkanku.Aku tersipu, hilang Dita, datanglah Dian. Nasib baik mas
Akupun bangkit kembali, memaksakan badan yang sebenarnya sudah sangat lelah.Aku pura-pura menyapu lantai yang sudah bersih, yang penting terlihat bekerja."Mas, daripada buang-buang tenaga menyapu yang sudah bersih, hayu ikut saya!" suara lembut namun tegas itu mengangetkanku. Dia melangkah cepat di depanku. Mau tak mau aku pun mengikuti dari belakang.Pasti mau diajak makan siang nih, secara sebentar lagi sudah waktunya istirahat. Tapi kok arahnya ke toilet, jangan jangan..."Bersihkan ini dulu, sampai waktu istirahat ya!" katanya tanpa pri-kekasihanan.Ya ampun dah seperti dapat hidangan pembuka, hueeeek!"Tapi Mbak eh Bu!" aku ingin membantah, tapi wanita itu menatapku tajam. Ga jadi ah!"Siap Bu!" akhirnya itu kata yang keluar dari mulutku. Asem! malah nyikat toilet!Istirahat tiba, aku bergegas berlari keluar pusat perbelanjaan itu. Mana kuat aku makan didalam, bisa-bisa aku pulang jalan kaki.Saat hendak menyebrang mau ke warung makan, sekilas aku melihat Dita dan suaminya lewa
"Sayang, hari ini ga kerumah sakit?" kataku membangunkan Mas Reza."Hmmm..aku mau ngabisin hari bersama mu aja sayang, takut dede utun nanti kangen sama Papa nya," jawab Mas Reza sambil menarikku dalam pelukan dan mengusap perutku yang masih rata. Sssttt ada si si"Udah ga mabok?" tanyanya lagi.Aku menggeleng, entah kenapa setiap ada dia morning sickness yang kurasakan selalu menghilang, ajaib.Tok tok tok tok"Non, ada tamu?" Sesi romantis-romantisan itu terjeda oleh suara ketukan dari luar. Aku bangkit dan membuka pintu."Siapa Mbok?" tanyaku."Itu Non, si ulat bulu?" aku mengernyitkan dahi."Ada apa dia pagi-pagi kesini?" gumamku."Mau tak kasih ramuan cinta lagi ga, Non?"kata Mbok Yuna tersenyum jahat.Aku ikut tersenyum jahat, "Sabar Mbok, kita lihat tujuan nya kesini, mau ngajak perang apa mau genjatan senjata,"Mbok Yuna mengacungkan jempolnya padaku. "Aku ganti baju dulu Mbok," aku masuk kembali ke dalam, mengganti baju dengan pakaian yang lebih tertutup, takut di ulat bul
"Halo, Dit gue to the point aja yaa? Arya Wiguna mantan kamu, kan?" sapa Dian seperti Metro mini ngejar setoran. Dian temanku jaman SMA dulu."Ho'oh napa emang!" mimpi apa semalam, bisa punya masalah sama mereka lagi. "Ini lagi ngelamar kerja di sini? terima kaga?" tanyanya."Sebenarnya udah diterima sama Mas Dicky, katanya kasian tampangnya melas banget. Tapi ngaku-ngaku namanya Gugun. Mau gue kerjain, gak?" lanjutnya."Terserah elo dah, gue udah ga ada urusan sama dia. Mau Lo jadiin pepes juga silahkan," jawabku. Dian malah ketawa ngakak."Yakiin ikhlas niih?" godanya."Ah Lo, cuma mau laporin itu doang? gue lagi nanggung, nih!" candaku sambil melirik mas Reza. lelaki itu meletakkan telunjuknya dibibir, ssst! Aku terkekeh."Pagi dinas juga, Neng?"ledek Dian.Aku membalas dengan tawa begitu juga Dian. Setelah telepon dimatikan aku mendekati Mas Reza."Mas, tolong anterin aku ke rumah Rusmini dong, Mas..." kataku merajuk."Mau ngapain?" katanya heran."Ada sesuatu yang ingin aku samp
pov Arya"Di-dita?"Wajah cantik didepanku terlihat jutek."Itu istrimu tak mau pulang!" Dita yang memakai switter berwarna merah muda itu menunjuk ke arah mobil dibelakang mobil mewahnya.Ya ampun...tu cewek enak-enakan tidur. "Maaf, maaf...aku ga tahu Fitri kerumah kamu, Dek." ucapku ga enak.Tak lama suami Dita datang merangkul pundak istrinya."Apa perlu istri kamu saya yang angkat?" katanya judes. Kayaknya suami istri ini terganggu acaranya gara-gara Fitri."Eh, ga usah, saya saja!" aku bergegas membuka pintu mobil dan mengendong Fitri. Tubuh ini kurus tapi berat juga, apa dosa nya terlalu banyak kali ya. Bergegas aku memasukkan Fitri ke atas ranjang eh maksudnya ke atas kasur tipis kami, dan aku kembali keluar, tepat saat Dita dan suaminya hendak pergi."Terimakasih Dek Dita, Mas!" seruku.Dita membalikkan badannya dan menatapku tajam. Benar-benar tak sepertiDita yang kukenal."Bilang istrimu, rumahku bukan panti sosial! bukan juga warung makan!" katanya Sebelum dia melanjutk