Namira Yuna, gadis yang biasa ceria dan banyak bicara sekarang sedang bungkam dan tidak ingin berinteraksi dengan banyak orang. Sifatnya banyak disenangi oleh teman dan orang sekitarnya. Namun, beberapa hari belakangan ini, Namira justru menjadi sebaliknya. Ia menjadi gadis pendiam, suka murung, dan menjadi salah satu penggemar kata galau. Namira tak jarang menangis jika teringat akan kesedihan yang sedang menimpa dirinya. Waktu hampir 10 tahun bukanlah waktu yang singkat. Kebersamaan yang ia jalani bersama Aidan sangatlah berarti dan membekas dikehidupan Namira. Tetapi, sekarang ia harus terbiasa tanpa hal itu lagi. Masing-masing adalah keputusan terbaik untuk hubungan mereka berdua. Sebab, Namira sangat menjunjung tinggi kesetiaan.“Dulu gue pasti yakin kalau suatu saat gue balik lagi sama Aidan. Putus hanya masalah waktu. Tapi sekarang? Nggak mungkin gue kembali setelah dikhianati,” ujarnya di depan cermin kamar. Namira sedang bersiap untuk pergi ke kantor pagi ini. Walaupun sebena
“Hai, Kak! Maaf ya aku tiba-tiba kebelet,” ucap Laras berlari kecil kembali lagi ke ruang kerjanya. Laras sedikit heran karena Namira menatap ponselnya yang ada di meja kerja juga ponsel milik Namira sendiri. “Kak? Kak Namira?” panggil Laras karena Namira tidak memberikan respon apapun. Laras menepuk bahu Namira, meski tidak kencang Namira tetap merasakannya. Ia cukup terkejut ketika melihat Laras sudah kembali dan kini berada di belakangnya. “Eh Laras!” seru Namira. “Ada apa, Kak?” tanya Laras pelan-pelan. Ia ingin tahu apa yang sedang Namira alami, tetapi ada rasa sungkan juga. Takut jika Namira merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang Laras ajukan. “Oh enggak! Nggak papa,” jawab Namira menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya.“Astaga! Ada telepon,” ucap Laras ketika melihat layar ponselnya kembali menyala karena ada panggilan dari Aidan lagi. “Kak, boleh izin jawab teleponnya dulu?” tanya Laras. Namira dilema, antara ingin mendengar apa yang sedang mereka bicarakan, namun juga
Hari ini, hari Namira sudah dibooking oleh kesibukan. Banyak sekali jadwal Dewangga yang harus selesai hari ini juga. Meeting, pertemuan dengan rekan bisnis, teman, sampai kunjungan ke kantor lain. Namira telah menyiapkan tenaga sedari malam. Ia tidak ingin pagi hari kehilangan mood dan membuat pekerjaannya semua jadi terbengkalai. Dewangga pasti akan kecewa, pun semua yang sudah ia susun rapi pasti akan berantakan juga. “Gue harus dandan yang rapi, cantik, supaya suasana hati gue jadi lebih baik,” ucap Namira ketika sedang bersiap menuju ke kantor. Senyumnya sudah menunjukkan jika semua sudah cukup. Namira terlihat senang dengan dandanannya pagi ini. Tak butuh waktu lama, Namira langsung bergegas pergi ke kantor. Sebab, hari ini dimulai dengan sangat pagi. Pastinya akan berakhir sangat malam pula.“Namira, kamu sudah siap? Sudah jalan ke kantor?” Dewangga telepon Namira dan menanyakan keberadaan Namira saat itu. Namira pun segera menjawab telepon dari bosnya. Sebab, ia tidak ingin ad
Namira dan Dewangga tidak bergerak sama sekali. Mereka masih terkejut dengan kejadian yang barusan mereka alami. Namira jatuh ke pangkuan Dewangga. Sedangkan posisi mereka ada di dalam kamar hotel. Rasa takut dan canggung segera memburu Namira. Ia merasa bersalah karena tidak berhati-hati dan tak sekuat tenaga menahan badannya. “Ma-maaf, Pak,” Namira buka suara setelah berhasil berdiri dari pangkuan Dewangga. Dewangga sempat membantu Namira karena ia tidak ingin membuat Namira semakin menjauh darinya. “Sstt, sudah ini bukan salah kamu,” jawab Dewangga. Namira membuang pandangannya dari Dewangga. Ia merasa salah tingkah dan mati gaya. “Astaga, kenapa harus ada adegan seperti ini, sih! Gue kan jadi malu!” batin Namira kesal.“Kamu tunggu di sini, ya! Saya mau ganti baju,” pinta Dewangga kepada Namira. Namira hanya mengangguk tanpa memberi jawaban lain. Dewangga membawa setelan jas yang baru saja Namira berikan kepadanya. Setelan jas pertama yang akan ia pakai untuk meeting pagi ini. “Na
Berpapasan dengan masa lalu adalah hal yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Apalagi perpisahannya merupakan keputusan yang menyakitkan. Entah karena keegoisan, pengkhianatan, atau mungkin lainnya. Itulah yang sekarang sedang dialami oleh Namira. Namira berangkat ke kantor bersama bosnya. Mobilnya ditinggal di hotel Dewangga. Semua ini merupakan permintaan dari Dewangga. Karena tidak punya banyak alasan kuat, Namira pun menuruti permintaan dari Dewangga. Mereka berangkat bersama menggunakan mobil Dewangga. Sayangnya, pagi itu menjadi salah satu pagi menyebalkan bagi Namira. “Aidan?” batin Namira ketika terkejut melihat mantan kekasihnya itu mengantar Laras ke kantor. “Sudah sedekat ini mereka,” Namira masih terus membatin. “Kenapa harus ada aku di sini, sih?” Namira kesal harus melihat kebersamaan Aidan dan Laras.Dewangga telah menemukan tempat parkir yang tepat untuk mobilnya. Sebab, ia tidak akan lama memarkir mobilnya di sana. Sebentar lagi Dewangga dan Namira akan meeting
Kesibukan yang tiada hentinya sedang terjadi pada Namira. Setelah menemui mantan kekasihnya yang sengaja merusak suasan hati Namira, sekarang Namira sudah berada di dalam mobil bersama bosnya, Dewangga. Mereka menuju ke tempat meeting pertama. Semua berkas dan kebutuhan rapat pagi ini sudah Namira persiapkan. Dewangga tidak pernah mengeluh jika semua sudah diambil alih oleh Namira. Sebab, Namira memang orang yang teliti, rajin, dan totalitas dalam bekerja. Makanya Dewangga bisa sangat percaya kepada sekretarisnya itu. “Klien akan sampai sekitar 20 menit lagi, Pak. Jadi, masih ada waktu kita mempersiapkan diri sebelum rapat dimulai,” ujar Namira setelah sampai di tempat meeting pertama. “Oke,” jawab Dewangga singkat.Namira dan Dewangga sudah duduk manis di tempat yang sudah mereka pesan untuk rapat bersama klien baru. Namira telah kembali dari toilet, ia menyempatkan diri untuk sekedar merapikan rambut, pakaian, juga riasan wajahnya. Selain itu, tak ketinggalan, Namira juga selalu mem
Semua mata tertuju pada Namira. Teriakan Namira barusan membuat semua orang menghentikan aktivitasnya masing-masing. Mereka semua penasaran, ada apa dibalik teriakan itu. Bahkan Dewangga terlihat cukup terkejut, ia tidak biasa mendengar teriakan dari sekretaris pribadinya. “Ada apa Namira?” tanya Mama Dewangga yang ingin segera tahu alasan Namira menghentikan Dewanti dengan teriakan. “Ma-maaf,” ucapnya pertama kali setelah teriakan itu. “Maaf ibu, bukan saya lancang dan saya juga tidak bermaksud untuk tidak sopan. Saya hanya ingin mengingatkan jika Pak Dewangga tidak bisa makan seafood. Pak Dewa alergi dengan udang,” jelas Namira membuat Dewangga tersenyum senang. Mendengar penjelasan Namira, Dewanti terlihat kesal. Suasana hatinya mulai berubah. Tetapi, ia tidak mungkin bad mood di depan calon mertuanya. “Maaf, Dewangga. Aku lupa,” ujar Dewanti mengalihkan kesalahannya. “Aku terlalu bersemangat, jadi, aku tidak ingat jika kamu ada alergi dengan udang dan makanan laut lainnya,” ucap D
Aidan dan Laras membuat janji untuk makan siang bersama hari ini. Laras dengan senang hati menerima ajakan Aidan. Kepolosan Laras membuat Aidan tambah penasaran dengan Laras. Bagi Laras pun Aidan salah satu laki-laki yang selama ini Laras idamkan. Laras sudah cuku lama tidak membagi hatinya untuk orang lain. Setelah merasakan patah hati dan harapan palsu dan beberapa lelaki, Laras memutuskan untuk menyendiri. Ia tidak membuka hatinya untuk siapapun. Laras sibuk mewujudkan impiannya satu per satu. Hingga akhirnya ia bisa bertemu dengan Aidan. Laki-laki yang sudah beberapa tahun ini ia tunggu. Perkenalan yang tidak sengaja itu justru menjadi obat dari penantian lama bagi Laras.”Laras, mau makan apa kita siang ini?” tanya Aidan yang sudah bersama Laras di dalam mobilnya. Sebelum mereka meninggalkan kantor untuk makan siang, Aidan ingin tahu apa yang sedang Laras inginkan. Meski terkadang Aidan sudah memiliki keputusan sendiri, Aidan tetap ingin mendengar opini dari Laras. “Hmm, apa ya