"Maaf, Tuan Edward. Aku Sekretaris Anda, bukan Istri Anda!" tegas Lean. "Hmm." Edward mengangkat bahunya, "Kupikir itu yang kau inginkan hingga kau bersedia untuk tinggal menemaniku," tambahnya acuh tak acuh. Namun di dalam hati, Edward justru tersenyum. Ia, mengagumi ketegasan yang Lean tampilkan di wajahnya. Ia kini bahkan mengerti mengapa ia bisa menghabiskan malam dengan wanita ini di Swiss. Semua yang terjadi di malam itu, sebenarnya ada sedikit ingatan yang masih tertinggal di dalam benak Edward. Ia ingat saat itu ia ingin pergi ke taman yang berada di samping ruangan pesta. Lalu, ia menemukan Rosi, bukan! Itu Lean, karena Lean lah yang telah menghabiskan malam bersamanya. Saat itu, ia melihat wanita ini sedang diganggu oleh dua orang pria. Hanya saja, pandangannya terlalu samar. Hingga ia justru menganggap Lean sebagai Rosi. Sepertinya, Lean telah dijebak oleh seseorang hingga bersikap agresif. Karena dari informasi yang ia dapatkan, seharusnya adik Eve ini adalah wanita
Keesokan paginya ... "Pukul 6.30? Gawat, aku sudah terlambat." Usai mematut dirinya di depan kaca, Lean menyambar tas kerjanya. Dan sambil merogoh ke dalam tas, mencari ponselnya untuk menghubungi supir Gail Mart, Lean yang telah tiba di depan pintu apartemennya membuka pintu tersebut dengan tangan yang telah menemukan ponselnya. "Tu-Tuan Edward? Asisten Anton?" Lean sontak dikejutkan oleh kehadiran Edward dan Anton saat pintu apartemennya telah terbuka. Entah sejak kapan rekan dan atasannya itu berada di depan pintu apartemennya. Namun saat ini, ia melihat salah satu tangan Anton tengah terangkat ke arah pintu seolah rekannya itu ingin mengetuk pintunya. "Ada apa ini?" selidik Lean sambil menyipitkan matanya pada Edward. Alih-alih menjawab, Edward justru melengos dan pergi begitu saja, "Baru kali ini aku menemukan seorang Sekretaris yang bangun lebih siang dari orang yang harus dilayaninya," sindirnya, seraya melangkahkan kakinya menuju lift. Di belakang Edward, Anton segera m
"Bagaimana ini?" di dalam ruangannya, sambil duduk di kursi kerjanya, Lean menggigit kukunya mengingat percakapannya dengan Edward beberapa saat yang lalu. Saat itu, Lean sempat memprotes permintaan Edward yang menginginkan dirinya. "Tuan Edward yang terhormat, aku hanya Sekretaris Anda. Dan jika Anda memang membutuhkan seorang wanita untuk melayani Anda, bukankah dengan tubuh dan wajah itu juga status keluarga Anda— maka tidak akan sulit bagi Anda untuk menemukan wanita itu?""Dengan tubuh dan wajahku?! Apa maksudmu, Lean Marquise?!""M-maksudku, tubuh Anda sangat sempurna, dan wajah itu ....""Benarkah? Lalu, jika aku menginginkan mu, apa kau juga tidak akan menolak tubuh dan wajah ini?""T-Tuan ....""Aku bertanya padamu, Lean Marquise!""Huft." Lean menghembuskan nafas kasar kala mengingat setiap kata yang dilontarkan oleh Edward dengan wajahnya yang arogan. Wajah angkuh yang rasanya ingin ia pukul dengan tinjunya. Namun, hal itu tentu saja hanya berani ia pikirkan di dalam ben
"Hari ini kerjamu cukup baik," puji Edward pada Lean di dalam sedan yang membawanya kembali ke Gail Mart. Sambil menyetir dengan hati-hati, Lean hanya tersenyum kaku mendengar pujian itu. Baiklah, ini hari kedua ia bekerja pada Edward Gail. Secara keseluruhan, ia sudah mulai memahami hampir sebagian besar tugas yang diberikan padanya. Mengurus laporan, merapikan agenda Edward, juga menambah beberapa janji baru ke dalam agenda atasannya itu. Di antara semua tugas itu, tugas membuat atau memeriksa laporan adalah yang paling ia minati. Dan tugas memenuhi permintaan Edward merupakan tugas yang paling ia benci. Contohnya, jadwal baru yang Edward ingin Lean tuliskan ke dalam agendanya hari ini. Oh, please! Jadwal itu benar-benar membuat ia pusing tujuh keliling. Memikirkan apa yang Edward inginkan dari dirinya. "Oh ya, untuk nanti malam, jangan lupa untuk membawa satu botol wine terbaik ke apartemenku. Dan satu lagi, jangan terlambat! Karena aku benci menunggu!" Lean mencebikkan bibir
"Aku ... aku tidak mengerti apa maksud Anda, Tuan Edward." Lean memalingkan wajahnya ke kiri, karena posisi wajah Edward kini berada di atas pundak kanannya. Hanya beberapa senti dari telinganya.Dalam keadaan terkurung, ia diam-diam melirik kedua lengan Edward yang berada di atas meja. Menyadari bahwa tubuh Edward saat ini sangat dekat dengannya, detak jantung Lean sontak bertabuh kencang. Terlalu cepat hingga Lean merasa sesak dan kesulitan untuk bernafas dengan baik.Selain itu, wangi krim cukur Edward terasa segar menyapa indera penciumannya. Dan parfum atasannya itu ... oh, Tuhan. Mengapa wangi parfum itu selalu berhasil membuatnya tergoda? Rasanya ia ingin ... ingin membalikkan tubuhnya. Ingin menyembunyikan wajahnya di dada Edward yang bidang.Apalagi, ia pernah melihat dada itu tanpa tertutup sehelai kain pun sebelumnya. Dada Edward sangat indah, pundak atasannya itu lebar seolah memiliki sayap. Dan bagian di bawah dada Edward memiliki beberapa pack otot di sana.Edward Gail,
"Minum lagi?" Edward memicingkan matanya, pada Lean yang telah memberikan gelas kelima padanya. Bahkan, botol wine kedua juga telah terbuka. Dan Lean, wanita bodoh ini yang tampak sudah mabuk justru memaksanya untuk terus minum bersama ketika ia ingin membawa Lean ke dalam kamarnya. "Hei, Lean Marquise! Kau ... kau sudah mabuk!" ia lalu merampas gelas wine dari tangan Lean tepat sebelum wanita itu ingin menenggak habis wine yang berada di dalam gelasnya. Usai mengambil gelas dari tangan Lean, Edward segera menyembunyikan gelas miliknya dan juga gelas Lean ke dalam kulkas. Ia juga menyimpan sisa wine di tempat yang seharusnya setelah menutup botolnya terlebih dahulu. Kemudian kembali ke ruang tamu dan menemukan Lean tengah duduk bersandar di sofanya. Wajah Lean menengadah menatap langit-langit ruang tamu, tatapan wanita cantik itu bahkan terlihat sayu. Melihat hal itu, Edward memijat puncak hidungnya serta menghembuskan nafas gusar. Bukan ini yang ia rencanakan ketika ia meminta L
"Ukh! Kepalaku." Dini hari, Lean tiba-tiba terjaga dengan kepala yang berdenyut nyeri. Seakan aliran listrik sambar-menyambar menyerang otaknya.Demi meredakan rasa sakitnya, ia pun memijat pelipisnya. Tanpa memperhatikan di mana ia berada saat ini. Dan setelah beberapa saat, kala sakit pada kepalanya mulai berkurang, ia lalu mengerjapkan matanya, menajamkan penglihatannya. Sedikit terkejut saat menyadari bahwa ia tidak berada di dalam kamar apartemennya."Di mana ini?" Lean mengernyitkan keningnya, kemudian mengangkat tubuhnya dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tempat ia berada.Hingga, ia menemukan sosok Edward yang tengah tertidur dalam posisi duduk bersandar di sofa. Kedua kaki Edward diluruskan dan diletakkan ke atas meja. Sementara pria itu tampak tenang dalam tidurnya.Lean memperhatikan Edward selama beberapa saat, kemudian tersenyum setelahnya. Namun, saat ia menyibak selimut yang tengah menutupi tubuhnya— pekik tertahan sontak lolos dari mulutnya."Apa yang terj
Brakk ...! Lean menutup pintu kamarnya dan langsung menguncinya sebelum Edward tiba di hadapannya. Apa yang Lean lakukan itu, membuat Edward menjadi sangat gemas. Dan dengan wajah merah padam, ia melemparkan pandangannya ke arah Anton yang sedang memperhatikan pintu kamar Lean yang tengah tertutup dengan wajah bingung. "Bagaimana jadwalku hari ini?" lontarnya pada Asistennya itu. Anton berpikir sejenak, mencoba mengingat jadwal yang telah ia susun untuk Edward sepanjang minggu ini. Jadwal yang telah ia tulis ke dalam agenda atasannya itu yang ia berikan pada Lean. "Sepertinya hari ini Tuan tidak ada jadwal keluar Gail Mart ataupun memimpin meeting, ada apa, Tuan?" Anton balik bertanya, sembari menatap Edward. "Kalau begitu, bisakah kau menangani Gail Mart untuk beberapa jam ke depan? Aku mungkin akan sedikit terlambat."Meski tidak mengerti apa yang ingin Edward lakukan, Anton tetap mengangguk patuh pada atasannya itu. "Baik, Tuan Edward. Aku akan segera ke Gail Mart sekarang,