Bel apartemen berbunyi ketika Cassie baru saja selesai memasang kedua antingnya. Dia bergegas pergi untuk melihat siapa yang bertamu malam-malam.
Sebelum membuka pintu apartemen, dia melirik pada jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Mungkinkah itu Ralph yang datang menjemputnya? Tetapi lelaki itu bahkan tidak mengetahui tempat tinggalnya.Cassie mengintip dari lubang pintu untuk melihat seseorang di depan sana. Seorang pria muda memakai tuxedo berwarna hitam berdiri di depan pintu apartemennya. Cassie tidak salah mengenali, itu memang Ralph.Gadis bergaun itu segera membuka pintu apartemennya. Kedua matanya langsung berserobok dengan sepasang mata berwarna biru laut milik pria di depannya ini. "Hai," sapa Cassie ringan. Sementara itu, Ralph hanya membalas dengan dehaman.Diam-diam Ralph memperhatikan penampilan Cassie malam ini. Gadis itu tampak cantik dengan gaun hitamnya. Rambut bergelombangnya dibiarkan tergerai di punggungnya. Riasan yang digunakan meskipun tipis, tetapi mampu menyulapnya menjadi sosok gadis yang cantik. Ya walaupun tanpa berias pun Ralph mengakui Cassie sudah cantik.'Oh God, dia terlihat seperti bidadari.' batin Ralph."Kau mau menunggu di dalam atau bagaimana, tuan Ralph?" tanya Cassie yang membuyarkan lamunan Ralph.Ralph melirik arlojinya. Bukannya menjawab, pria muda itu justru menimpali dengan pertanyaan. "Apakah masih lama? Acaranya mulai pukul delapan, kita tidak boleh terlambat."Cassie menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku hanya akan mengambil tasku di dalam dan memakai heels. Kalau kau ingin menunggu di dalam, masuk saja." Ucap Cassie kemudian berlalu masuk ke dalam apartemennya tanpa menghiraukan Ralph lagi.Tak lama setelah itu, dia sudah kembali dengan penampilan sempurna. Ralph yang awalnya bersandar di dinding sembari menunggu, mulai menyadari kehadiran Cassie saat indra penciumannya menghirup aroma floral bunga mawar dan freesia yang berpadu dengan aroma manis dari vanilla dan musk."Ayo," ajak Cassie pada Ralph yang kini sedang menatapnya."Aku bersama Carlo, asisten pribadiku. Dia tidak tahu menahu soal kesepakatan kita. Kuharap kau berhati-hati bila berbicara dengannya." Ucap Ralph saat mereka tengah berada di dalam lift."Dan ... tetap berakting layaknya pasangan." Lanjut Ralph.Cassie hanya mengangguk paham."Bagaimana kau bisa mengetahui apartemenku?" tanya Cassie penasaran.Ralph mengangkat kedua bahunya cuek. "Mudah saja. Aku bahkan mengetahui semua data dirimu, nona."Mendengar suara yang menyebalkan itu, Cassie mendesis sinis. "Apa saja yang kau ketahui?""Semuanya." Balas Ralph singkat."Siapa nama lengkapku?" tanya Cassie lagi."Cassiel Smeraldo.""Siapa nama ayah dan ibuku?""Respati Wirasena dan Iris Pandora."Cassie terdiam. Dia pikir Ralph tidak mengetahuinya. Saat dia akan mengajukan pertanyaan lagi, pintu lift terbuka. Dia mengurungkan rencananya.Sesuatu yang hangat menjalar di tangan kanannya, ternyata Ralph menggenggamnya. Karena merasa risih, Cassie berniat akan menarik tangannya, tetapi Ralph justru semakin mengeratkan genggamannya dan membawa Cassie keluar dari lift. "Akting dimulai." Ucapnya dengan lirih, namun masih dapat didengar oleh Cassie.Mereka pun berjalan menuju mobil Ralph yang terparkir di depan apartemen. Cassie sempat melongo saat melihat sebuah mobil mewah yang terparkir tepat di depan gedung itu. Mobil Rolls Royce Phantom dengan plat ganda. Entah bagaimana dia bisa melupakan sebuah fakta bahwa Ralph adalah keturunan dari salah satu keluarga konglomerat di negeri ini.Seseorang keluar dari mobil tersebut, kemudian berdiri menyapa Ralph dan Cassie. "Selamat malam, tuan dan nona."Bila dilihat dari penampilannya dan caranya berbicara, sepertinya lelaki di depan mereka ini adalah asisten pribadi Ralph."Selamat malam," balas Cassie dengan sopan dan berusaha tersenyum ramah. Sejujurnya dia merasa aneh diperlakukan begini, dia tidak terbiasa.Lain dengan Cassie yang ramah, Ralph tidak membalas sapaan itu. Dia justru bergerak akan membuka pintu mobil sebelum seseorang tadi menahannya. "Biar aku saja, tuan." Ucapnya segera berlari ke sisi tuannya.Tangannya akan meraih handle pintu mobil saat Ralph melayangkan tatapan tajam padanya. "Aku akan membuka pintu untuk kekasihku." Ralph berkata dengan dingin dan wajah datar.Sontak saja lelaki tadi menarik tangannya dan mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dari Ralph dan juga Cassie tentunya. Setelah itu Ralph mempersilakan Cassie masuk ke dalam mobil, sebelum dia kemudian berputar ke sisi lainnya untuk masuk mobil.Setelah mobil berjalan, suasana hening menemani Cassie dan Ralph. Gadis itu sedikit gelisah, sehingga memilin kedua tangannya. Dia sungguh tidak menyangka akan ada di posisi ini. Dia merasa canggung dan takut dengan apa yang akan terjadi nanti di acara makan malam itu. Bahkan dia sudah menyiapkan mental dan menebalkan muka apabila dia akan dihina karena latar belakangnya yang bukan dari keluarga kaya raya.Tiba-tiba saja Ralph menjulurkan sebuah map padanya. Cassie menoleh dengan dahi berkerut, tanda bahwa dia tidak paham dengan maksud Ralph.Namun, Ralph tidak memberikan penjelasan apapun selain jemarinya yang bergerak menunjuk sebuah tulisan di map tersebut. 'Biodata Ralph Oliver Holt'.Setelah membaca tajuk itu, Cassie mengangguk mengerti. Dia mulai membaca perlahan-lahan. Sesekali dia menghela napasnya, bagaimana cara agar dia bisa mengingat isi biodata ini. Pasalnya isi dari biodata ini sangat lengkap, sampai ke akar-akarnya. Silsilah keluarga Holt, makanan dan minuman kesukaan Ralph, semua kebiasaan Ralph, hingga pada informasi yang tidak penting sekaligus. Bahkan ada informasi golongan darah Ralph, demi Tuhan Cassie tidak peduli dengan golongan darah lelaki menyebalkan ini. Dia juga tidak berniat akan menyumbangkan darahnya sekalipun ternyata tipe darah mereka cocok.Setengah jam berlalu, akhirnya mereka sampai juga pada kediaman keluarga Holt. Bangunan besar yang berdiri kokoh dengan nuansa khas bangunan eropa itu terlihat mewah dan elegan.Cassie baru keluar dari mobil saat Ralph membukakan pintu untuknya dan menjulurkan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menapaki langit-langit mobil agar kepala Cassie tidak terbentur. Mereka terlihat seperti pasangan kekasih yang sesungguhnya.Carlo di belakang keduanya menampilkan senyum tipisnya. Dia sangat penasaran dengan sosok Cassie yang tidak pernah diceritakan oleh Ralph, tetapi tiba-tiba dibawa ke mansion keluarga Holt malam ini dan dikenalkan sebagai kekasih barunya."Silakan, tuan dan nona ..." ucap Carlo memberikan jalan pada Ralph dan Cassie agar mereka berjalan mendahuluinya.Diam-diam Cassie mengeratkan genggaman tangannya pada lengan Ralph. Bagaimana pun juga ini kali pertama dia mendatangi keluarga kaya raya, terlebih lagi tanpa membawa background apapun. Dia hanya akan menjalankan peran sebagai kekasih Ralph Oliver Holt, tidak lebih dari itu.Seolah mengerti perasan Cassie, Ralph menunduk sedikit untuk berbisik pada gadis di sebelahnya itu. "Jangan khawatir, aku akan melindungimu di dalam. Mereka hanya membutuhkan peranmu sebagai kekasihku."Sinar mentari yang menyelinap melalui tirai kamar membuat Ralph mengerang rendah. Dia masih butuh mengistirahatkan tubuhnya, energinya terkuras habis semalam karena mengurus masalah James dan Grace.Cassie melihat Ralph yang hanya berbalik badan dan kembali tertidur. Ia pun berinisiatif untuk menutup tirai kamar hotel dengan gordennya. Lalu, ia kembali ke meja kerja dan melanjutkan aktivitasnya, apalagi jika bukan revisi desain.Fokusnya tidak lagi terpecah. Ia harus segera menyelesaikan revisiannya, karena sore nanti ia harus membawa Ralph pergi ke rumahnya. Ia belum membicarakan hal itu dengan Ralph, tapi Cassie yakin kekasihnya akan mengiyakan.Ketika jemarinya sedang sibuk dengan mouse, tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang. Aroma musky bercampur woody mengenai penciuman Cassie. Tak perlu menoleh, Cassie sudah hafal itu adalah Ralph."Selamat pagi," sapa Ralph dengan nada rendah.Cassie mengusap tangan itu dengan lembut dan tersenyum hangat. Kepalanya menoleh ke atas,
Jemari Grace bergerak, perlahan kelopak matanya terbuka. Dilihatnya langit-langit ruangan yang berwarna putih, juga sedikit aroma obat-obatan khas rumah sakit yang mulai dirasakan oleh indra penciumannya. Matanya berkedip, kemudian menoleh pada sebuah sofa panjang yang ada di sebelah ranjang pasien. Seorang lelaki tertidur dengan tangan kiri menutupi kedua matanya, napasnya terlihat naik turun secara teratur. Tentu saja Grace mengenali sosok tersebut, Arthur. Karena tak ingin mengganggu, Grace berinisiatif memencet bel, agar perawat segera mendatangi kamarnya. Setidaknya harus ada orang yang mengetahui dirinya telah siuman. Benar saja, tak membutuhkan waktu yang lama untuk seorang perawat mendatanginya. Grace tersenyum dan mengangguk saat perawat tersebut meminta izin untuk memeriksanya. "Silakan." Katanya. "Untuk saat ini kondisi Nona sudah stabil, namun Nona masih dalam masa observasi dokter. Nanti dokter akan datang
Lima menit yang lalu, Ralph sudah pergi ke rumah sakit. Lelaki itu tidak pergi begitu saja, ia mencium kening Cassie terlebih dahulu, dan bertanya apakah dirinya diperbolehkan pergi ke rumah sakit malam ini juga?"Aku akan pergi, jika kau mengizinkan." Kata Ralph sembari mengusap puncak kepala Cassie dengan lembut.Cassie mengangguk. "Pergilah. Sepertinya mereka membutuhkanmu. Tapi kau tetap hutang cerita padaku."Ralph terkekeh mendengarnya. "Iya, aku akan menceritakannya nanti. Tunggu aku, ya ... ah tidak, maksudku, lebih baik kau melanjutkan tidurmu saja. Maafkan aku yang membuatmu terbangun. Saat ada kabar nanti, aku akan segera menghubungimu lagi." Jelas Ralph panjang lebar.Cassie mengangguk lagi. "Ya, pergilah. Hati-hati di jalan, jangan mengebut."Sebuah kecupan mendarat di kening Cassie. "Tentu saja. Aku pergi bersama Carlo, kau tak perlu khawatir. Jika ada hal mendesak segera hubungi Jovan, ia selalu siap sedia 24/7."Cassie tersenyum bila mengingatnya. Ia percaya, Ralph tid
James berlarian menggendong Grace dari depan IGD, para perawat yang melihat kehadiran mereka segera bertindak mengambil bed mobile atau tempat tidur pasien yang dapat digeser."Selamat malam, Tuan. Apa yang terjadi?" seorang dokter IGD menghampiri James setelah berhasil meletakkan tubuh Grace di atas bed mobile."Dia minum alkohol seharian hingga melewati batas wajarnya. Kurasa dia juga tidak memakan apapun hari ini. Aku baru menemukannya dan sudah memberikan obat pengar. Mohon bantuanmu," pinta James yang raut memohon.Dokter tersebut mengangguk. "Baiklah, kau bisa menunggu di sana. Aku akan memeriksa kondisinya lebih dulu.""Dokter! Ada darah yang keluar dari rahimnya!" seru seorang perawat pada dokter IGD.Sontak saja kedua lelaki itu menoleh bersama. James dapat melihat darah merah yang kental keluar membasahi kaki Grace.Dahi James mengernyit. Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah Grace memiliki sebuah penyakit serius yang tak ia ketahui? Atau apa? Sekarang apa yang harus ia lakuka
"Apakah semuanya aman, Bambolotta?" suara lembut dari seberang sana cukup membuat rasa penat Cassie berkurang.Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, masih dengan pakaian yang sama. Ia hanya menanggalkan sepatu hak tinggi dari kedua kakinya."Ya, kurasa." Balas Cassie seraya memijat pelipisnya."Tapi suaramu tidak menunjukkan hal yang sama, Bambolotta. Apakah ada sesuatu yang kau tutupi dariku?" tanya Iris sedikit khawatir.Cassie menggeleng ringan. "Tidak, aku hanya butuh beristirahat karena desain yang kubawa akan direvisi kembali.""Ah, begitu rupanya. Ya, kau memang perlu istirahat putriku. Madre akan pulang besok, mari bertemu di rumah." Ujar Iris yang merasa iba.Cassie mengangguk, kembali melupakan bahwa mereka sedang berbicara melalui telepon."Oh, iya. Kenapa aku bisa melupakannya?" Iris tiba-tiba berseru dan berbicara pada dirinya sendiri.Sementara itu Cassie melenguh kecil, dia sedikit terkejut dengan seruan ibunya. "Ada apa, Madre? Kau mengagetkanku.""Besok janga
"Kalian tidak mungkin saling tertarik satu sama lain, kan?" tiba-tiba saja suara James menginterupsi hingga memutuskan kontak mata antara Cassie dan Ralph. Mendengar itu Cassie langsung tergagap. Entah mengapa ia merasa lidahnya kelu, padahal tadinya ia sangat lancar menjelaskan desain yang dibawanya. Jantungnya juga bereaksi lain, berdegup kencang jauh berbeda dari sebelumnya. "Aku? Kau mungkin sedang bercanda, Tuan James. Mana mungkin aku berani mengencani Tuan Muda Holt." Balas Cassie dengan segera. Ralph menyunggingkan senyuman miringnya. Dalam hal menghindari pertanyaan, Cassie memang jagonya. Tetapi sepertinya gadis itu melupakan satu hal, James Arthur merupakan pembaca mimik wajah yang handal. James terlihat mengernyit setelah mendengar jawaban Cassie. "Oh ya? Tetapi sepertinya aku tidak mengatakan kau berniat mengencani Tuan Holt. Kupikir kau hanya tertarik padanya, karena dia sangat ahli dalam bidang arsitektur