Share

ACT 4. Hal yang tidak pantas

Itu bukan urusanmu untuk menyuruhku berhenti bekerja. Aku ingin bekerja di mana pun, berapa pekerjaan yang aku lakukan semua itu bukan urusanmu.” Rupanya dia ingin aku keluar dari sini. Tapi apa masalahnya sampai aku harus keluar, memangnya dia siapa?

“Jangan serakah Patricia, perusahaan tempatmu bekerja adalah perusahaan multinasional yang memiliki banyak bisnis salah satunya adalah ritel supermarket terbesar. Gajimu pasti puluhan juta dari tempat itu, kenapa kau mau bekerja paruh waktu yang bahkan gajinya sangat jauh dari tempatmu bekerja sekarang.” Milla terus menekan agar Patricia keluar bekerja dari tempat ini dengan terus mengungkit gaji dari perusahaan tempatnya bekerja.

“Kenapa mengaturku harus bekerja di mana. Sudah kubilang aku bisa bekerja di mana saja, tentang gajiku itu bukan urusanmu. Kamu tidak perlu tahu kenapa aku mengambil pekerjaan lain selain menjadi karyawan perusahaan. Bagaimana kamu bisa tahu profil perusahaanku, apa sebelumnya kamu juga bekerja disana?” cecarku. Dia pasti pernah bekerja di sana walau sebentar.

“Aku benar-benar membenci perusahaan itu dan orang-orang yang bekerja di sana, mereka memecatku begitu saja tanpa memberiku kesempatan untuk menjelaskan bahkan tidak memberiku pesangon sedikit pun. Aku diusir dari apartemenku, bahkan aku harus menjual mobil dan hartaku untuk bertahan hidup,” ujarnya dengan tatapan dan nada marah pada.

“Jika mereka sampai memecatmu, pasti ada kesalahan besar yang kamu lakukan di tempat kerjamu. Dan itu urusanmu bukan aku. Lebih baik kita mengurus urusan masing-masing saja. Permisi.” Milla menarik tangan Patricia dengan kasar, tepat ditempat dia terkena minyak panas tadi.

“Keluar dari tempat ini sekarang, sebelum aku melakukan hal-hal yang nekat padamu. Kamu sudah mendapat gaji yang sangat besar dari tempat itu, jangan mengambil hak orang lain dengan bekerja di tempat rendahan seperti ini. Apa gajimu tidak cukup untuk memenuhi gaya hidupmu? Atau kamu terlilit utang yang besar sampai kamu rela bekerja apa saja? Kenapa tidak menjual dirimu saja,” ucapnya dengan nada yang merendahkan.

“Aku bukan orang yang seperti itu, jika kamu tidak tahu apa-apa tentang hidupku lebih baik kamu diam saja dan jangan ikut campur. Kamu tidak akan sanggup bertahan sepertiku jika kamu tahu apa yang terjadi padaku.” Aku membentaknya karena aku tidak suka ada orang lain yang membicarakan hidupku tanpa tahu apa pun yang terjadi.

Milla, terus mengganggu dengan apa yang sedang Patricia lakukan. Saat sedang mengepel lantai, dia sengaja menjatuhkan minuman atau sisa makanan lain sehingga membuat lantai yang sudah dipel kembali kotor. Begitu pun saat sedang mengelap meja, dia sengaja menumpahkan sisa minuman yang dia ambil dari tempat sampah dan menumpahkannya di meja yang sudah dibersihkan.

Dia terus melakukan itu ketika tidak ada orang lain yang sedang memperhatikan kami berdua. Milla sepertinya berusaha membuat Patricia tidak nyaman, kesal dan marah, lalu membuat masalah dengannya. Dia berusaha memancing emosi Patricia, lalu bersikap bahwa dia adalah korbannya. Perempuan licik ini tidak bisa dibiarkan sama sekali.

“Kerja bagus! Kalian bekerja dengan sangat cepat dan gesit sehingga para pelanggan itu tidak menunggu terlalu lama. Kita tidak menduga jika ada seorang pelajar yang merayakan ulang tahunnya di sini dan membuat kita kewalahan dengan pesanan besar. Patricia, aku melihatmu bekerja keras meskipun itu bukan tugasmu. Kau yang bekerja di dapur, membantu ke bagian depan bahkan membereskan sampah yang ditinggalkan anak-anak muda itu. Kuharap yang lain juga meniru semangat kerjanya.”

Asistan manajer datang untuk mengapresiasi kerja kami sekaligus memuji-muji kinerja Patricia yang menangani banyak pekerjaan. Beberapa karyawan lain juga bertepuk tangan dan berterima kasih karena sudah membantu kerjaan mereka, hanya satu orang yang terlihat tidak suka. Milla.

“Itu bukan apa-apa, aku hanya membantu sebisaku, ini bukan hal yang besar sampai kalian memperlakukanku seperti ini,” aku sedikit tersipu karena mereka terlalu berlebihan dalam memuji.

“Bukan hal besar apanya, jika tidak ada kamu yang membantuku mungkin aku sudah di complain karena terlalu lama untuk menyajikan pesanan mereka,” sahut seseorang yang tadi memintaku untuk membantunya menyajikan pesanan pada pembeli.

“Itu benar, aku melihat kerjamu yang begitu cepat dan kamu cukup peka untuk melihat mana yang harus dibantu lebih dulu. Apa kamu tidak mau menjadi pekerja tetap saja daripada menjadi pekerja paruh waktu? Aku bisa menawarkan posisi yang lebih baik daripada hanya menggoreng di dapur,” tawar asisten manajer.

Suara decakan kesal yang tidak lain dari mulut Milla, matanya yang melotot tajam dan marah karena Patricia mendapatkan semua pujian. Ditambah lagi dengan mereka yang mendukung untuk menjadi pekerja tetap di sini membuat hatinya semakin panas.

“Terima kasih, aku tidak bisa menjadi pekerja tetap di sini karena aku tidak bisa bekerja di siang hari karena aku bekerja di tempat lain.” Orang-orang ini memang tidak tahu aku bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar. Mereka hanya tahu tempat kerjaku yang lama, karena aku hanya mencantumkan tempat kerja yang lama sebelum mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang besar.

“Sayang sekali, kamu sepertinya sosok pegawai yang teladan, gesit dan sangat peka dengan lingkungan kerjamu. Sepertinya gaji di restoran lain yang itu sangat kecil sampai kau harus bekerja di dua tempat sekaligus. Jika kau ingin bekerja penuh di sini, aku akan menawarkanmu posisi sebagai crew leader.”

Ucapan sang asistan manajer itu membuat semua karyawan yang mendengarkan terkesiap. Mereka tidak menyangka posisi ditawarkan begitu saja padahal mereka mereka harus bekerja mati-matian agar nilai evaluasi mereka selalu bagus. Mereka semua mengakui bahwa kerja Patricia lebih baik dari mereka.

“Seharusnya posisi itu ditawarkan pada orang yang sudah bekerja lebih lama dari dia, jangan bersikap tidak adil Danny.” Protes Milla pada asisten manajer yang bernama Danny itu.

“Tentu saja aku bersikap adil Milla, aku akan memberikan posisi itu jika dia mau jadi karyawan full time di sini. Selain itu, aku tidak memberikan kenaikan posisi pada siapa pun berdasarkan berapa lama mereka bekerja di sini, tetapi berdasarkan nilai evaluasi kalian. Posisi itu akan kuberikan jika ada yang mendapat nilai evaluasi yang lebih baik dari Patricia. Bekerja keraslah jika menginginkan posisi tertentu.”

Kata-kata sang asisten manajer itu sepertinya cukup menohok untuk Milla, karena dia terlihat tidak bisa membalas apa pun lagi. Aku tidak mau menambah masalah dan segera kembali ke dapur begitu asistan manajer itu mengobrol dengan yang lainnya.

Perutku terasa sangat sakit dan perih karena hari ini aku tidak makan dengan benar. Mereka memberi satu paket makanan untuk karyawan yang bekerja, aku bisa saja memakannya tapi aku memikirkan Karin. Aku selalu membawa makanan ini untuknya sebagai makan malam yang cukup larut. Melihatnya memakan makanan fastfood dengan wajah yang senang membuat perasaan hatiku ikut senang. Mungkin aku bisa memakan kentangnya saja, ayamnya akan kuberikan pada Karin.

Waktu sudah menunjukkan hampir jam sebelas malam, sebentar lagi waktu untuk pulang karena cabang restoran fastfood ini tidak buka selama dua puluh empat jam.  Sebelum itu ada yang harus dilakukan dengan perempuan bernama Milla itu. Perempuan itu pasti belum pulang karena apron yang dia pakai belum tergantung di tempat seharusnya. Para pegawai lain yang bertugas untuk bersih-bersih biasanya akan pulang belakangan, kulihat mereka juga sedang merapikan kursi-kursi dan membuang sampah keluar. Milla tidak ikut bersih-bersih di sini, mungkin dia ada di tempat lain.

Satu persatu telusuri tempat kemungkinan dia berada, dari toilet sampai dapur namun masih belum menemukannya. Satu tempat yang belum didatangi adalah area didekat freezer room, tempat menyimpan semua bahan makanan. Patricia menghampiri tempat itu dengan perlahan-lahan agar tidak mengagetkannya. Tetapi yang dia temukan jauh lebih mengejutkan daripada seharusnya, suara desahan dari dua orang yang saling bersahutan terdengar didekat ruangan freezer room.

“Apa yang kalian berdua lakukan disini?!” Patricia memergoki mereka berdua yang sedang melakukan hal yang sangat intim di dalam ruangan khusus untuk menyimpan makanan. Dua orang itu langsung meraih baju mereka yang berserakan dan menutupi bagian tubuh mereka yang terlihat.

“Patricia, kukira kamu sudah pulang,” sahut Fred sambil memakai pakaiannya dengan terburu-buru. Aku ingat dia bekerja di bagian kasir. Begitu pun dengan Milla, dia sibuk memakai semua pakaiannya kembali.

“Apa-apaan kalian, menjijikkan sekali melakukan hal seperti itu di tempat di mana semua makanan disimpan.” Aku menatap tidak percaya pada dua orang itu yang bersikap tidak tahu malu di tempat kerja sendiri.

“Aku dan Milla melakukannya karena suka sama suka. Kebetulan kami sudah lama tidak melakukannya, kami melakukan momen yang pas sampai akhirnya kita seperti ini,” jawabnya tanpa malu dan bersalah sedikit pun.

“Kalian berdua benar-benar tidak waras melakukan di tempat seperti ini, aku akan melaporkannya pada asisten manajer besok pagi.” Aku benar-benar jijik melihat dua orang ini melakukan hal yang tidak pantas, setelah ketahuan pun mereka seperti tidak malu sama sekali.

“Jangan, kumohon jangan lakukan itu. Aku benar-benar bisa kehilangan pekerjaanku, aku harus membantu pengobatan nenekku. Dia anggota keluargaku satu-satunya,” mohon Fred sambil berusaha memegang tanganku, aku menolak tanganku disentuh dengan tangannya dengan gerakan kasar.

“Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu.” Kutepis tangan kotor itu yang hampir saja mengenai tanganku. Tidak sudi satu inchi saja tubuhku disentuh olehnya.

“Laporkan saja, aku sama sekali tidak takut. Sebaliknya, aku juga akan melaporkanmu karena kamu sudah melakukan penipuan dan membohongi semua orang. Aku akan memberi tahu pekerjaanmu yang sebenarnya di Shire.Group,” ancam Milla. Kali ini aku menatapnya dengan tajam.

“Baik, kita lakukan saja sesuai keinginanmu. Meskipun aku dipecat nanti, aku tidak kehilangan apa pun karena aku masih punya pekerjaan lain, sebaliknya ini adalah pekerjaanmu satu-satunya bukan? Kita lihat siapa yang akan lebih dimaafkan. Melakukan hubungan seks di tempat kerja apalagi melakukannya di dekat bahan makanan yang disimpan, atau aku yang membohongi mereka karena satu alasan.” Aku mengancamnya balik tanpa rasa takut.

Setelah menatap mereka berdua, aku pergi meninggalkan mereka dengan perasaan yang campur aduk, jijik, marah, kesal. Tidak habis pikir bagaimana dua orang itu bisa melakukannya di tengah-tengah bahan makanan yang akan digunakan restoran ini. Tidak peduli mereka saling mencintai atau tidak, yang mereka lakukan benar-benar menjijikkan.

Patricia menunggu bus terakhir yang tidak kunjung datang padahal masih ada sedikit waktu sampai selesai beroperasi. Angin yang berembus membuat tubuhnya sedikit kedinginan karena sebentar lagi akan memasuki musim gugur, mungkin sebaiknya besok membawa pakaian yang sedikit tebal dan hangat.

“Tricia?” seseorang memanggil namanya dari dalam mobil yang berada di seberang jalan. Dia melihat Patricia dari balik kaca mobil yang sudah dia buka. Siapa? sama sekali tidak mengenal orang itu. Pria itu turun dari dalam mobilnya, kemudian menyebrang dengan berlari kecil.

“Sedang apa kamu malam-malam masih berada diluar?” dia duduk disamping Patricia dengan wajah yang khawatir.

“Kamu mengenalku?” Patricia menatap wajah pria itu. Wajahnya cukup tampan, rahangnya cukup tajam, matanya yang tegas dan hidungnya yang lancip. Fitur wajah yang sempurna untuk seorang lelaki.

“Kamu pasti terlalu fokus pada pekerjaanmu sampai tidak memerhatikan orang-orang disekitarmu. Aku Allan Walton, bekerja di bagian keuangan.” Dia menyodorkannya untuk bersalaman denganku. Kusambut uluran tangannya sambil berpikir karena sama sekali tidak pernah melihatnya.

“Oh? Kamu adalah orang yang menjadi primadona para wanita di kantor!” tunjukku dengan heboh. Julia pernah membicarakan orang tampan ini. Dia hanya tersenyum malu-malu ketika aku menyebutnya primadona wanita kantor.

“Julukan itu sangat memalukan, banyak yang lebih tampan dariku di kantor,” ujarnya malu-malu.

“Entahlah, aku tidak begitu memerhatikan. Tapi jelas itu adalah kamu yang selalu dibicarakan oleh semua karyawan wanita. Kenapa kamu masih diluar?” aku mengganti topik karena wajahnya mulai memerah ketika aku membicarakan tentang dirinya.

“Aku baru saja pulang dari rumah orang tuaku, lalu kau sendiri? Kenapa masih di luar?”

“Ah, aku mencari udara segar saja, berjalan-jalan sampai tidak sadar sudah larut malam.” Aku berbohong karena tidak mau siapa pun tahu bekerja di tempat lain selain di kantor sebagai penanggung jawab administrasi perusahaan.

“Kamu sudah mau pulang? Mau aku antar?”

“Kamu? Mengantarku pulang?” Allan mengangguk.

“Memangnya kamu ingin diantar kemana, hm? Aku bersedia mengantarmu kemana saja,” tawarnya lagi.

“Ah, aku … aku …”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status