“Tidak. Aku sama sekali tidak mau melakukannya.” Patricia menolak keinginan Sean yang ingin melakukan sedikit kontak fisik dengannya. Tadi saja, saat Sean merangkul tubuhnya dengan seenaknya Patricia ingin sekali memukuli orang ini. Orang ini sangat pandai mengambil kesempatan saat orang lain tidak menyadarinya atau saat sedang sadar sepenuhnya seperti tadi. “Kalau begitu kau urus saja sendiri. Aku tidak akan menolongmu ketika dia menyebarkan fotomu ke publik,” ucap Sean lalu menyesap minuman beralkoholnya. Tatapannya terlihat tidak peduli sama sekali. “Kamu sudah melanggar kesepakatan yang kita buat beberapa hari yang lalu. Apakah kita serius untuk melakukan ini atau hanya main-main saja? Lebih baik kamu kembalikan aku seperti dulu saja,” balas Patricia sambil mengerutkan keningnya kesal pada Sean. Bagaimana tidak, dia bisa berbuat seenaknya sedangkan dirinya harus mengikuti semuanya tanpa terkecuali. “Pihak pertama berhak menolak jika dia tidak mau melakukannya atau tidak menging
Patricia menunggu aba-aba dari Julian dengan perasaan yang berdebar dan gelisah. Orang lain mungkin akan melihatnya sebagai wanita yang sedang duduk tenang menikmati suasana di klub malam, padahal dalam hatinya dia ingin sekali langsung menerjang pria itu dan mengambil ponselnya lalu pergi dari tempat ini. Tapi, bukankah itu sangat beresiko untuk dirinya sendiri? Nama Patricia akan dicap sebagai pencuri ponsel.Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda dari Julian untuk menyuruhku datang mendekat pada mereka berdua. Patricia mulai cemas apakah mereka berdua akan gagal untuk mendapatkan ponsel itu atau lebih baik dia melakukan hal yang ada dalam pikirannya sejak tadi. Dia sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi dari ini. Jika dalam hitungan lima menit tidak ada apa pun, dia akan nekat untuk melakukan apa pun yang dia bisa.“Masih belum bisa melakukannya sendiri? Lebih baik kamu meminta bantuanku dari pada Julian. Dia tidak akan bisa membantumu sama sekali, hubungan dia deng
Patricia tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya mendengar permintaan Sean. Dia pikir Sean ingin melakukan sedikit kontak fisik lagi seperti sebelumnya, ternyata yang keluar dari mulutnya jauh dari perkiraannya. “Memohon? Padamu? Kamu membuatku terlihat seperti budak,” balas Patricia. Sama sekali tidak menyangka dirinya harus memohon-mohon untuk sebuah bantuan yang tidak seberapa. “Tentu saja, aku sudah membayarmu, memberikan semuanya yang terbaik untukmu dan juga keluargamu. Bukankah sudah seharusnya untuk membalas budi pada majikanmu?” Patricia menatap Sean dengan ekspresi yang terluka, bertanya-tanya apa yang berada di hadapannya ini manusia atau iblis? Dirinya dianggap sebagai budak belian lalu diperlakukan dengan seenaknya. Orang yang memiliki segalanya ternyata lupa bagaimana cara untuk melihat kebawah. Lebih menyedihkannya lagi, Patricia yang tidak memiliki apa pun tidak bisa melawannya sama sekali. “Kenapa hanya diam saja dan melihatku seperti itu? Kamu marah? Apa yang
“Kenapa cara jalanmu seperti itu? Apa kamu mencuri sesuatu di tempat ini?” tegur Sean saat melihat Patricia berjalan ragu-ragu dengan kepala tertunduk, kedua tangan bertaut erat di bawah perut, juga sesekali tatapan Patricia yang kesana kemari seolah menghindari orang yang menatapnya di depan meja kerja yang cukup besar itu.“Cara jalanku cukup normal, aku datang untuk menggantikan Eva.” Patricia masih mencuri-curi pandang pada wanita yang tadi duduk di pangkuan Sean dan kini sudah berdiri tegak disampingnya. Perempuan itu pun terlihat malu tapi dia terlihat mencoba mengabaikan tatapan Patricia.“Kau akan jadi orang yang mewakili diriku dalam segala hal. Aku tidak suka jika kau berjalan seperti orang bodoh yang tertangkap mencuri sesuatu,” tegur Sean sambil melirik tajam pada Patricia.“Aku tidak mencuri apa pun, aku datang karena diminta Eva,” gumam Patricia.“Karena disuruh? Bukan karena kesadaranmu sendiri kalau kau sedang bekerja disini?” tatapan Sean terlihat marah.“Maaf, aku te
Patricia menatap marah pada lelaki tua itu. Dia memang tidak suka jika ada orang yang dengan terang-terangan membicarakan dirinya, apalagi mencari tahu informasi dirinya melalui orang lain. Terlebih lagi orang itu adalah orang yang dia benci selama ini. “Patricia?” Sean menegur Patricia dengan sedikit kernyitan di wajahnya. Tidak biasanya Patricia menunjukan emosi kemarahan seperti itu pada orang lain selain dirinya. “Maaf, bisakah aku keluar dari ruangan ini sekarang juga?” pinta Patricia tanpa memandang Sean sama sekali. Dia masih menatap marah pada lelaki tua itu. “Aku tidak tahu apa yang terjadi antara kalian berdua, tapi ini urusan pekerjaan. Bersikaplah professional,” ucap Sean. Patricia sama sekali tidak peduli dengan ucapan Sean. Dia menetap kearah lain dengan amarah yang masih bergemuruh di dadanya. “Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan Patricia? Kenapa kau diam saja seperti orang bodoh? Cepat minta maaf pada Darren, dia rekan bisnisku. Apa pantas kau memperlakuka
Beberapa minggu ini Patricia terlihat sering uring-uringan karena pekerjaannya makin lama semakin banyak sehingga membuatnya sering lembur, juga dia sadar Sean selalu mengerjainya dengan menyuruh Patricia mengulang laporan padahal sudah kesekian kali dia membuat ulang. Lebih menyebalkannya lagi, Sean sekarang terang-terangan menggodanya di depan karyawannya sendiri.“Butuh bantuan Patcy? Ah, tapi sepertinya aku tidak bisa membantu karena Sean pasti akan marah jika ada yang membantumu. Saying sekali,” ujar Tasha setelah mengulas lipstikk merah mudanya. Dia sedang merapikan make up yang sudah mulai luntur.“Ini benar-benar gila Tasha, lelaki itu sepertinya ingin membuatku mati karena kelelahan. Dokumen yang sudah aku cek berapa kalipun harus diulang beberapa kali. Sean benar-benar gila!” umpat Patricia.Patricia berani mengumpat pada bossnya karena dia sedang berada di toilet yang kebetulan hanya ada dia dan Tasha di dalam.“Sudah jelas dia sedang mengincarmu, kenapa kamu tidak coba saj
Setelah turun dari pesawat, Patricia langsung pergi menuju kantor polisi untuk menemui seseorang di sana. Sejak dia pergi dari kantor sampai turun dari pesawat, teleponnya terus berdering tanpa henti dan Patricia terus mematikannya bahkan dia membuat teleponnya dalam mode getar saja. Tasha yang meneleponnya dan mengirim banyak pesan padanya pun sama sekali tidak dia gubris. Pikiran wanita berusia dua puluh lima tahun ini sedang sangat kacau sekarang. Sepanjang perjalanan dia hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan mengurut kepalanya.“Selamat sore, saya Patricia wali dari William. Dimana adikku sekarang?” tanyanya pada polisi yang sedang bertugas.“Kamu Patricia Hills? Kakak kandung sekaligus wali dari William Zachary?” Patricia mengangguk dengan cepat. “Tunggu di sini sebentar. Aku harus menghubungi atasanku dulu.”Petugas itu pergi entah kemana selama beberapa menit. Patricia yang datang sendirian semakin merasa cemas dan gugup. Bertanya-tanya sebesar apakah masalah adiknya sampai
“Meski kubilang aku kenal mereka, bukan berarti aku bisa membantumu Patcy. Mereka punya koneksi dan kekuasaan yang jauh lebih luas dariku.”“Tapi aku tidak bisa membiarkan adikku di penjara Sean. Bagaimana jika ibuku bertanya dan ingin bertemu dengannya? Apa yang harus aku lakukan?”“Patcy, terakhir kau bertemu dengannya saja kau sudah meninggalkan dia tanpa uang sedikit pun. Semua ini tidak akan terjadi jika kau tidak melakukan itu. Bisa saja itu salahmu bukan?”Patricia tidak membantah lagi dengan apa yang diucapkan bossnya itu. Dia sepertinya menyadari jika adiknya seperti ini karena dia meninggalkan saat mereka bertemu satu bulan lalu. Jika Patricia tidak meninggalkannya, mungkin Will tidak akan masuk penjara dan tidak ada masalah dengan siapa pun.“Aku hanya ingin memberi adikku sedikit pelajaran saja, aku ingin dia tahu kalau mendapat uang itu tidak semudah saat dia meminta. Dan aku juga tidak tahu jika hasilnya akan jadi seperti ini,” ujar Patricia dengan lemas. Dia membuang na