Kai masih menimbang-nimbang apa keputusan yang harus ia buat, mengigat keduanya sangat penting untuk masa depannya; perjodohan dan bisnis baru. Yang mana keduanya masih satu lingkup keluarga yang sama, ia tidak ingin mengambil keputusan yang salah dan tidak ingin juga kedua belah pihak, keluarganya dan keluarga calon merasa kecewa di akhir.
"Gimana?" tanya Sofia. Kai mengangkat kepalanya, tahu apa yang saat ini Sofia jadikan bahasan untuk sarapan pagi kali ini.
"Not bad!"
Kai melanjutkan kembali kunyahan tanpa mempedulikan ekspresi Sofia ketika mendengar jawabannya. Sofia dengan wajah sumringahnya.
"Pa nanti kita lamar Youmna, segera!" ucap Sofia kepada Brian dengan nada bahagia yang tak terkontrol.
"Ma, tunggu! Jangan terburu-buru," ucap Kai dengan santainya.
"Nah, kan kamu udah setuju!"
"Pa, kapan aku bilang setuju? Ma, tadi aku bilang bahwa perjodohan itu tidak buruk, tapi bukan berarti kau bisa terima dengan gitu aja!" tegas Kai dengan menyakinkan Brian bahwa Ia tak mengatakan apa yang Sofia katakan.
"Apa lagi yang kamu cari, Nak?" Kali ini Brian angkat bicara.
"Soal nikah Kai nggak mau salah pilih pasangan."
"Mama sama papa udah pilihkan yang terbaik buat kamu, dan hal yang harus kamu ingat. Youmna, nggak kaya mantan-mantan kamu!" Sofia menaikkan nada bicaranya.
"Iya, Ma. Kai kenal siapa Youmna!"
Kai menghabiskan sarapannya dan meminum susu yang telah dibuatkan oleh tangan yang penuh kasih sayang, Sofia. Setelah habis Kai bangun dari duduknya dan berangkat untuk ke kantor tak lupa sebelum berangkat ia selalu mengecup kening Sofia dan mencium tangan Brian.
"Nanti lagi ya ma keponya, aku mau ngantor dulu." Kai bergegas ke kantor dengan mobil pribadi miliknya yang telah menunggunya untuk di parkiran untuk melaju secepat kilat.
***
Tuutt ... Tuuutttt ... Tutttt ....
Suara telepon berdering, Kai mengangkat telepon itu dengan elegan. Telepon yang sudah pasti dari sekretarisnya.
"Halo, Pak!" Suara seorang wanita dari seberang telepon.
"Iya, ada apa?"
"Ada wanita yang mau menemui, Bapak!"
"Siapa?"
"Dia nggak nyebutin nama, dia cuma bilang mau ketemu sama Pak Kai untuk memberikan sempel olahan ubi."
"Biarkan dia menunggu di luar!"
Kai mematikan teleponnya secara sepihak, menarik napasnya dan membanting kasar punggungnya di penyangga kursi putar yang saat ini ia duduki. Kai sempat menundukkan kepalanya dan memijatnya dengan pijatan refleksi yang ia tahu dan bisa dipraktekkan. Tak lama Kai bangun dari duduknya, mengambil jas yang tergantung di gantungan yang tak jauh dari kursinya dan mengambil kunci mobilnya. Ia berjalan menuju pintu keluar ruangan, ckrekkk ... suara yang membuat semua orang yang ada di depan ruangannya terkejut dan memberikan salam.
"Pak!"
"Mau pergi ke mana, Pak?" tanya sekretaris yang ada di hadapannya kini.
"Mana wan ...." perkataan Kai terhenti ketika kedua bola matanya menemukan sosok yang ia cari.
"Van, undur jadwal rapat ya. Jadikan besok pagi."
"Baik, Pak!"
Kai meninggalkan sekretarisnya itu dan menghampiri Youmna, wanita yang telah menunggu kehadiran Kai dari setengah jam yang lalu. Youmna duduk sambil membaca buku dan handset yang terpasang di kedua telinganya, serta rantang yang berada di sampingnya.
"Maaf, udah nunggu lama," ucap Kai dengan lembut kepada Youmna.
"Hemm," sahut Youmna yang sadar dengan kehadiran Kai di hadapannya.
"Aku ke sini cuma mau antarkan ini." Youmna memberikan rantang yang berisi kue ubi di dalamnya.
"Biar aku antar pulang!" Kai tanpa menunggu jawaban dari Youmna, Ia seolah memerintah Youmna untuk segera berjalan mengikutinya dari belakang.
"Kenapa bukan Yardan? Ke mana dia?" tanya Kai sambil berjalan memimpin Youmna.
"Abang lagi sibuk, ada kerjaan mendadak!"
"Terus?"
"Ya, udah itu aja!"
"Ke sini naik apa?"
"Angkutan umum!"
'Dasar cowok nggak jelas!' pekik Youmna dalam hatinya. Kesal, sebab telah dibuat menunggu lama olehnya.
"Lain kali kalo ke mana-mana jangan sendirian. Zaman ini udah nggak kaya masa-masa SMP!" gerutu Kai.
'Ya gua juga bisa jaga diri, keless!' Youmna berkali-kali mengeluarkan umpatannya untuk Kai yang entah sedang dirasuki oleh apa pria itu sehingga menjadi pria yang sok bijak.
Sampai di dalam mobil Youmna masih dengan diamnya dan Kai juga masih dengan diam yang sama. Keduanya tidak ingin melanjutkan percakapan yang terjadi tadi, dan Youmna pun tidak ingin memperdebatkannya.
Kruk, kruk, kruk ....
Suara perut yang keroncongan itu berasal dari perut Youmna, Kai tertawa kecil tanpa Youmna sadari Ia mendengar dengan jelas perut itu berteriak meminta diisi. Bergerak tanpa perintah, kini Kai memarkirkan mobilnya tepat di depan sebuah restoran rumah makan Padang langganannya.
"Kok kita ke sini? Katanya mau pulang!" pekik Youmna. Meski dalam keadaan lapar ia masih bisa mengeluarkan nada yang sedikit tinggi dan penuh penekanan.
"Aku nggak bisa biarkan kamu pulang dalam keadaan kelaparan!"
"Huft, hati-hati banyak penipu yang baik hati!" seru Youmna dengan nada kecil agar suaranya hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri sambil turun dari mobil.
Sesampainya di dalam Kai langsung memesan makanan tanpa bertanya 'kamu mau apa?' Kai tidak seribet itu, Ia akan memesan semua menu dan akan membayar semua yang telah disentuh atau dicicipinya. Kai meski tergolong pria tampan dan kaya tanpa embel-embel warisan keluarga, Ia tidak pernah malu makan di kedai pinggir jalan dan bukan tergolong tempat atau makanan elit. Ia tidak pernah mempermasalahkan itu, yang Ia pikirkan adalah makanannya enak di lidahnya itu saja sudah cukup. Youmna duduk di hadapan Kai dengan masih menatap rantangnya dan menatap setiap orang yang ada di sekelilingnya.
"Kenapa, nggak bisa makan di sini?"
Youmna dengan ekspresi kagetnya, "Ha? gua nggak ngomong apa-apa. Jadi nggak usah sok tau!"
"Gua kan nanya, Nyonya Youmna!"
"Coba nggak usah galak-galak. Gua baik-baik ya dari tadi, gua pengen lupain semuanya. Tapi lu, nothing!" lanjut Kai dengan nada rendah tak ingin menyakiti Youmna dengan nada yang kasar.
Youmna terdiam dengan perkataan yang telah diucapkan Kai tadi kepadanya, Youmna akui bahwa sejak awal pertemuan yang lalu Ia tidak bisa bersikap baik pada Kai, selalu saja dengan kata-kata yang terkenal galak itu. Tidak pernah bisa menjadi baik meskipun Youmna mengatakannya dengan nada yang halus, tidak pernah bisa!
Melihat Kai sama seperti melihat sampah untuknya! Entahlah, sepertinya luka itu teramat dalam melukai hati Youmna meski telah tujuh tahun berlalu Ia masih belum bisa melupakan segalanya! Semua kesalahan Kai itu selalu menghantui hidup Youmna, pria itu tidak pernah sadar betapa tersiksa batin dan pikiran Youmna selama ini. Meski telah jauh dari tempatnya, telah jauh dari objeknya, dan telah terpisah oleh jarak semua itu masih berbekas dalam ingatan seorang wanita yang kutu buku dan polos pada masanya.
Kesalahan yang menurutnya menjadi pembodohan untuk anak-anak yang rajin di sekolah sedangkan anak yang populer yang mendominasi sekolah. Apalagi dengan embel-embel keluarga yang tajir melintir, siapapun akan mendekat dan siapapun bisa jadi apapun di dalam genggamannya. Youmna masih mengigat setiap senti kesalahan yang pernah Kai perbuat dan Ia masih menggenggam rasa benci yang teramat dalam untuk Kai. Sampai detik ini pun Ia belum bisa memaafkan, meskipun Kai berkata lembut padanya.
"Sampai kapanpun lu nggak akan pernah bisa berubah!" "Youm! lu bukanTuhan, lu nggak bisa nentuin masa depan seseorang!" Mereka masih memperdebatkan segala yang menjadi bahasan di restoran tadi, meski dalam keadaaan mobil yang berjalan keduanya tidak henti mengungkapkan semua argumen yang ada di kepala masing-masing dan ego masing-masing. "Tapi orang tipe kaya lu nggak akan bisa berubah!" "Selalu ngerendahin orang lain! lu pikir. Lu sempurna!" lanjut Youmna dengan amarahnya. "Youm!" panggil Kai seakan ingin membela dirinya. "Orang lain bisa aja stres gara-gara omongan lu!" lagi Youmna melontarkan umpatan untuk Kai. "Tolong jangan ungkit masa lalu. Gua udah berubah, Youm!" "Bicara tanpa tindakan itu namanya penipuan!" tegas Youmna. "Gua nggak nipu lu! basing lu lah!" Kai menyerah dengan usahanya membe
Masa yang tidak akan pernah terulang dan jika ada mesin untuk mengulang waktu, Youmna akan menghindari masa-masa itu dan bahkan Ia tidak pernah ingin mengenal Kai kembali meski dalam raga yang berbeda. Perasaan benci yang tidak pernah bisa terobati ini apakah akan selamanya seperti ini? "Youm, sebelum ambil keputusan coba pikirin matang-matang." ucap Kai dengan tenang. "Apa yang harus gua pikirin berulang-ulang. Lu itu...." kalimat Youmna terhenti Ia tidak tega mengucapkan perkataan yang bisa lebih-lebih menyakiti Kai. "Kenapa? Playboy. Tukang bully. Sok ganteng. Sok kaya! apa lagi kejelekan yang ada di dunia ini semua ada di seorang Kai!" Kai mencaci dirinya sendiri. Youmna menatap Kai yang sedang menyetir itu dengan tatapan nanar, Ia sebenarnya tidak ingin mengatakan kejelekan diri Kai di masa lalu yang telah menyakiti hatinya, namun pria itu malah menggalinya sendiri.
Youmna terduduk dari berdirinya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menatap tubuh Yardan yang terbaring di kasur. "Selama ini kan ayah udah banyak bantu Abang dan kamu juga. Abang pengen mandiri, pengen ngerasain susah biar sewaktu-waktu Abang nggak di tampar oleh keadaan yang buat Abang nggak bisa ngelakuin apa-apa." "Waktu kita nggak selamanya. Kamu sadar kan dek?" lanjut Yardan dengan tanya. Youmna hanya mengangguk meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Yardan. "Hidup juga berputar dek, Abang nggak mau disaat roda Abang dibawah malah buat Abang sombong." "Bang, kita buat kedai pinggir jalan aja yuk dengan modal seadanya. Youmna bantu ya?" "Kayanya dari pada cari investor, lebih baik dirintis dari awal banget bang. Kerja kerasnya lebih kerasa." Youmna berusaha menyakinkan Yardan dengan usulnya. Youmna mengerti impian Yardan
"Dia baik dek, kamu nggak akan nyesel. Ayah yakin sama dia begitu juga Abang," jelas Yardan dengan senyuman. "Tapi..." "Tapi kok dia batalkan investasi dan hancurkan impian Abang?" lanjut Youmna. "Mau ya dek, nikah sama Kai. please!" Yardan memohon. "Youngie nggak mau nikah sama orang yang udah hancurkan impian Abang!" Mendengar perkataan tersebut terucap dari lidah Youmna, Yardan tertawa terbahak-bahak membuat Youmna tak mengerti akan tingkah Yardan saat ini. "Kok malah ketawa?" tanya Youmna datar. "Kenapa? ada apa sama Kai, Abang yakin alasan kamu bukan itu!" kini Yardan berbicara lebih serius. Youmna terdiam karena Ia tahu menjawab hal yang sebenarnya hanya akan mengingat kan kejadian dimasa lalu dan menjawab dengan dusta pasti akan tercium oleh Yardan. "Hemm, yaudahlah Abang juga bukan dukun. Ta
"Assalamualaikum." ucap Kai ketika memasuki ruangan yang terdapat Bagas dan Yardan. "Waalaikumsalam bro, pagi ya sesuai janji!" seru Yardan dengan ekspresi bahagia mengetahui Kai sudah datang. Kai pun bersalaman dengan Yardan salam sahabat sedangkan dengan Bagas, Kai mencium tangannya tanda menghormatinya. Kai duduk setelah dipersilakan duduk oleh Bagas, "Adekmu udah bangun belum, Dan?" tanya Bagas kepada Yardan. "Udah yah, lagi mandi kayanya." "Kalo udah selesai suruh turun ya," Bagas berbicara pada Yardan sambil tersenyum melihat Kai yang secara spontan dibalas cengiran oleh Kai. Bagas kembali dengan aktifitasnya membaca koran, sedangkan Yardan dengan aktifitasnya membenarkan radio milik Youmna. Beberapa hari lalu Youmna pernah meminta Yardan untuk membenarkan radionya yang rusak tujuh tahun lalu, Ia sebenarnya meminta Yardan untuk membenarkan ini di tempa
Masih kesal dengan tindakan Yardan yang mampu mengerjainya dan omelan-omelan yang menyuruhnya untuk tidak 'galak' kepada Kai, hingga timbul rasa malu Youmna untuk Kai 'wanita kok kaya singa, galak banget'. Untuk menebus rasa bersalahnya Youmna menemani Yardan dan Kai di dapur untuk membuat resep olahan ubi yang akan di buka. "Nanti owner-nya kita berdua?" ucap Yardan. "Lu aja lah, lu kan yang nanam lebih banyak!" Youmna hanya diam dan mendengarkan percakapan keduanya dengan seksama. "Kai. Lu punya uang, gua punya resep. seharusnya kalo lu pinter ya, lu bisa aja beli resep gua," saran Yardan. "Dan kalo gua mau sukses sendirian bisa aja. Tapi, kalo bisa sukses barengan kenapa milih sendirian?" "Alah, fake lu!" selentingan Youmna yang menjurus ke sarkasme untuk Kai. Kai dan Yardan yang sedang asik berbincang mendeng
"Kai," panggil Bagas seraya menyerukan untuk Kai mendekat padanya. Kai pun menurut Ia pun mendekati Bagas, kakinya melangkah mendekat, tangan Bagas terbuka lebar siap untuk memeluk tubuh yang kini hampir sampai dijemarinya. Bagas memeluk Kai, pelukan hangat yang jarang Brian berikan untuk Kai, "Kamu kenapa?" tanya lembut Bagas pada Kai ditelinganya yang terdengar jelas oleh Youmna yang masih berdiri dibelakang Bagas. Kai tidak dapat berkata, batinnya menangis mengingat semua kesalahan-kesalahan yang pernah Ia perbuat. Sedih ini membuatnya ingat semua kejadian atas segala kejahatan, campur aduk pikirannya. Tak selang beberapa lama matanya menunjukkan isi hatinya, air mata jatuh di bahu Bagas mengenai bajunya, Youmna melihat dengan jelas air mata itu. Yardan yang melihat dari punggung Kai dari kejauhan hanya bisa terdiam, Ia tahu bagaimana susahnya hidup Kai dibalik playboy nya dia. Momen yang
Setelah memasak seharian di dapur bersama Yardan dan Kai, kini Youmna merasakan kepenatan. Kali ini Youmna punya cara lain melepas penatnya, bukan menatap peristiwa dari jendela tapi lewat atap lantai tiga rumahnya. Pemandangan malam hari yang menakjubkan seperti nyala lampu berwarna-warni, pemandangan laut yang bisa dilihat serta udara malam yang sejuk dan dingin. Menikmatinya dengan segelas capuccino yang ada ditangannya, dengan duduk disudut pagar yang bisa menyanggah tubuhnya yang kecil. Terkadang Ia sangat menyukai kesunyian yang seperti ini, tenang dan nyaman. Suasana malam seperti ini tentu sangat bagus dinikmati saat setelah sholat isya, sebab udara lebih dingin namun tetap harus berhati-hati karena udara malam juga tidak baik untuk kesehatan. Segar sih tapi mengantarkan penyakit juga tidak baik! Sesekali Youmna memejamkan matanya dan menarik nafas dalam, mencoba mencari