Bab 18 "Daddy, apa kata dokter?" tanya Salwa saat Regan mendaratkan tubuh besarnya di sofa. Gadis itu memindai penampilan daddynya yang nampak berantakan. Regan menghela nafas sejenak. "Daddy hanya menginginkan yang terbaik untuknya dan kita akan berusaha merawat mommy kamu sebaik mungkin di sini," ucap Regan. Dia mengelus rambut putrinya, merasakan lembab bekas keramas barusan. "Jadi Daddy tidak jadi membawa mommy berobat ke luar negeri?" "Setelah Daddy pikir-pikir, sepertinya mommy kamu lebih baik dirawat di sini saja. Mommy kamu barusan juga bilang begitu, kan?" ucap Regan. "Daddy menyerah?" bisik Salwa. Entah kenapa hatinya mendadak tak karuan, seperti ada firasat yang tidak enak. "Daddy tidak pernah menyerah, Little Girl." Pa
Bab 19 "Bagaimana dengan tugasmu? Apa sudah beres?" tanya Regan. Lelaki itu menghempaskan tubuhnya di samping asisten pribadinya. "Sudah,Tuan. Berita itu sudah menghilang dari media mereka. Saya sudah menghubungi pemilik akun tersebut dan mereka sudah menghapusnya." Regan tersenyum puas. "Baguslah. Terus, apa kamu sudah tahu darimana mereka mendapatkan foto dan bahan berita tentang masa lalu Airin?" "Mereka mendapatkannya dari seseorang, tetapi mereka tidak bisa membocorkan jati diri narasumber, karena itu menyangkut kode etik jurnalistik," jelas Armand sembari menghembuskan nafas. "Saya tidak bisa memaksa mereka, Tuan." "Ya, aku tahu. Tapi kira-kira siapa ya?" "Saya rasa kemungkinan besar dari orang-orang yang tidak menyukai nyo
Bab 20"Kurang ajar! Dasar asisten tidak bisa diatur, tidak becus!" Jihan menggeram dengan mata melotot. Perempuan tua itu sontak melemparkan ponselnya ke atas ranjang saking kesalnya saat panggilan teleponnya dimatikan secara tiba-tiba oleh asisten pribadi putranya."Ternyata kamu tidak bisa dikendalikan, Armand," batin Jihan. "Kamu lebih loyal kepada anakku ketimbang dengan aku yang menjabat sebagai salah satu anggota dewan komisaris RVM group!"Dia terpaksa menggunakan bantuan Armand lantaran kedatangannya ke Indonesia kali ini hanya sendiri, tanpa di dampingi seorang asisten yang biasa mendampinginya. Sherly, asisten pribadi yang terakhir bersamanya sudah mengundurkan diri beberapa hari menjelang keberangkatannya ke Indonesia."Kenapa semua orang tidak bisa di atur?!" Dia teringat beberapa mantan asistennya sebelum Sherly yang juga memilih mengundurkan diri dari pe
Bab 21"Maafkan kami, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain. Nyonya Airin telah berpulang," ujar dokter Faisal dengan raut wajah menyesal dan sedih.Tanpa menghiraukan kata-kata dokter Faisal lebih lanjut, Salwa menghambur masuk ke dalam ruangan, tempat mommynya sudah berbaring kaku dengan kain panjang yang menutupi tubuhnya. Semua alat medis sudah terlepas."Mommy, kenapa meninggalkan Salwa? Kenapa Mom pergi?" ratap gadis itu. Salwa memeluk tubuh mommynya dengan perasaan hancur."Mommy sudah janji akan melihatku menjadi orang yang sukses. Mommy sudah menyaksikan aku tumbuh dari kecil hingga sebesar ini. Kenapa mommy ingkar janji? Kenapa?" Salwa menjerit-jerit. Bahunya terguncang. Dia meronta dalam pelukan bi Lastri."Non, tenanglah. Ini semua sudah kehendak Tuhan. Lihatlah, sekarang Nyonya sudah tidak sakit la
Bab 22 Lagi-lagi Regan terpaksa harus menggendong Salwa masuk ke dalam rumah. Lelaki itu bahkan menapaki anak-anak tangga dengan kedua tangan menopang punggung dan pinggang gadis itu. Kondisi little girlnya benar-benar parah. Mata yang sembab dan membengkak, itu sudah pasti terlihat jelas, bahkan tubuhnya masih saja gemetar, lemas tak berdaya. Salwa benar-benar terpukul atas wafatnya Airin, meskipun Regan sendiri tak kalah terpukulnya. Regan merebahkan tubuh Salwa di ranjang, mengambil selimut dan membentangkannya menutupi tubuh Salwa. Dia meraba dahi gadis itu. Terasa panas. Akhirnya ia berinisiatif untuk turun ke bawah mengambil air dan kain, serta segelas air mineral. "Bi, tolong bikinkan bubur untuk Salwa!" perintah Regan kepada bi Lastri yang kebetulan ditemuinya di dapur.
Bab 23Salwa menggeliat, merasakan beban berat berada di sampingnya. Pertama kali di lihatnya setelah membuka mata, penampakan sang daddy tengah tertidur. Ah, iya. Dia baru ingat sekarang. Dia yang meminta Regan untuk menemaninya tidur tadi malam.Perlahan Salwa bangkit dan duduk di pembaringan. Kondisinya sekarang sudah lebih baik. Rasa pusing, mual dan demam kini sudah tak lagi dia rasakan. Bibirnya mengulas senyum menatap wajah tampan dan dewasa di sisinya."Bahkan ketika sedang tidur pun, Daddy tetap terlihat sangat tampan. Pantas saja dulu mommy sangat mencintai Daddy." Senyum di bibirnya mendadak terhapus begitu saja saat mengingat semua itu. Hatinya selalu mengingatkan dirinya kini sudah tidak memiliki siapa-siapa.Gadis memalingkan wajah, tak ingin berlama-lama menatap wajah Regan. Salwa segera bangkit dan melangkah menuju kamar mandi, set
Bab 24 "Apa yang ingin Oma sampaikan kepadaku?" tanya Salwa. Di benaknya menumpuk berbagai pertanyaan. Tumben, perempuan tua ini masuk ke kamar dan mau berbicara dengannya? "Salwa, berapa umurmu sekarang?" tanya Jihan berbasa-basi. "Dua puluh tahun, Oma." jawab Salwa menunduk. "Bagus! Berarti kamu sekarang sudah dewasa ya?" Jihan mengamati sosok gadis di sampingnya itu. "Benar, Oma." "Salwa, Oma rasa kamu sudah bisa mengurus dirimu sendiri..." "Apa maksud Oma?" potong Salwa. Perasaannya mulai tidak enak "Kamu tidak akan terlantar di jalanan seandainya meninggalkan rumah ini, Salwa." Ucapan Jihan bagaikan petir di siang bolong. "Maksud Oma...?" Mendadak Sepasang mata itu berkabut. "Iya, Salwa. Seharusnya kamu sadar, mommy kamu sudah meninggal dan kamu disini cuma anak angkat. Antara kamu dan Regan tidak ada hubungan apapun. Kamu itu sebenarnya bukan siapa-siapa," ucapnya berapi-api. Perempuan tua itu menatap Salwa dengan tatapan dingin. "Tapi daddy Regan itu adalah Daddyku, O
Bab 25 Pantai ini agak sepi. Mungkin karena hari ini bukan hari libur. Hanya ada beberapa pengunjung yang tengah berjalan-jalan menikmati deburan ombak. Salwa menatap kosong laut yang biru seakan tanpa batas. Dia merasakan dirinya seperti nelayan yang mendayung perahu tanpa tahu kemana arah yang dituju. Sekarang ia hidup sebatang kara. Dia sudah kehilangan mommynya dan sekarang dia dipisahkan paksa dengan daddy angkat yang selama ini begitu menyayanginya. "Aku tidak takut kehilangan tempat tinggal, tapi aku tidak mau kehilangan Daddy," ratap gadis itu setelah dia puas berteriak. "Sekarang aku sama siapa? Hanya Daddy yang mau menyayangiku. Hanya Daddy yang sayang padaku dari sejak aku kecil sampai dewasa." Salwa memejamkan mata, mengusir segala rasa sakit di dalam hatinya. Kepalanya mendadak pening. Semua terasa begitu mendadak. Namun, ia tidak mun