Share

Kekuatan Dari Koin Dewa
Kekuatan Dari Koin Dewa
Penulis: Blackwriter

Chapter 1 - Kehidupan Pria Pecundang

“Jangan lari kau brengsek!”

Suara teriakan salah satu orang dari sekelompok pria yang berpenampilan seperti preman itu lantas membuat, Richard Branson berusaha berlari secepat yang dia bisa untuk melarikan diri dari para rentenir yang datang untuk menagih hutangnya.

Hari ini tampaknya menjadi hari yang sial untuk Richard. Setelah uangnya gaji dari hasil pekerjaannya sebagai buruh konstruksi diambil oleh para rentenir Red Wings, kini dirinya dikejar oleh rentenir Money Black.

Dua kelompok rentenir yang dipinjam uangnya sekitar 2 tahun yang lalu dengan jumlah 10.000 dollar untuk biaya pengobatan anaknya dan kesalahannya karena bermain judi.

Richard berlari melewati gang-gang sempit yang berada di belakang pasar, dengan wajah yang sudah babak belur, ia berusaha untuk terus berlari sebelum mereka membunuhnya.

Preman yang mengejarnya berjumlah 10 orang ditambah 5 orang dari pihak Red Wing's. Jika dirinya tidak bisa lolos hari ini maka tidak akan ada lagi hari esok untuknya bisa bernafas.

Pembayaran sudah jatuh tempo sekitar 2 bulan yang lalu dengan jumlah bunga sebesar 15300 dollar. Jumlah yang sangat besar untuk Richard membayar dengan penghasilannya yang hanya kisaran 500 sampai 700 dollar.

Malam yang gelap membuat para preman itu kesulitan mengejar Richard yang bergerak sangat cepat. Hujan turun sangat deras membuat darah mengalir di wajah Richard. Hampir 10 km ia berlari untuk menghindari para preman itu, membuatnya mulai kelelahan.

Tidak kuat lagi untuk berlari, akhirnya Richard memutuskan untuk bersembunyi di sebuah tempat pembuangan baju bekas dengan harapan dirinya tidak ketahuan oleh para preman tersebut.

“Dimana dia!”

“Coba kalian cari ke arah pabrik kosong itu! Pasti dia bersembunyi di sana! Kau pergi ke arah depan! Aku akan mencarinya di sekitar sini!” ucap salah satu dari mereka yang merupakan ketua dari para preman itu.

Pria yang berusia sekitar 45 tahun, tubuhnya sangat gagah dan penuh dengan otot itu memiliki tato disekujur tubuhnya sebagai sebuah jubah kebanggan. Dia terlihat sangat kesal karena tidak bisa menangkap satu pria lemah.

“Ayo kita cari brengsek itu! Awas saja kalau ketemu! Akan aku cabik-cabik tubuhnya!” kejamnya sambil berjalan menuju gas sempit berukuran 4 meter yang begitu gelap bersama dengan satu anak buahnya yang mengikutinya dari belakang.

Richard menyadari jika masih ada dua orang yang berjalan menuju arahnya. Sungguh situasi yang menegangkan untuknya. Dirinya tidak memiliki senjata apapun untuk melawan, sedangkan dua orang itu memegang senjata pisau dan pistol.

“Pasti dia berada disekitar ini! Dia tidak akan bisa melarikan diri!” gumamnya sambil berjalan mengendap-ngendap menelusuri setiap sudut jalan sempit yang begitu gelap dan lembab.

Aroma sampah dan aroma tahan seakan bercampur karena air hujan. Hanya dengan lampu senter ponsel mereka berhati-hati—tetap waspada agar bisa menemukan mangsanya. Langkah mereka bahkan tidak terdengar, seakan sudah terlatih untuk melakukan hal-hal seperti ini.

Richard sudah terjebak—tidak bisa melakukan sedikit kecerobohan. Di dalam tempat sampah yang berukuran besar, Richard mencoba menyusun rencana kedua untuk bisa berhasil lolos dari dua preman itu.

“Sepertinya dia tidak ada disini, Bos!” ucap pria bertubuh besar yang memegang senter, berjalan didepan.

“Sial! Kemana orang itu! Kenapa hujan tidak mau berhenti, sialan!” ucap kesalnya sambil menendang botol kaleng bekas yang tergeletak di tanah—langsung mengenai tempat sampah dimana Richard berada di dalamnya.

Seketika saat kaleng bekas itu mengenai tempat sampah, Richard tersentak—hampir membuat suara. Namun ia dengan cepat menutup mulutnya rapat dengan penuh ketegangan. Suara dua orang itu sudah mulai tidak terdengar dari dalam, tampaknya mereka sudah meninggalkan empat di mana Richard berada. Tidak ingin gegabah, Richard memilih tetap diam di tempatnya hingga benar-benar aman.

Hampir 30 menit, Richard berdiam diri di dalam tempat sampah pembuangan baju bekas. Ia merasa di luar sudah aman karena tidak ada suara apapun hanya ada suara hujan dan gemuruh. Perlahan Richard membuka penutup tempat sampah—mengintip dengan kedua matanya—menelusuri sekitar hingga memastikan tidak ada satupun orang di sekitarnya.

“Sepertinya mereka sudah pergi,” gumam Richard—menghela nafas lega, melangkah keluar dari tempat sampah.

Richard mulai mencari sepasang baju yang masih layak untuk di pakai di dalam tempat sampah. Ini bukan pertama kalinya untuknya mengambil baju bekas yang masih layak pakai untuk diri sendiri, istri maupun anaknya.

“Mengapa mereka membuang baju sebagus ini? Aku sungguh tidak mengerti dengan orang kaya, tapi aku juga akan melakukan hal yang sama,” gumam Richard saat menemukan jaket musim dingin yang berasal dari merek mewah. 

Bahkan jaket itu masih tampak sangat bagus, hanya ada sedikit robekan di bagian pergelangan tangan dan becak kopi di bagian bawah. Richard juga mengambil celana training dan kaos berwarna hijau tua. Tidak lupa Richard kembali menutup tempat sampah setelah sudah mengambil apa yang dia butuhnya.

Tubuhnya yang lusuh dan lemas, wajahnya dipenuhi darah—Richard mulai melangkahkan kakinya pergi meninggalkan gang sepi itu dengan langkah yang sempoyongan. Setelah berlari panjang dengan perut yang kosong membuat energinya terkuras habis. Entah sejak kapan dirinya bisa makan dengan layak. Memberikan makan untuk keluarganya saja Richard sangat kesulitan.

Tidak ingin penampilan buruknya dilihat oleh anak perempuannya, Richard pergi mencari toilet umum untuk membersihkan dirinya sebelum kembali ke rumah.

Melihat pantulan penampakannya dirinya sendiri didepan cermin tampak begitu menyedihkan.

Bagaimana bisa ia menyebut dirinya sebagai ayah yang membanggakan untuk anak perempuannya yang sudah berumur 10 tahun.

“Menyedihkan!”

Richard mengutuk dirinya sendiri dengan penuh kebencian. Masuk kedalam salah satu toilet yang kosong. Tampaknya toilet umum ini sudah tidak pernah dilakukan pembersihan. Toilet tampak begitu kotor dan tercium bau yang tidak sedap.

Pria yang memiliki wajah keturunan Jerman-Korea, Richard mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Jika dilihat, tubuh Richard seperti pria biasa pada umumnya. Namun wajah kecil itu tidak sebanding dengan tubuhnya yang begitu atletis dan sangat kekar.

Otot perut yang terbentuk dengan sempurna dengan warna kulit coklat eksotis.

Walau umurnya sudah memasuki 40 tahun, namun wajahnya tampak tidak menunjukan jika dia sudah berkepala empat. Jika saja Richard bisa merawat diri, mungkin penampilannya akan jauh lebih baik.

Bagaimana mau memikirkan penampilan, untuk membiayai kehidupannya saja sudah sangat sulit hingga harus terlilit hutang dengan para rentenir.

Berjalan keluar setelah selesai membersihkan dirinya. Kini penampilannya jauh lebih baik dan terlihat seperti manusia biasanya. Berjalan di bawah rintik hujan yang mulai mereda. Kedua mata Richard terdiam saat dia sedang memasukkan tangan kanannya ke dalam saku jaket. Jari-jarinya seakan merasakan ada sesuatu di dalamnya.

Namun Richard harus kembali memasukkan tangannya, saat hujan tiba-tiba menjadi sangat deras. Dia mempercepat langkahnya—berlari untuk menjadi tempat berteduh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status