Share

Kembali Terluka

Author: Uci ekaputra
last update Last Updated: 2022-09-19 22:32:13

Plak!!

Sebuah tangan mendarat keras di pipi kanan Aira. Dia merasakan panas mulai menjalar di area pipi yang terkena tamparan. Aira meringis, tangannya sedikit gemetar memegang pipinya yang memerah.

"Dewi! Apa yang telah kau lakukan?" Arman bergegas mendekati sang putri dan melihat pipinya yang memerah.

"Iya Ibu, kenapa Ibu menampar Aira?" Aina pun ikut mendekat pada Aira.

Aira hanya diam membisu mendapat tamparan dari Dewi. Padahal para tamu baru saja pergi, tetapi Dewi sudah melayangkan tangannya pada Aira. Jujur Aira tidak menyangka jika sang Ibu akan menamparnya begitu para tamu pergi. Aira pikir Dewi akan berubah setelah dia dewasa, tapi nyatanya Dewi tetap saja suka melayangkan tangannya pada Aira.

Hati Aira kembali terluka, bahkan rasa bekas tamparan Dewi tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang sekarang hatinya rasakan.

"Aku hanya memberi pelajaran pada anak tidak tahu sopan santun itu. Kamu jangan ikut campur, Mas! Dia pantas mendapatkannya karena telah mempermalukan kita di depan keluarga Pradikta. Mau ditaruh di mana muka kita jika mereka sampai tersinggung dengan tingkah anak tidak tahu diri itu?" seru Dewi dengan suara meninggi.

"Sudahlah, Wi. Jangan terlalu keras pada Aira, dia hanya ijin ke kamar mandi. Dia tidak mempermalukan kita," ucap Arman membela Aira.

"Terus saja kamu bela dia, Mas! Kamu memang terlalu memanjakan dia sehingga dia berani bersikap seperti itu." Dewi mulai menyalahkan sang suami kembali.

"Tapi Wi ...."

"Sudah cukup, Mas! Aku tidak mau mendengar lagi kamu membelanya. Akan aku pastikan dia akan bersikap lebih baik lagi. Pokoknya Aira harus menerima perjodohan ini, mau tidak mau dia harus menerimanya. Jika tidak, lebih baik dia keluar dari rumah ini!" tegas Dewi membuat Aira menyipitkan mata melihat sang Ibu yang sudah berkacak pinggang.

Sementara Arman langsung terdiam. Aira yakin sekali jika sang Ayah tidak akan membelanya lagi. Bukankah selalu saja seperti itu? Aira memang tidak mengharapkan apapun dari rumah ini. Dia sudah lelah, Aira merasa ingin menghilang saja dari dunia ini.

"Kenapa aku, Bu?" tanya Aira lirih.

Seketika Dewi, Arman dan juga Aina menoleh menatap Aira. Mungkin mereka heran, biasanya Aira hanya akan diam saja jika Dewi sudah marah padanya, tapi kini dia berani bertanya.

"Kenapa aku yang harus dijodohkan? Kenapa bukan Mbak Aina saja?" tanya Aira kembali dengan suara yang bergetar.

"Apa? Kamu berani mempertanyakannya! Bukankah sudah jelas tanpa aku mengatakannya, masa depan Aina sangat cerah, tidak mungkin dia menikah di saat seperti ini ...."

"Lalu bagaimana dengan masa depanku, Bu? Apa masa depanku juga tidak penting? Apa hanya masa depan Mbak Aina saja yang penting?" Aira sudah tidak sanggup lagi menahan kesabarannya, sudah cukup selama ini dia selalu diam mendapat perlakuan tidak adil.

Plak!!

Wajah Aira terpelanting ke samping, kembali sebuah tamparan melayang di pipinya, darah segar keluar dari sudut bibir tipisnya. Dia merasakan asin akibat keluarnya darah tersebut.

"Kurang ajar! Berani sekali kamu memotong ucapanku. Perlu kamu ketahui, masa depan Aina sebagai dokter lebih baik jika dibandingkan dengan masa depanmu yang hanya bekerja di perusahaan kecil itu. Pekerjaan Aina lebih baik dibandingkan dengan pekerjaanmu. Maka turuti saja perkataanku, terima saja perjodohan ini, itu akan lebih baik daripada kamu membuang-buang waktu menjadi karyawan biasa." Dewi menatap Aira dengan mata memerah penuh amarah.

"Bu, tolong jangan bicara seperti itu. Semua pekerjaan sama saja, Bu. Jangan berbicara seperti itu pada Aira, kasihan dia," ucap Aina memohon pada  Dewi.

"Iya, Wi. Jangan kamu keterlaluan seperti itu, jangan menyakiti Aira lagi. Kita bisa bicarakan semuanya baik-baik. Tolong jangan lagi memakai kekerasan seperti ini, Wi." Arman mencoba menenangkan sang istri, dia meraih tangan Dewi yang baru saja menampar Aira.

Dewi bergeming, tapi tatapannya masih saja memancarkan kemarahannya pada Aira. Tidak ada sesal setelah menampar Aira, hal yang terlalu biasa dia lakukan kepada sang putri.

"Jangan kalian coba-coba membelanya! Apa yang aku katakan memang faktanya, dia tidak bisa seperti Aina yang mempunyai masa depan yang cerah." Kembali Dewi membandingkan Aira dengan Aina. Miris sekali bukan?

"Hahaha ...." Aira tergelak dengan keras, "jadi hanya masa depan Mbak Aina, putri kesayangan Ibu saja yang penting? Sungguh aku tidak bisa menahan tawaku sekarang, Bu. Padahal aku juga putrimu, tapi aku selalu diperlakukan berbeda." Aira tertawa miris.

Aira kehilangan kewarasannyasekarang, rasa kecewa dan juga sakit yang dia rasakan kini membuatnya gila. Semua yang dia pendam kini telah membuatnya hilang akal.

Semua terdiam menatap Aira yang tertawa, nampak mereka tercengang melihat Aira yang tidak diam seperti biasanya dan bertingkah aneh.

Aira terdiam sejenak, "Baiklah jika kemauan Ibu seperti itu, aku akan menerima perjodohan seperti yang Ibu inginkan. Hidupku sudah hancur sejak dulu, jadi lebih baik hancur saja sekalian, bukan?" Suara Aira bergetar, air matanya sudah lolos satu-persatu. Dia sudah tidak bisa menahan kesedihannya.

Aira menatap Dewi dalam, mencoba mencari sedikit saja rasa kasih sayang untuknya. Dengan air mata yang semakin deras, pandangannya pun sedikit memburam, nampak tidak ada rasa kasih sayang yang terpancar di mata Dewi. Aira semakin yakin bahwa Dewi memanglah sangat membencinya, tapi yang tidak dia mengerti, apa alasan Dewi membencinya. Aira tidak pernah tahu itu, bahkan sampai sekarang pun dia tidak tahu apa alasannya.

"Ai ...," panggil Aina sembari melangkah ke arahnya.

Aina mencoba mendekat pada Aira, tapi Aira langsung menahannya dengan tangan "Jangan mendekat padaku!" seruku tajam padanya.

Aina mundur kembali, air matanya juga bercucuran, dia menahan isak tangisnya dengan kedua tangannya menutupi mulut. Dia menangis, menatap sang adik dengan tatapan yang paling Aira benci. Tatapan iba, tatapan kasihan. Aira tidak suka itu.

"Aku akan menerima perjodohan ini, tapi ini juga terakhir kali Ibu memaksaku untuk melakukan keinginan Ibu. Aku tidak akan lagi menuruti apa yang Ibu inginkan, sudah cukup, sudah cukup aku menderita selama ini!" ucap Aira dengan suara pilu.

Setelah mengatakan semuanya, dia segera melangkah pergi meninggalkan mereka semua yang terdiam membisu. Dada Aira terasa nyeri sejak tadi, bahkan sakitnya semakin lama semakin terasa. Dia tidak tahu, apa dia akan sanggup terus berada di antara mereka jika rasa nyerinya bertambah seperti ini.

Aira segera masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam, setelahnya tubuhnya merosot ke lantai, seketika tangisnya pun ikut pecah. Aira memukul-mukul dadanya yang semakin terasa nyeri.

Aira menumpahkan segala kekecewaan yang telah dia rasakan, harapan-harapannya selama ini telah hancur kembali. Bahkan sekarang dia telah kehilangan harapannya. Aira harus mengubur dalam-dalam harapan untuk mendapatkan kasih sayang dari Dewi walau hanya sedikit saja.

Aira sudah lelah, lelah dengan kekecewaan dan rasa sakit yang dia derita. Selalu saja dia kembali terluka oleh harapannya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Firasat

    Arman hanya memandangi piring yang berisi nasi dan lauk pauknya. Dari tadi pikirannya sedang melayang, mengingat putri bungsunya yang telah berada di rumah suaminya.Arman pun belum menyentuh makanannya sama sekali. Sejak bangun tidur tadi, hatinya terasa tidak enak. Dia selalu teringat dengan Aira. Entah pikirannya selalu terngiang akan wajah sang putri. Arman ingin sekali mengetahui keadaan Aira saat ini, tapi dia bingung sekali harus bagaimana.Aina yang melihat ayahnya sedang melamun pun meletakkan sendok makannya di atas piring. "Ayah tidak makan?" tanya Aina pada sang ayah.Arman pun tersentak, lalu segera melihat ke arah piring di depannya dengan tak berselera. Piring tersebut masih terlihat penuh, tanpa berkurang sedikitpun. Nafsu makannya benar-benar telah hilang."Ada apa, Yah? Kenapa Ayah tidak makan?" tanya Aina lagi.Dewi yang mendengar pertanyaan Aina pun melirik sang suami, sejak pertengkarannya beberapa waktu lalu dengan sang suami membuat hubungan keduanya menjadi din

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Mala Petaka

    Revan mengerjapkan matanya, dia mendesis merasakan pusing begitu matanya terbuka sempurna. Kepalanya pun terasa sangat berat. Efek dari minuman haram yang ditenggaknya sungguh buruk.Revan bukanlah seorang pemabuk, baru semalam dia menyentuh minuman haram itu untuk melampiaskan rasa frustasinya. Dengan perlahan Revan mulai bangun dari posisinya, lalu dia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika menyadari bahwa dia tidak mengenakan apapun.Pandangan matanya beralih menatap sisi ranjangnya yang kosong, terdapat noda bercak merah. Mata Revan langsung membulat, lalu dia mencoba menggali ingatannya lebih dalam.Samar-samar gambaran tentang perbuatan buruknya pada Aira melintas di ingatannya. Revan tersentak begitu mengingat apa yang telah dilakukannya pada Aira."Apa yang telah kamu lakukan, Van! Bodoh sekali kamu," maki Revan pada dirinya sendiri sembari memukul-mukul kepalanya.Tidak pernah terbayangkan di benak Revan untuk mengambil kesucian Aira wa

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Terenggut

    Revan menggebrak pintu rumah dengan keras, dia melakukannya berkali-kali. "Buka ... buka pintunya!" seru Revan sembari terus menggebrak pintu rumahnya.Revan berdiri sembari bersandar ke pintu, dia tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.Sementara Aira tergopoh-gopoh menuju pintu. Dia terkejut ketika mendengar pintu rumahnya digedor dengan keras, padahal waktu sudah sangat malam. Aira segera membuka pintu begitu memastikan jika yang menggedor pintu adalah Revan, bukan orang yang berniat jahat padanya."Ya Allah, Mas ...!" seru Aira ketika pintu sudah terbuka. Revan terjatuh, tubuhnya membentur lantai yang dingin. Aira memandang Revan dengan tatapan kasihan, suaminya itu pulang dalam keadaan yang sangat berantakan dan mabuk berat.Buru-buru Aira membantu Revan berdiri, dia memapah Revan yang berdiri dengan sempoyongan karena mabuk. Tadi Revan menuju bar setelah pertengkarannya dengan Helen. Dia pun menenggak minuman haram demi melampiaskan rasa frustasinya karena sang kekasih tidak m

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Meyakinkan

    "Tunggu ...!" teriak Aira.Revan menghentikan langkahnya ketika akan menaiki tangga. Dia pun segera menoleh ke arah Aira yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Revan mengernyitkan keningnya saat melihat wanita yang bergelar istrinya itu berjalan mendekat ke arahnya."Ada yang ingin aku bicarakan padamu," ucap Aira ketika sudah sampai di dekat Revan."Ada apa?" tanya Revan dingin, tampak tidak tertarik untuk berbicara dengan Aira. Sebenarnya Revan sangatlah lelah setelah pulang dari tempat kerjanya. Ada sedikit masalah di kantornya. Dia ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur. Tapi dia tidak bisa mengabaikan Aira begitu saja. Walaupun Aira hanyalah istri di atas kertas, secara tidak langsung Revan mempunyai tanggung jawab pada gadis itu.Aira pun menghela napas berat, andai saja tadi Helen tidak datang, tentu dia tidak akan menahan Revan seperti itu. Aira pasti akan enggan untuk berbicara dengan lelaki dingin macam Revan."Apakah kamu tidak memberitahu Helen tentang pernikahan

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Bertemu Fandi

    "Jaga dirimu baik-baik, Ai. Jika kamu tidak sanggup lagi menjalani pernikahanmu, jangan diteruskan lagi, hiduplah dengan baik. Aku siap mendengarkan apapun keluhanmu, jangan pernah merasa sendiri," pesan Hani, ketika Aira mengantarkannya kembali ke penginapan. Sebenarnya Hani merasa sangat berat meninggalkan Aira dalam keadaan yang buruk, tapi mau bagaimanapun Hani ingin, dia tidak bisa tetap berada di samping Aira, dia harus kembali pulang.Aira hanya mengangguk, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Aira sudah teramat lelah menghadapi masalahnya yang tiada habisnya."Ah ... aku jadi tidak rela meninggalkanmu di sini, Ai." Hani memeluk Aira sembari meneteskan air mata kembali. Dia teramat sedih mendengar cerita dari sahabatnya itu. Hani kira selama ini kehidupan Aira tidaklah setragis itu, dia kira kehidupan Aira menyenangkan. Hani tidak pernah menyangka jika di balik sosok Aira yang cuek itu tersimpan kesedihan yang mendalam akibat perlakuan tidak baik dari keluarganya sendiri.A

  • Keluarga Yang Tak Menganggapku Ada   Menjelaskan

    "Perkenalkan nama saya Aira dan sebelum saya menjelaskan semuanya, saya harap Mbak Helen mau menahan diri hingga saya selesai menjelaskan. Bagaimana, Mbak? Apa Mbak Helen bersedia?" Tanpa menunggu lama, Aira pun memulai membuka suaranya setelah mereka bertiga duduk di ruang tamu.Helen pun mengangguk, dia tidak punya pilihan lain selain menyetujui apa yang Aira katakan. Dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia sudah terlalu lama menahan semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikirannya tentang siapa Aira dan tentang apa hubungannya dengan Revan, kekasihnya.Aira pun menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan, dia mempersiapkan diri untuk menjelaskan semuanya pada Helen. Dia tidak mau kalau sampai salah berkata hingga membuat Helen marah padanya ataupun Revan. Aira bisa dalam masalah besar jika sampai Helen salah paham dan marah padanya."Sebelumnya saya minta maaf, Mbak. Jika apa yang saya jelaskan ini tidak berkenan di hati Mbak Helen dan tolong jangan salah p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status