Pagi sekali Bryan sudah tiba di kediaman Jennifer dan tak sabar bertemu wanita tercintanya. Shienna yang baru saja bangun terkejut menemukan dirinya berada di sofa serta puluhan pesan dan panggilan dari Bryan. Ia bergegas bersiap dan ketika keluar dari kamar, Jennifer sudah menyambutnya dengan senyuman. “Suami tercintamu sudah menunggu sejak tadi. Aku mempersilakannya masuk, tetapi ia ingin segera, katanya. Apakah kalian akan ke suatu tempat?” tanya Jennifer sembari menghirup minumannya. “Aku membuatkanmu roti lapis, bawa saja untuk kau makan bersama Bryan.” Shienna tak mengerti apa yang terjadi pada Jennifer karena yang ia ingat terakhir kali, malam tadi, mereka sempat berselisih paham. “J, maafkan aku untuk sikap dan perkataanku malam tadi. Aku sadar, tak seharusnya aku menuduhmu.” Jennifer meletakkan gelas dan bangkit menghampiri Shienna. “Aku justru ingin berterima kasih atas perkataanmu. Aku jadi sadar kalau aku tak mungkin bisa meminta siapa pun untuk bertanggung jawab atas
Shienna dan Bryan menikmati makan malam mereka yang penuh keakraban dan kemesraan. Keduanya bercanda dan berbincang mengenai banyak hal yang terlewatkan oleh satu sama lain selama mereka berpisah.Hanya tiga bulan, tetapi rasanya banyak hal yang terjadi dan luput dari perhatian mereka.“Kau tahu? Saat akhirnya aku bertemu denganmu di kantor Jun, aku sebelumnya berdoa agar Tuhan memberikan keajaiban dan aku tak menyangka, Ia mendengar permohonanku.” Bryan memulai pembicaraan setelah keduanya menikmati makan malam. Mereka masih di meja makan dan seolah enggan untuk bangkit dan mencari lokasi lain untuk berbincang.“Dan akhirnya kita bertemu,” timpal Shienna sembari melekatkan tatapan pada Bryan.“Ya, tetapi aku agak terganggu pada kejadian itu. Aku lupa untuk menanyakannya padamu. Apa tujuanmu datang menemui bajingan itu? Apakah ia melakukan sesuatu terhadapmu sehingga membuatmu datang? Kau juga tampak sangat marah saat itu.”Shienna menghela napas mengingat kejadian yang membuatnya nek
Edward menjauhkan Jennifer dan menatap sepasang manik mata biru miliknya dalam-dalam. Ia bukan tak menginginkan Jennifer, sama sekali bukan. Tak mungkin ada lelaki yang menolak godaan wanita secantik dan semolek Jennifer, tetapi bukan itu yang jadi masalah.Perkataan Jennifer beberapa menit lalulah yang membuat Edward menghentikan permainan yang nyaris menjurus ke puncak kenikmatan. Ia bukan lelaki yang suka mencari keuntungan atas situasi yang tengah dialami wanita, seperti yang Jennifer alami saat ini.Edward lantas memandu Jennifer untuk duduk di sofa dan memandangi wanita yang kini tertunduk malu karena sadar bahwa lelaki yang ia goda justru menolaknya.Jennifer mendengkus, menertawai kemalangannya. Bahkan meski diiming-iming kenikmatan, pria tak menginginkan wanita kotor sepertinya. “Ini sungguh memalukan,” gumamnya yang Edward bisa dengar dengan jelas.“Aku bukan tidak menginginkanmu, Jennie. Ini bukan waktu yang tepat. Kau tidak menginginkanku. Kau hanya ingin menyelamatkan dir
Bryan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Butuh waktu dua jam untuk tiba di Eastonville, tetapi ia bisa menempuhnya kurang dari itu. Ia bergegas menuju ke lantai 21 dan membuka brankas untuk mencari benda yang serupa dengan apa yang baru saja ia temukan.Ketemu!Benda itu memang terlalu mirip untuk ia anggap sebagai sebuah kebetulan. Ia sudah membuat aturan bagi para pegawai, bahwa tak boleh ada satu pun dari mereka yang bersolek, terlebih saat harus merawat ibunya. Dan sejauh ini, Bryan tak pernah menemukan penampilan yang aneh. Bahkan tak ada satu pun dari para pegawai yang mengenakan perhiasan saat bekerja.“Ini aneh. Benda apa sebenarnya?” gumam Bryan yang menarik perhatian Shienna yang baru saja menenangkan degup jantungnya karena berada dalam mobil yang Bryan kemudikan dengan ugal-ugalan.“Apa itu? Sejak kapan kau mengoleksi permata imitasi seperti ini?”“Ini bukan milikku.” Bryan meraih tangan Shienna dan meniliknya. Shienna tak mengenakan perhiasan lain selain cincin p
Bryan masih menikmati waktu bersama dua wanita tercintanya, tetapi terusik karena panggilan Edward yang semula bisa ia abaikan, tetapi makin lama seolah menuntut untuk ia terima.Percakapan yang cukup intens terjadi antara keduanya untuk beberapa waktu.“Jangan katakan kalau kau sebenarnya sudah mengetahui tentang Jennie,” serang Edward ketika ia telah tiba di rumah dan menghubungi Bryan segera. Bryan yang semula tengah menemani Shienna menikmati makan malam, akhirnya memilih untuk keluar dari ruangan ibunya agar Shienna maupun Alice tidak mendengar percakapannya dengan Edward.“Aku tidak mengerti ke mana arah pembicaraanmu.”“Aku yakin kau tahu.”“Ed, dengar. Jika yang kau bicarakan adalah kehamilan Jennie, ya memang benar aku telah mengetahuinya. Namun, mungkin tak jauh berbeda denganmu. Aku pun baru mengetahuinya.”“Bahkan tentang siapa ayah bayi itu?”“Ya.”Edward mendengkus, meremas rambutnya dengan perasaan berkecamuk. Ia ingin mengakhiri pembicaraan dengan Bryan, tetapi itu han
“Apa yang kau dan Ed bicarakan malam tadi? Mengapa kau tampak cemas?” tanya Shienna ketika keduanya sedang menikmati sarapan di kafetaria, sementara Alice sedang beristirahat.Bryan sudah memperkerjakan beberapa orang untuk menjaga keamanan sang ibu, jadi dia dan Shienna bisa meluangkan waktu sebentar untuk menikmati sarapan sekaligus waktu berdua.Bryan tak segera menjawab pertanyaan Shienna, melainkan memikirkan kalimat yang akan membuat sang istri percaya bahwa semua baik-baik saja.Ia sangat mengenal Shienna. Satu hal kecil mungkin akan menjadi besar jika itu menyangkut Jennifer.“Tidak. Dia hanya menanyakan beberapa hal penting mengenai perusahaan.” Bryan terdiam untuk beberapa saat, kemudian menatap Shienna yang tengah menunduk memainkan makanannya. “Apakah Ibu sudah tidur? Mengapa kau tidak menghabiskan makananmu?” Bryan meraih makanan yang Shienna tinggalkan di meja, lalu meminta istrinya itu untuk menghabiskan makanannya. “Jangan pernah melewatkan sarapanmu. Lihat, badanmu se
Bryan kembali ke rumah sakit dengan wajah pucat dan langkah gontai. Kondisi Edward membuat dirinya tak berhenti berpikir. Dulu sahabatnya itu memang pernah bekerja sebagai pasukan khusus, meski tak banyak yang ia ketahui tentang pekerjaan itu. Namun, setelah sepuluh tahun bekerja dan tak pernah bertemu, Edward memberi kabar kalau ia akan kembali.Beberapa tahun setelahnya sampai hari ini, Edward akhirnya menjadi asisten sekaligus pengawal pribadi Bryan dan satu-satunya orang kepercayaannya tanpa pernah satu kali pun ia tanyai mengenai pekerjaannya sebelumnya.Ia tak menyangka Edward akan berbuat senekat itu.Shienna menanti dengan wajah cemas, terlebih ketika melihat air muka sang suami yang tak bisa ia pahami.“Bray, apa yang terjadi? Apakah Ed baik-baik saja? Apakah kau menemui Jun?” tanya Shienna yang hanya mendapat sedikit cerita dari Bryan, tetapi otaknya sudah lebih dulu berasumsi dan sayangnya, asumsinya itu benar.Bryan menggeleng lemah, kemudian merebahkan tubuh di sofa dan m
Jennifer datang tergopoh-gopoh dan segera saat ia tiba di rumah sakit, Shienna menghambur ke arahnya dan memeluknya dengan erat. Tangis Shienna pecah dengan berbagai gumam dan isak yang bercampur, saking kacau pikiran dan perasaannya saat ini.“Bryan tidak sadarkan diri setelah terjatuh, J. Aku berusaha untuk membantunya, tetapi berulang kali ia menepis tanganku. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya dan aku hanya mematung memandangi tubuhnya di lantai sampai aku tersadar kalau dia bukan sedang sakit, melainkan mungkin sedang berperang dengan maut. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin kehilangannya, J. Aku tidak ingin melepaskannya.”Jennifer hanya mengusap punggung Shienna dan menjadi pendengar setia untuk segala keluh kesah sahabatnya itu. Keduanya lantas duduk, setelah Shienna sedikit lebih tenang. Namun, tetap saja, ia tak berhenti menceritakan kejadian yang Bryan alami.“Ia akan baik-baik saja, Shie. Percayalah pada dokter.”Shienna mengusap air mata, tepat bersamaan dengan