Share

BAB 9: Menjalankan Rencana

“Jach.”

“Kau tinggal di mana? Apa aku boleh bermain denganmu?” tanya Leary lagi berantusias, anak itu tidak memahami kesibukan Jach dan sekarung arang yang harus segera di antarkan.

Jach menarik tangannya, “Aku tinggal di dekat hutan, perbatasan desa, sekarang aku harus kembali bekerja membantu nenekku. Sampai nanti,” pamit Jach terburu-buru pergi meninggalkan Leary.

Leary berbalik melihat kepergian Jach, kaki kecilnya berlari mengejar. “Tunggu Jach!” panggil Leary dengn teriakan.

Langkah Jach kembali terhenti, menunggu Leary yang mendekat sambil merongoh sesuatu dari saku dressnya. Tangan mungil Leary terulur, menyerahkan beberapa buah permen yang dimilikinya. “Sekarang kita berteman kan?” tanya Leary.

Tubuh Jach menegang kaget, anak laki-laki itu sampai mengerjap mencoba meyakinkan diri jika apa yang telah di dengarnya bukan ilusi. Dalam keraguan Jach mengangguk seraya menerima permen pemberian Leary.

Bibir mungil Leary mengukir senyuman, menunjukan dua buah giginya yang ompong dan belum tumbuh lagi. “Sampai jumpa Jach,” ucap Leary dengan tangan melambai.

Masih dalam keraguan Jach membalas lambaian tangan Leary dan segera pergi, anak laki-laki itu melangkah dengan cepat, pergi menyusuri sungai dan hutan.

Jach tinggal di tempat paling jauh dari pemukiman, butuh banyak waktu untuknya agar bisa sampai karena jalan menuju rumahnya tidak bisa dilewati kendaraan dan hanya bisa dilewati oleh kuda saja.

Di depan rumah Jach, ada seorang wanita tua bertongkat dengan tubuh yang sudah membungkuk dan berjalan dengan ringkih, wanita tua itu terlihat sedang merawat kebun tomatnya.

Jach tersenyum lebar meletakan karung arangnya dan sebuah bungkusan kain berisi roti dan beberapa makanan lainnya yang sudah dia beli dengan uang dari membantu menjual kentang dari seorang petani.

Jach duduk di depan rumah, memperhatikan neneknya yang terus merawat kebun kecilnya tanpa henti. Nenek Jach tidak dapat mendengar maupun berbicara, dia dan Jach berkomunikasi hanya melalui bahasa isyarat biasa, karena itulah orang-orang sering kali berpikir  Jach dan neneknya aneh, tidak jarang juga banyak orang yang berpikir Jach tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara karena hal itulah mereka lebih banyak mendiamkan Jach.

***

Bayangan wajah Leary terlihat di cermin, anak itu melihat dengan serius Olivia yang kini tengah menyisir rambutnya untuk dikepang untuk menghibur hati Leary karena secara tiba-tiba, pagi ini Olivia mengecat rambutnya menjadi hitam.

Leary suka jika warna rambut perak mereka terlihat sama, namun anehnya Olivia justru mengecatnya dan membuat warna rambut mereka menjadi berbeda.

Sudah beberapa hari mereka tinggal, kini Leary mulai sering berbicara dengan Jach, beberapa kali Leary sengaja menunggu di pinggiran sungai dan hanya sekadar menyapa. Selain Jach, Leary juga mulai berteman dengan seorang gadis kecil yang tinggal di dekat rumahnya, gadis kecil itu bernama Moore.

Bola mata Leary bergerak hati-hati, memperhatikan Olivia yang masih mengepng rambutnya. Tangan kecil Leary saling bertautan dengan kuat, dia ingin bicara, namun keberaniannya sedikit tergoyahkan.

“Ada apa?” tanya Olivia menyadari tatapan Leary.

“Ehem, anu, Ibu, kapan aku ulang tahun?”

“Delapan bulan lagi, masih cukup lama,” jawab Olivia dengan senyuman.

“Apa boleh, saat nanti ulang tahun, aku meminta seekor anjing.”

Olivia membalasnya dengan senyuman lebar, “Baiklah, nanti ibu akan memberikan anak anjing untuk hadiah ulang tahunmu.”

Suara tepuk tangan senang Leary menyambutnya, “Aku mau anak anjing yang memiliki ekor panjang dan badannya besar agar nanti aku bisa menungganginya.”

Sontak Olivia tertawa. “Anjing tidak bisa ditunggangi.”

“Benarkah?” tanya Leary kecewa. “Tapi aku melihat buku dongeng Moore, di sana ada anak yang menunggangi anjingnya.”

Kepolosan Leary membuat Olivia kembali tertawa. “Kalau begitu, nanti kau harus memeliharanya dengan baik agar tubuhnya besar dan sehat.”

“Tentu saja, aku kan anak yang baik,” jawab Leary ikut tertawa.

***

Beberapa hari tinggal di desa akhirnya senjata milik Olivia telah datang melalui tangan Willis. Olivia membawa senjatanya ke rumah dan kembali merakitnya satu persatu sambil mempersiapkan rencana selanjutnya yang akan dilakukan.

Selama tinggal di desa, Olivia perlahan mengajarkan Leary untuk mencuci piring dan gelas bekas makannya sendiri, mengajarkan Leary melipat pakaian, dan berhitung. Sering kali Leary merengek tidak mau dan menangis lelah, namun cukup dengan sedikit bujukan dan nasihat, akhirnya Leary kembali mau belajar.

Olivia tidak dapat membuang waktu, melatih anak Leary yang harus bisa melakukan banyak hal akan membutuhkan banyak waktu.

Satu minggu telah berlalu, di tengah malam ketika Leary sudah terlelap tidur, Olivia memulai pergerakannya.

Olivia memasang kaki palsunya yang terbuat dari besi, kaki palsu itu dia dapatkan beberapa hari yang lalu untuk membantunya berjalan. Cukup menyakitkan untuk dipakai karena terpasang sampai ke paha, namun membantunya bergerak lebih cepat.

Di tengah malam yang gelap, Olivia pergi keluar rumah hanya dengan membawa sebuah belati, sebuah senapan dan beberapa lembar surat yang sengaja dia siapkan dalam warna dan bentuk tulisan yang berbeda. Olivia berjalan menyusuri jalanan yang sudah dia tandai sejak mengajak Leary jalan-jalan.

To Be Continued..

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Stalviana Suthida Vendra Vendriana
update setiap hari ya kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status