“Jach.”
“Kau tinggal di mana? Apa aku boleh bermain denganmu?” tanya Leary lagi berantusias, anak itu tidak memahami kesibukan Jach dan sekarung arang yang harus segera di antarkan.
Jach menarik tangannya, “Aku tinggal di dekat hutan, perbatasan desa, sekarang aku harus kembali bekerja membantu nenekku. Sampai nanti,” pamit Jach terburu-buru pergi meninggalkan Leary.
Leary berbalik melihat kepergian Jach, kaki kecilnya berlari mengejar. “Tunggu Jach!” panggil Leary dengn teriakan.
Langkah Jach kembali terhenti, menunggu Leary yang mendekat sambil merongoh sesuatu dari saku dressnya. Tangan mungil Leary terulur, menyerahkan beberapa buah permen yang dimilikinya. “Sekarang kita berteman kan?” tanya Leary.
Tubuh Jach menegang kaget, anak laki-laki itu sampai mengerjap mencoba meyakinkan diri jika apa yang telah di dengarnya bukan ilusi. Dalam keraguan Jach mengangguk seraya menerima permen pemberian Leary.
Bibir mungil Leary mengukir senyuman, menunjukan dua buah giginya yang ompong dan belum tumbuh lagi. “Sampai jumpa Jach,” ucap Leary dengan tangan melambai.
Masih dalam keraguan Jach membalas lambaian tangan Leary dan segera pergi, anak laki-laki itu melangkah dengan cepat, pergi menyusuri sungai dan hutan.
Jach tinggal di tempat paling jauh dari pemukiman, butuh banyak waktu untuknya agar bisa sampai karena jalan menuju rumahnya tidak bisa dilewati kendaraan dan hanya bisa dilewati oleh kuda saja.
Di depan rumah Jach, ada seorang wanita tua bertongkat dengan tubuh yang sudah membungkuk dan berjalan dengan ringkih, wanita tua itu terlihat sedang merawat kebun tomatnya.
Jach tersenyum lebar meletakan karung arangnya dan sebuah bungkusan kain berisi roti dan beberapa makanan lainnya yang sudah dia beli dengan uang dari membantu menjual kentang dari seorang petani.
Jach duduk di depan rumah, memperhatikan neneknya yang terus merawat kebun kecilnya tanpa henti. Nenek Jach tidak dapat mendengar maupun berbicara, dia dan Jach berkomunikasi hanya melalui bahasa isyarat biasa, karena itulah orang-orang sering kali berpikir Jach dan neneknya aneh, tidak jarang juga banyak orang yang berpikir Jach tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara karena hal itulah mereka lebih banyak mendiamkan Jach.
***
Bayangan wajah Leary terlihat di cermin, anak itu melihat dengan serius Olivia yang kini tengah menyisir rambutnya untuk dikepang untuk menghibur hati Leary karena secara tiba-tiba, pagi ini Olivia mengecat rambutnya menjadi hitam.
Leary suka jika warna rambut perak mereka terlihat sama, namun anehnya Olivia justru mengecatnya dan membuat warna rambut mereka menjadi berbeda.
Sudah beberapa hari mereka tinggal, kini Leary mulai sering berbicara dengan Jach, beberapa kali Leary sengaja menunggu di pinggiran sungai dan hanya sekadar menyapa. Selain Jach, Leary juga mulai berteman dengan seorang gadis kecil yang tinggal di dekat rumahnya, gadis kecil itu bernama Moore.
Bola mata Leary bergerak hati-hati, memperhatikan Olivia yang masih mengepng rambutnya. Tangan kecil Leary saling bertautan dengan kuat, dia ingin bicara, namun keberaniannya sedikit tergoyahkan.
“Ada apa?” tanya Olivia menyadari tatapan Leary.
“Ehem, anu, Ibu, kapan aku ulang tahun?”
“Delapan bulan lagi, masih cukup lama,” jawab Olivia dengan senyuman.
“Apa boleh, saat nanti ulang tahun, aku meminta seekor anjing.”
Olivia membalasnya dengan senyuman lebar, “Baiklah, nanti ibu akan memberikan anak anjing untuk hadiah ulang tahunmu.”
Suara tepuk tangan senang Leary menyambutnya, “Aku mau anak anjing yang memiliki ekor panjang dan badannya besar agar nanti aku bisa menungganginya.”
Sontak Olivia tertawa. “Anjing tidak bisa ditunggangi.”
“Benarkah?” tanya Leary kecewa. “Tapi aku melihat buku dongeng Moore, di sana ada anak yang menunggangi anjingnya.”
Kepolosan Leary membuat Olivia kembali tertawa. “Kalau begitu, nanti kau harus memeliharanya dengan baik agar tubuhnya besar dan sehat.”
“Tentu saja, aku kan anak yang baik,” jawab Leary ikut tertawa.
***
Beberapa hari tinggal di desa akhirnya senjata milik Olivia telah datang melalui tangan Willis. Olivia membawa senjatanya ke rumah dan kembali merakitnya satu persatu sambil mempersiapkan rencana selanjutnya yang akan dilakukan.
Selama tinggal di desa, Olivia perlahan mengajarkan Leary untuk mencuci piring dan gelas bekas makannya sendiri, mengajarkan Leary melipat pakaian, dan berhitung. Sering kali Leary merengek tidak mau dan menangis lelah, namun cukup dengan sedikit bujukan dan nasihat, akhirnya Leary kembali mau belajar.
Olivia tidak dapat membuang waktu, melatih anak Leary yang harus bisa melakukan banyak hal akan membutuhkan banyak waktu.
Satu minggu telah berlalu, di tengah malam ketika Leary sudah terlelap tidur, Olivia memulai pergerakannya.
Olivia memasang kaki palsunya yang terbuat dari besi, kaki palsu itu dia dapatkan beberapa hari yang lalu untuk membantunya berjalan. Cukup menyakitkan untuk dipakai karena terpasang sampai ke paha, namun membantunya bergerak lebih cepat.
Di tengah malam yang gelap, Olivia pergi keluar rumah hanya dengan membawa sebuah belati, sebuah senapan dan beberapa lembar surat yang sengaja dia siapkan dalam warna dan bentuk tulisan yang berbeda. Olivia berjalan menyusuri jalanan yang sudah dia tandai sejak mengajak Leary jalan-jalan.
To Be Continued..
Olivia pergi ke kota di malam itu, diam-diam dia pergi tempat Willis untuk mengambil merpati yang dia bawa bersama dengan senjatanya dari Skotlandia.Merpati itu adalah hewan peliharaan Olivia yang sudah dia rawat lebih dari empat tahun lamanya, dan merpati itu juga sudah sering membantu tugasnya.Olivia membawa merpati itu, dan pergi beberapa rumah orang penting yang berada di kota London. Dimulai dari Tery, seorang anggota parlement. Harry, seorang peminpin kepolisian, dan Dena, seorang anggota dewan dari Prancis yang saat ini sedang memiliki kunjungan khusus ke Inggris.Olivia mengirimkan suratnya melalu merpati yang dibawanya, secara terlatih, merpati itu bergerak terbang setelah di beri beberapa buah makanan. Dengan cekatan dia terbang ke lantai di mana Olivia menyorotkan senter laser merahnya sebagai petunjuk.Begitu laser merah menghilang, burung merpati itu mengetuk-ngetuk jendela sampai si pemilik rumah membuka pintu dan mengambil surat yang diberikan.Merpati itu terbang da
“Ibu menyuruhku melakukan ini semua karena ingin meninggalkan aku lebih lama lagi kan?” Protes Leary dengan wajah bercucuran air mata sampai membuat bedak di wajahnya luntur.Olivia tercekat kaget mendengar pertanyaan sederhana Leary. “Ibu memintamu melakukan ini semua bukan karena ingin meninggalkamu,” jawab Olivia serius.“Ibu bohong, semalam Ibu meninggalkan aku sendirian lagi, aku tidak percaya Ibu! Ibu pasti meninggalkan aku lagi!” debat Leary dengan teriakan dan tangisan yang semakin keras. Leary berlari pergi ke kamarnya kembali menangis karena kecewa.Semalam Leary terbangun sendirian di tengah malam, dia sempat menangis mencari ibunya, namun Olivia tidak ada seperti biasanya.Leary kecewa karena Olivia masih tidak berhenti meninggalkannya di tengah malam, padahal dia takut bermimpi buruk dan takut ada orang jahat yang datang, terlebih rumah baru mereka tidak begitu membuatnya nyaman.Tangisan Leary terdengar di kamar, Olivia hanya bisa memijat batang hidungnya dengan kuat kar
Leary duduk di bangku, sambil menopang dagu, beberapa kali dia menguap karena mengantuk dan bosan melihat Olivia yang tengah memasak.Olivia mengajarinya hal-hal yang dasar, seperti bagaimana cara merebus spaghetti, merebus kentang dan memastikan sayuran matang.“Kau bilang, kau tertarik dengan senjata milik ibu,” Olivia mengajaknya berbicara untuk mengurangi rasa bosan Leary.Leary tertunduk tidak berbicara, Leary memang tertarik ingin tahu dengan semua benda yang sering disentuh oleh ibunya, namun semenjak Olivia melarangnya menyentuh senjatanya, Leary mencoba untuk melupakannya.Melihat keterdiaman Leary, Olivia kembali berkata. “Mau ibu ajarkan? Sekarang kau sudah tumbuh lebih besar, jadi ibu tidak akan melarangmu lagi.”Dengan cepat Leary mengangkat wajahnya, matanya berbinar membulat sempurna, dan bibir mungilnya terperangah tersenyum senang. “Apa benar-benar boleh?”Olivia mengangguk, “Setelah makan, ibu akan mengajarimu.”Suara tepuk tangan senang Leary menyambut perkataan Ol
Hujan turun di malam hari, Olivia terlihat tengah melakukan sesuatu sendirian, sementara Leary sudah terlelap tidur di kamarnya.Sejak Leary tertidur, Olivia terlihat sibuk menyiapkan sesuatu penting sampai pertengahan malam.Olivia terduduk di sisi ranjang, memperhatikan Leary yang tertidur lelap memeluk bonekanya, Olivia sempat menambahkan selimut untuk menutupi Leary agar dia bisa nyaman. Leary akan terbangun bila mendengar suara petir.Olivia mengusap kepala Leary dan membunguk, mengecupnya beberapa kali.Olivia beranjak meninggalkan kamar, dia harus pergi untuk melakukan misinya, malam ini dia harus kembali meninggalkan Leary.Dengan berat hati Olivia akhirnya keluar rumah dengan menunggangi kuda, menerobos kegelapan, pergi ke tengah hutan dan melakukan perjalanan jauh ditengah-tengah lelapnya orang-orang yang tertidur.Olivia meninggalkan kudanya di sebuah rumah kecil tempat berteduh para petani, di sana dia berganti pakaian dengan menggunakan pakaian anti peluru bersama pakaia
Dena menjerit ketakutan, tetapi jeritan terbungkam ketika dia menjadi sasaran selanjutnya, Olivia menembak di belakang telinganya dan membuatnya tumbang dalam satu tembakan.Harry berlari begitu tersadar jika posisinya berada dalam bahaya, para pengawal yang semula berjaga berlarian berusaha menyelamatkan diri, mereka terlihat seperti segerombolan rusa yang berusaha menyelamatkan diri dari mangsa singa, mereka tampak tidak memiliki kekuatan apapun meski jumlahnya banyak dan tidak sebandingdengan seekor singa yang sendirian.Pergerakan angin yang di sekitar yang menggoyangkan ilalang dan menciptakan suara di antara suara air sungai, Olivia tidak membuang waktu lagi untuk menembak kepala Harry sampai membuat Harry terlempar jatuh ke rerumputan.Olivia menarik napasnya dalam-dalam merasakan kelegaan yang memuaskan setelah menghabisi tiga orang musuhnya tidak lebih dari tiga menit. Beberapa penembak yang baru menyadari keberadaan penembak di sekitar mereka, kini mereka langsung mencari-c
Leary beranjak dari ambang pintu dan menutupnya rapat-rapat, anak itu mulai terisak menangis di antara kesepian untuk melepaskan rasa sakit di dada yang tidak bisa ungkapkan dengan kata-kata untuk menjabarkan perasaannya. Dengan sisa-sisa tangisannya yang terdengar, Leary memutuskan kembali ke kamar mandi. Leary melepaskan pakaiannya yang kotor dan mulai mandi sendirian, memaksakan diri meski tubuhnya semakin menggigil kedinginan, dengan tekun anak itu membilas tubuh dan rambutnya dengan shampoo, tidak lupa dia menggosok giginya. Meski kini Leary sedang bersedih dan marah kepada Olivia, Leary tidak bisa hanya diam menunggu. Leary tidak tahu, apakah Olivia akan pulang pagi ini, nanti malam, atau mungkin esok hari. Banyak waktu yang Leary habiskan sampai dia bisa mandi dan berpakaian bersih, rambut panjangnya yang basah terlihat kusut belum sempat disisir. Dari sekian banyak pekerjaan yang bisa dia kerjakan, Leary masih belum bisa menyisir. Selesai mandi dan berpakaian bersih, gad
Olivia menarik mundur kursi rodanya dan bergerak, sebelum pergi membuka pintu, dia mengambil beberapa buah belati yang selalu dia sembunyikan di pot dan meletekannya di bawah dudukan kursi roda. Olivia membuka pintu dan langsung berhadapan dengan seorang laki-laki berwajah dingin bernama Haston. “Geledah!” titah Haston dengan nada arrogant, memerintahkan anak buahnya masuk ke dalam tanpa meminta persetujuan sedikitpun dari Olivia sang pemilik rumah. Ada sekitar sepuluh orang masuk ke dalam rumah dan mendorong Olivia untuk memberi jalan, bahkan sebelum Olivia angkat bicara, Haston menodongkan senjata ke arah Olivia dan menatap bengis penuh kebencian. Olivia mundur, membalas tatapan tajam Haston dan senjata yang ditodongkan tepat di kepalanya sebagai ancaman. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Olivia dengan napas yang kasar. Rahang Haston mengeras. “Jangan berpura-pura tidak tahu,” geramnya marah. “Apa aku terlihat seperti sedang berpura-pura?” tanya balik Olivia marah. Ujung
“Lepaskan puteriku!” perintah Olivia marah. Alis Haston sedikit terangkat, dia terhibur karena Olivia yang selalu tenang bisa langsung marah hanya dengan Haston menyentuh Leary. “Kau bisa marah juga ternyata,” ucap Haston mencengkram lebih kuat Leary sampai membuat anak itu merintih kesakitan. Leary meringis merasakan cengkraman Haston di pakaiannya membuatnya kesulitan bernapas, sebuah keberanian muncul disaat dia terdesak, Leary menggigit keras pergelangan tangan Haston. “Sialan!” maki Haston kesakitan, dengan mudahnya pria itu membenturkan Leary ke dinding dan membantingnya agar Leary melepaskan gigitannya. Olivia yang sudah berdiri, menarik belati di bawah kursi roda dan menebaskannya di pergelangan tangan Haston. Refleks tubuh Leary terjatuh, telepas dari cengkraman dan Haston berteriak kesakitan merasakan sayatan dalam yang memutuskan pembuluh darahnya sampai darah berceceran membasahi lantai. Tubuh Haston terjatuh ke lantai begitu Olivia menghajar wajahnya dengan satu puku